DENPASAR – Hati kecil Abdul Malik Kondola, 27, berontak saat mendengar putusan hakim PN Denpasar.
Itu bisa dilihat dari gelagatnya yang terus geleng-geleng kepala, seolah tak percaya dengan tingginya putusan hakim.
Pembelaan yang dia sampaikan, bahwa dirinya nekat bisnis narkoba demi membiayai ibunya yang sedang sakit di kampung halaman tak digubris hakim.
Pria asal Alor, NTT, itu pun tetap dinyatakn terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah menjadi perantara jual beli narkotika golongan I, berupa 29 butir tablet ekstasi dan sabu sebanyak 1,38 gram netto.
Pemuda berbadan gempa itu dinilai melanggar asal 114 ayat (2) UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
“Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abdul Malik Kondola dengan pidana penjara selama 12 tahun,” ujar hakim Kawisada, kemarin (27/11).
Hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 2 miliar subsider empat bulan penjara. Menanggapi putusan hakim, terdakwa menyerahkan sepenuhnya kepada pengacaranya.
Putusan majelis hakim ini lebih ringan tiga tahun dibandingkan tuntutan yang diajukan jaksa.
Sebelumnya, JPU Made Suasti menuntut Abdul dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 2 miliar subsidair enam bulan penjara.
“Setelah berkonsultasi dengan terdakwa, kami selaku penasihat hukum menerima, Yang Mulia,” kata Fitra Octora, pengacara terdakwa.
Sikap senada disampaikan JPU Suasti Ariani. Kendati putusan lebih ringan, majelis hakim dalam amar putusan sependapat dengan dakwaan pada tuntutan jaksa.
Terdakwa ditangkap oleh Diresnarkoba Polda Bali pada 13 Juli 2019 di kamar kos No. 4B, Jalan Ceningan Sari IV, Gang Melati, Sesetan, Denpasar Selatan, sekitar pukul 02.00.
Abdul Malik berhasil ditangkap oleh petugas berkat laporan dari masyarakat, bahwa di Banjar Lantang Pejuh sering terjadi transaksi jual beli narkotik.
Dari pengakuan terdakwa, narkotik yang ditemukan di kamarnya itu adalah milik seseorang bernama Kabai (DPO).
Terdakwa mengaku dihubungi oleh Kabai untuk mengambil tempelan tiga paket sabu dan enam paket esktasi di Jalan Pulau Moyo, Denpasar.
Setelah berhasil mengambil tempelan barang haram itu, terdakwa kembali ditugaskan untuk menempel satu paket ekstasi berisi sebelas butir di Jalan Gurita, Sesetan.
Keesokan harinya kembali menempel satu paket berisi sepuluh butir ekstasi di tempat yang sama.
Dari pekerjaannya itu, terdakwa mendapat upah Rp 50 ribu untuk 1 butir ekstasi dan Rp 100 ribu untuk satu paket sabu per titik tempel.
Terdakwa sudah menerima upah sejumlah Rp 550 ribu dari Kabai untuk upah menempel esktasi dengan cara ditransfer ke rekening terdakwa.