26.3 C
Jakarta
25 April 2024, 4:21 AM WIB

Dari Kasus Korupsi di LPD Anturan

Kejaksaan Beri Waktu Dua Pekan, Pengurus LPD Anturan Wajib Kembalikan Uang

SINGARAJA– Kejaksaan Negeri Buleleng memberi ultimatum pada pihak-pihak yang menerima aliran dana “reward” hasil jual beli tanah kapling di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Anturan. Jaksa memberi waktu selama dua pekan kepada para penerima untuk mengembalikan uang haram itu.

 

Hingga kemarin (26/7) ada tiga orang pengurus yang telah mengembalikan aliran dana “reward”. Sebanyak dua orang diantaranya mengembalikan dalam bentuk Sertifikat Hak Milik. Masing-masing tanah seluas 2,6 are dan 4 are. Tanah-tanah itu ada di Desa Anturan.

 

Sedangkan kemarin, seorang pengurus ikut mengembalikan uang yang sempat diterima. Uang sebanyak Rp 126,25 juta diserahkan pada jaksa penyidik pada seksi Pidana Khusus Kejari Buleleng. Penyerahan itu disaksikan Kasi Pidsus Kejari Buleleng Yosef Humbu Ina Marawali.

 

Uang itu langsung dijadikan barang bukti. Jaksa menyatakan masih menanti itikad baik dari pihak-pihak penerima aliran dana tersebut. Mengingat ada 30 orang yang menerima dana itu. Setiap orang menerima dana yang berbeda. “Tanah itu sebenarnya aset LPD. Kemudian dikapling oleh makelar. Jadi ada orang luar yang kerjasama dengan ketua. Pengurus dan karyawan itu tahunya hanya terima uang,” kata Kasi Intel Kejari Buleleng Anak Agung Jayalantara.

 

Jayalantara menjelaskan, tanah yang dijual merupakan aset LPD. Namun keuntungan jual-beli tak sepenuhnya masuk ke kas LPD. Hasil keuntungan justru dibagikan melalui mekanisme yang keliru.

 

Uang reward itu menjadi temuan karena di luar kesepakatan paruman. Dalam paruman Desa Adat Anturan, uang yang berhak diterima karyawan dan pengurus hanya gaji dan jasa produksi atau sisa hasil usaha. Sementara uang reward hasil jual-beli tanah kapling, bukan termasuk hak pengurus dan karyawan. “Pengurus dan karyawan tahunya uang itu masuk ke rekening masing-masing. Setelah berhasil jual-beli tanah kapling, mereka dapat bonus. Orang yang menentukan nominal itu adalah Ketua LPD tanpa ada rapat pengurus, apalagi dengan bendesa,” ungkap Jayalantara.

 

Berdasarkan penelusuran jaksa, uang reward itu telah dibagikan sebanyak 5 kali. Setidaknya ada 30 orang yang pernah menerima dana tersebut. Nominalnya beragam. Ada yang hanya menerima Rp 10 juta, ada pula yang menerima hingga Rp 300 juta. Total uang yang beredar diperkirakan mencapai Rp 2,5 miliar.

 

Sebagian pengurus mengaku telah menggunakan uang tersebut untuk membeli aset berupa tanah, ada pula yang memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. “Kami beri waktu dua minggu untuk mengembalikan. Jadi harus kembali itu. Karena uang-uang itu bukan hak mereka,” tukasnya.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua LPD Adat Anturan Nyoman Arta Wirawan ditahan penyidik pada Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Buleleng, pada Selasa (22/6) sore. Dia dibawa ke Rutan Mapolres Buleleng pada pukul 17.43 sore. Tersangka diduga melakukan tindakan korupsi senilai Rp 151 miliar sepanjang tahun 2018-2020. Dampaknya LPD Anturan kolaps pada pertengahan 2020 lalu.

 

Selama ini LPD Anturan dikenal sebagai salah satu LPD yang masuk dalam pengelolaan terbaik di Kabupaten Buleleng. LPD ini melejit sejak menggeluti lini bisnis jual-beli tanah kapling. Setelah kasusnya masuk ranah hukum, penyidik mendapati tanah-tanah kapling itu tercatat atas nama Nyoman Arta Wirawan, bukan sebagai aset LPD. Penyidik menduga ada lebih dari 80 lembar sertifikat hak milik (SHM) atas nama Arta Wirawan. Dalam beberapa tahun terakhir, Arta Wirawan diketahui telah melakukan lebih dari 600 kali transaksi jual-beli tanah. (eps)

SINGARAJA– Kejaksaan Negeri Buleleng memberi ultimatum pada pihak-pihak yang menerima aliran dana “reward” hasil jual beli tanah kapling di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Anturan. Jaksa memberi waktu selama dua pekan kepada para penerima untuk mengembalikan uang haram itu.

