DENPASAR – Dalam sepekan, jagat media sosial dihebohkan dengan beredarnya beberapa video porno yang diduga dilakukan di Bali.
Mirisnya lagi, diduga kuat, sejumlah video itu diperankan oleh remaja tanggung, bahkan ada yang diduga masih di bawah umur.
Terkait kondisi ini, psikolog RSUD Wangaya dr I Gusti Rai Wiguna SpKJ, mengatakan bahwa hal ini bisa disebabkan beberapa faktor.
Menurut dia, fenomena ini bisa jadi sebuah warning, terutama bagi para orang tua tentang pentingnya mengembangkan kecerdasan emosional remaja.
Misalnya, mengembangkan kelompok sebaya (self support group), edukasi seksual keluarga dan kelompok khusus.
“Kan ada pendapat tabu ngomongin seksual dalam keluarga. Jadinya mereka cari sendiri di internet, media sosial dan pergaulannya,” kata dr I Gusti Rai Wiguna SpKJ kepada Jawa Pos Radar Bali, Minggu (28/4) pagi.
Kampanye penggunaan gadget dan media sosial yang baik juga masih kurang dilakukan, sehingga para remaja dengan keinginannya mempunyai niat merekam adegan mesum yang mereka lajukan.
Padahal, hal itu seharusnya tidak boleh dilakukan. Remaja atau anak praremaja semestinya perlu mendekatkan layanan konseling psikiater dan psikolog pada remaja sekolah.
Dijelaskannya, bahwa saat ini keluarga dan parenting terlalu fokus pada peningkatan kecerdasan kognitif saja.
Di mana semua orang tua berlomba anaknya bisa baca tulis di umur yang sangat kecil. Misalnya pada usia TK, les pelajaran dari pagi hingga malam.
Sedangkan di sisi lain, perkembangan emosional untuk anak tidak menjadi fokus para orang tua. Mulai dari bagaimana menjalin pertemanan,
bagaimana menghadapi kekecewaaan, bagaimana berkomunikasi dengan orang tua, hingga bagaimana menghadapi persaingan dengan teman.
“Kita masih lebih senang membendung energi remaja bukan mengarahkannya. Kecenderungan exhibisionis pada remaja jadinya lebih banyak mengarah pada seksual dan gaya hidup hedonis,” urai Rai Wiguna.
Dia pun melihat bahwa aksi para remaja yang merekam adegan mesum mereka sendiri sebagai sebuah cerminan juga tentang pergaulan yang nyata terjadi di kalangan remaja kita saat ini.
Ditambah lagi dengan penggunaan media sosial yang terlalu eksesif, di mana apapun yang lakukan harus dicitrakan sangat terbuka disana.
Semua orang berlomba memamerkan kehidupannya bahkan lebih baik dari aslinya. Hingga akhirnya, hal-hal yang bersifat privasi juga ikut dipamerkan di media sosial.
“Dengan kecerdasan emosional yang buruk, budaya pamer termasuk untuk hubungan dengan pasangan, jadilah beberapa ada yang melewati batas seperti ini (video porno),” tambah psikiater di Klinik SMC ini.
Dia menganalogikan remaja ibarat mobil sport. Mesin besar, penampilan fisik menawan, dengan semburan bahan bakar terbaik (puncak hormon), namun pusat kendali seperti bajaj (kemampuan emosional belum baik).
Ditambah lagi dengan sikap egoisme para orang tua. Di mana di rumah, remaja hanya robot-robot hampa perasaan, penyenang orang tua melalui prestasi sekolah.
“Sedang di luar mereka explorasi perasaan dan kelekatan sosial bersama teman dan pasangannya,” tandasnya.