29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:01 AM WIB

Sistem Teknologi Bank Mega Lemah, Prof Sri Darma: Wajib Tanggungjawab

DENPASAR – Dugaan raibnya dana deposito dengan total Rp 56 Milliar dari 14 nasabah di Bank Mega Cabang Gatsu Tengah

di Denpasar menyumbang banyak spekulasi baik dari lembaga perlindungan konsumen maupun dari sisi pengamat ekonomi.

Pengamat ekonomi Prof Gede Sri Darma melihat, dari kasus tersebut terdapat ketidakakuratan dari sistem informasi perbankan dari perusahaan tersebut.

“Kalau sistem informasinya sangat kuat, maka bank akan sangat mudah menelusi aliran dana, jika memang benar dicairkan,” ujar Prof Gede Sri Darma.

Yang lemah ini oknum yang melakukan pengawasan atau memang sistemnya? “Yang lemah tentu sistem informasi berbasis teknologi dari Bank Mega,” tegasnya kembali.

Bagi Prof Sri Darma, bila melihat dari posisi Bank Mega sebagai bank BUKU 3 (bank umum kelompok usaha), mestinya memiliki teknologi informasi yang telah andal.

“Adakah yang salah dalam teknologi informasi Bank Mega? Kalau nasabah dilaporkan telah mencairkan depositonya oleh yang bersangkutan,

mestinya dengan mudah dan cepat, bank dapat menelusurinya, dan bukti bukti atas pencairan deposito tersebut,” ujarnya lagi.

Disisi lain, informasi yang dihimpun Radarbali.id menyebut ada deposito yang ditanam pada tahun 2012 lalu oleh nasabah, namun dua minggu kemudian, melalui catatan yang diterima, sudah ada yang menarik dana tersebut.

Namun, penarikan itu bukan dari nasabah sendiri. Hal ini tentu mengejutkan Prof Sri Darma. “Kalau begitu, Bank wajib bertanggungjawab,” tegasnya.

“Jika nasabah atau siapa saja (oknum) yang telah mencairkan deposito tersebut, lebih dari 5 tahun, memang membutuhkan waktu untuk menelusurinya,” imbuh Prof Sri Darma.

DENPASAR – Dugaan raibnya dana deposito dengan total Rp 56 Milliar dari 14 nasabah di Bank Mega Cabang Gatsu Tengah

di Denpasar menyumbang banyak spekulasi baik dari lembaga perlindungan konsumen maupun dari sisi pengamat ekonomi.

Pengamat ekonomi Prof Gede Sri Darma melihat, dari kasus tersebut terdapat ketidakakuratan dari sistem informasi perbankan dari perusahaan tersebut.

“Kalau sistem informasinya sangat kuat, maka bank akan sangat mudah menelusi aliran dana, jika memang benar dicairkan,” ujar Prof Gede Sri Darma.

Yang lemah ini oknum yang melakukan pengawasan atau memang sistemnya? “Yang lemah tentu sistem informasi berbasis teknologi dari Bank Mega,” tegasnya kembali.

Bagi Prof Sri Darma, bila melihat dari posisi Bank Mega sebagai bank BUKU 3 (bank umum kelompok usaha), mestinya memiliki teknologi informasi yang telah andal.

“Adakah yang salah dalam teknologi informasi Bank Mega? Kalau nasabah dilaporkan telah mencairkan depositonya oleh yang bersangkutan,

mestinya dengan mudah dan cepat, bank dapat menelusurinya, dan bukti bukti atas pencairan deposito tersebut,” ujarnya lagi.

Disisi lain, informasi yang dihimpun Radarbali.id menyebut ada deposito yang ditanam pada tahun 2012 lalu oleh nasabah, namun dua minggu kemudian, melalui catatan yang diterima, sudah ada yang menarik dana tersebut.

Namun, penarikan itu bukan dari nasabah sendiri. Hal ini tentu mengejutkan Prof Sri Darma. “Kalau begitu, Bank wajib bertanggungjawab,” tegasnya.

“Jika nasabah atau siapa saja (oknum) yang telah mencairkan deposito tersebut, lebih dari 5 tahun, memang membutuhkan waktu untuk menelusurinya,” imbuh Prof Sri Darma.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/