DENPASAR – Kasus penyekapan Oka Mehendra Susilo selama 30 hari yang diduga dilakukan anak pengusaha tanah air berinisial KS beserta dua anak buahnya tak kunjung ada perkembangan berarti.
Penyidikan di kepolisian jalan di tempat. Karena itu korban melalui kuasa hukumnya mengajukan perlindungan hukum ke Presiden Jokowi, Kapolri dan ditembuskan ke Gubernur dan Kapolda Bali.
Yang terbaru, korban Oka Mahendra berencana berkirim surat ke Parisadha Hindu Darma Indonesia (PHDI) Bali.
Sebab, korban merasa jadi korban kejahatan yang luar biasa dan terorganisir. Dan hal ini sangat mengotorkan Bali yang suci ini.
Laporan ke PHDI Bali ditempun lantaran sejauh ini ketiga aktor penyekapan belum juga disentuh pihak kepolisian.
Oka Mahendra melalui kuasa hukumnya Rizal Akbar Maya Poetra menjelaskan, seiring berjalannya waktu, perkembangan kejahatan lebih cepat jika dibandingkan dengan perkembangan undang-undang. Yang mana, fenomena yang dialami kliennya, tidak hanya jumlahnya saja yang meningkat tetapi juga kualitasnya.
Anehnya, dalam era digitalisasi seperti sekarang ini, kejahatan terus berkembang mengikuti peradaban manusia yang semakin modern.
Ironisnya, aksi kejahatan yang dilakukan tiga orang aktor penyekapan sampai saat ini belum juga ditindaklanjuti.
“Semua pelayanan publik dan privat cepat, mudah digunakan. Namun, dibalik kebaikan dari perkembangan teknologi tersebut,
kejahatan pun dengan mudah dapat dilakukan oleh ketiga terduga pelaku dan anehnya belum duga dapat diamankan,” kritik Rizal Akbar.
Menurut Rizal, kliennya adalah korban kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Kejahatan luar biasa adalah istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan suatu kejahatan yang mempunyai dampak negatif terhadap kehidupan manusia.
“Ini lho kejahatan luar biasa. Masak pelaku kejahatan ecek-ecek dengan cepat diproses, tapi kali ini kasusnya jalan ditempat.
Oleh karena itu, kami akan bersurat ke Parisadha. Juga ke desa adat. Sebab perbuatan ini sangat mengotori Bali,” tukasnya.