33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:04 PM WIB

Adukan Sandos Cs, Kulik Biaya Rekomendasi DPRD Rp16 M, Gubernur Rp14 M

DENPASAR – Kasus yang membelit Ketua Kadin Bali AA Ngurah Alit Wiraputra di Polda Bali, berbuntut kian panjang.

Alit Wiraputra melalui kuasa hukumnya, Gusti Randa Cs, resmi melaporkan Putu Pasek Sandoz Prawirottama, Candra Wijaya, dan Made Jayantara ke Ditreskrimum Polda Bali, Senin (29/4) kemarin.

Laporan tersebut diterima dengan status aduan masyarakat (Dumas). Polisi masih mempelajari laporan dan bukti pelapor sebelum dinaikkan statusnya menjadi laporan polisi (LP).

“Pengaduan terhadap ketiganya dengan dugaan terlibat tindak pidana penipuan, penggelapan, dan penadahan. Dalam pengaduan ini bukti awalnya adalah

bukti penerimaan dana dari Sutrisno selaku pelapor dalam bentuk rekap bank dan surat menyurat sebagai struktur dalam perusahaan,” beber Gusti Randa.

Menurutnya, permohonan perizinan revitalisasi itu diawali dengan adanya MoU antara Sutrisno Lukito Disastro (pelapor dalam perkara ini) dan Sandoz.

Mereka bersepakat untuk membuat perusahaan bernama PT Bangun Segitiga Mas (BSM). PT ini bertindak sebagai pengembang dalam revitalisasi Pelabuhan Benoa.

Draf MoU itu selanjutnya ditindak lanjuti dengan sebuah kerja sama. Kerja sama itu dilakukan antara Sutrisno dan Abdul Satar terhadap Alit Ketek untuk mendapatkan izin prinsip dari Gubernur Bali.

Untuk mendapatkan izin itu dibutuhkan langkah-langkah. Seperti melakukan audiensi dengan Pemprov Bali, mendapatkan rekomendasi dari DPRD, hingga keluar izin prinsip. 

Dalam kerja sama itu dibagi dua, yaitu mendapatkan rekomendasi DPRD Provinsi Bali biayanya Rp 16 miliar dan untuk mendapatkan izin prinsip gubernur biayanya Rp 14 miliar.

Jadi total semuanya itu membutuhkan biaya sebesar Rp 30 miliar. Tugas Alit Wiraputra adalah mendapatkan rekomendasi.

Dia mendapatkan aliran dana Rp 16 miliar dan sudah berhasil mendapatkan rekomendasi. Yang menarik, dalam proses izin prinsip gubernur oleh PT BSM ini justru yang keluar izinnya atas nama PT Nusa Mega Penida.

Sehingga uang Rp 14 miliar itu tidak pernah dapat. Setelah dicari tahu ternyata PT BSM belum terdaftar sebagai perusahaan.

Menurut Gusti Randa, Alit dikatakan melakukan penipuan dan penggelapan Rp 16 miliar. Tapi faktanya, kata dia, tugas kliennya itu sudah dilaksanakan dan faktanya

uang sebesar Rp 16 miliar itu tidak hanya Alit saja yang mendapatkan bagian, tapi mengalir juga ke ketiga orang yang diadukan ini.

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang belum ada lembaran negaranya bisa ikut mengurus izin revitalisasi sampai keluar rekomendasi ?

Lebih janggal lagi, yang keluar izin prinsipnya malah perusahaan PT Nusa Mega Penida. “Dalam MoU antara Lukito dan Sandoz, status tersangka Alit sebagai saksi.

Dalam kesepakatan itu dikatakan bahwa dengan adanya kesepakatan ini maka harus dibuat sebuah perusahaan yang bernama PT. BSM,” tegasnya.

Karena itu, jika perjanjian atas nama Alit Wiraputra, pihaknya menuturkan bahwa itu bohong. Karena proses pengurusan ini sudah memakai bendera bernama PT BSM.

Meskipun PT BSM belum ada lembaran negaranya di Menkum HAM. Lagipula dalam bertindak pada PT BSM itu segala surat-surat yang keluar, terdapat tanda tangan presiden direktur bukan direktur.