 

Hingga kemarin (26/7) ada tiga orang pengurus yang telah mengembalikan aliran dana “reward”. Sebanyak dua orang diantaranya mengembalikan dalam bentuk Sertifikat Hak Milik. Masing-masing tanah seluas 2,6 are dan 4 are. Tanah-tanah itu ada di Desa Anturan.

 

Sedangkan kemarin, seorang pengurus ikut mengembalikan uang yang sempat diterima. Uang sebanyak Rp 126,25 juta diserahkan pada jaksa penyidik pada seksi Pidana Khusus Kejari Buleleng. Penyerahan itu disaksikan Kasi Pidsus Kejari Buleleng Yosef Humbu Ina Marawali.

 

Uang itu langsung dijadikan barang bukti. Jaksa menyatakan masih menanti itikad baik dari pihak-pihak penerima aliran dana tersebut. Mengingat ada 30 orang yang menerima dana itu. Setiap orang menerima dana yang berbeda. “Tanah itu sebenarnya aset LPD. Kemudian dikapling oleh makelar. Jadi ada orang luar yang kerjasama dengan ketua. Pengurus dan karyawan itu tahunya hanya terima uang,” kata Kasi Intel Kejari Buleleng Anak Agung Jayalantara.

 

Jayalantara menjelaskan, tanah yang dijual merupakan aset LPD. Namun keuntungan jual-beli tak sepenuhnya masuk ke kas LPD. Hasil keuntungan justru dibagikan melalui mekanisme yang keliru.

 

Uang reward itu menjadi temuan karena di luar kesepakatan paruman. Dalam paruman Desa Adat Anturan, uang yang berhak diterima karyawan dan pengurus hanya gaji dan jasa produksi atau sisa hasil usaha. Sementara uang reward hasil jual-beli tanah kapling, bukan termasuk hak pengurus dan karyawan. “Pengurus dan karyawan tahunya uang itu masuk ke rekening masing-masing. Setelah berhasil jual-beli tanah kapling, mereka dapat bonus. Orang yang menentukan nominal itu adalah Ketua LPD tanpa ada rapat pengurus, apalagi dengan bendesa,” ungkap Jayalantara.

 

Berdasarkan penelusuran jaksa, uang reward itu telah dibagikan sebanyak 5 kali. Setidaknya ada 30 orang yang pernah menerima dana tersebut. Nominalnya beragam. Ada yang hanya menerima Rp 10 juta, ada pula yang menerima hingga Rp 300 juta. Total uang yang beredar diperkirakan mencapai Rp 2,5 miliar.

 

Sebagian pengurus mengaku telah menggunakan uang tersebut untuk membeli aset berupa tanah, ada pula yang memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. “Kami beri waktu dua minggu untuk mengembalikan. Jadi harus kembali itu. Karena uang-uang itu bukan hak mereka,” tukasnya.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua LPD Adat Anturan Nyoman Arta Wirawan ditahan penyidik pada Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Buleleng, pada Selasa (22/6) sore. Dia dibawa ke Rutan Mapolres Buleleng pada pukul 17.43 sore. Tersangka diduga melakukan tindakan korupsi senilai Rp 151 miliar sepanjang tahun 2018-2020. Dampaknya LPD Anturan kolaps pada pertengahan 2020 lalu.

 

Selama ini LPD Anturan dikenal sebagai salah satu LPD yang masuk dalam pengelolaan terbaik di Kabupaten Buleleng. LPD ini melejit sejak menggeluti lini bisnis jual-beli tanah kapling. Setelah kasusnya masuk ranah hukum, penyidik mendapati tanah-tanah kapling itu tercatat atas nama Nyoman Arta Wirawan, bukan sebagai aset LPD. Penyidik menduga ada lebih dari 80 lembar sertifikat hak milik (SHM) atas nama Arta Wirawan. Dalam beberapa tahun terakhir, Arta Wirawan diketahui telah melakukan lebih dari 600 kali transaksi jual-beli tanah. (eps)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/