“Buka-bukaan aja. Dalam PT BSM, Alit Wiraputra sebagai direktur, Presiden Direkturnya Candra Wijaya, Sutrisno adalah Komisaris,” tuturnya.

Berdasar UU Korporasi lanjut Randa, direktur adalah pihak kedua. Tapi, ketika dikatakan ada penipuan dan penggelapan oleh Alit Wiraputra yang hanya sebatas direktur juga menjadi pertanyaan.

Pihaknya berkomitmen untuk membongkar kasus ini seterang-terangnya. Sabab, keadilan harus ditegakkan.

Untuk diketahui, Sutrisno dalam PT BSM adalah komisaris. Bagaimana mungkin dalam sebuah perusahaan komisaris melaporkan penipuan dan penggelapan terhadap direkturnya.

“Ini cukup aneh. Sementara surat-surat ke Pemda dan Bappeda memakai nama PT. BSM,” lanjut Gusti Randa.

DENPASAR – Kasus yang membelit Ketua Kadin Bali AA Ngurah Alit Wiraputra di Polda Bali, berbuntut kian panjang.

Alit Wiraputra melalui kuasa hukumnya, Gusti Randa Cs, resmi melaporkan Putu Pasek Sandoz Prawirottama, Candra Wijaya, dan Made Jayantara ke Ditreskrimum Polda Bali, Senin (29/4) kemarin.

Laporan tersebut diterima dengan status aduan masyarakat (Dumas). Polisi masih mempelajari laporan dan bukti pelapor sebelum dinaikkan statusnya menjadi laporan polisi (LP).

“Pengaduan terhadap ketiganya dengan dugaan terlibat tindak pidana penipuan, penggelapan, dan penadahan. Dalam pengaduan ini bukti awalnya adalah

bukti penerimaan dana dari Sutrisno selaku pelapor dalam bentuk rekap bank dan surat menyurat sebagai struktur dalam perusahaan,” beber Gusti Randa.

Menurutnya, permohonan perizinan revitalisasi itu diawali dengan adanya MoU antara Sutrisno Lukito Disastro (pelapor dalam perkara ini) dan Sandoz.

Mereka bersepakat untuk membuat perusahaan bernama PT Bangun Segitiga Mas (BSM). PT ini bertindak sebagai pengembang dalam revitalisasi Pelabuhan Benoa.

Draf MoU itu selanjutnya ditindak lanjuti dengan sebuah kerja sama. Kerja sama itu dilakukan antara Sutrisno dan Abdul Satar terhadap Alit Ketek untuk mendapatkan izin prinsip dari Gubernur Bali.

Untuk mendapatkan izin itu dibutuhkan langkah-langkah. Seperti melakukan audiensi dengan Pemprov Bali, mendapatkan rekomendasi dari DPRD, hingga keluar izin prinsip. 

Dalam kerja sama itu dibagi dua, yaitu mendapatkan rekomendasi DPRD Provinsi Bali biayanya Rp 16 miliar dan untuk mendapatkan izin prinsip gubernur biayanya Rp 14 miliar.

Jadi total semuanya itu membutuhkan biaya sebesar Rp 30 miliar. Tugas Alit Wiraputra adalah mendapatkan rekomendasi.

Dia mendapatkan aliran dana Rp 16 miliar dan sudah berhasil mendapatkan rekomendasi. Yang menarik, dalam proses izin prinsip gubernur oleh PT BSM ini justru yang keluar izinnya atas nama PT Nusa Mega Penida.

Sehingga uang Rp 14 miliar itu tidak pernah dapat. Setelah dicari tahu ternyata PT BSM belum terdaftar sebagai perusahaan.

Menurut Gusti Randa, Alit dikatakan melakukan penipuan dan penggelapan Rp 16 miliar. Tapi faktanya, kata dia, tugas kliennya itu sudah dilaksanakan dan faktanya

uang sebesar Rp 16 miliar itu tidak hanya Alit saja yang mendapatkan bagian, tapi mengalir juga ke ketiga orang yang diadukan ini.

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang belum ada lembaran negaranya bisa ikut mengurus izin revitalisasi sampai keluar rekomendasi ?

Lebih janggal lagi, yang keluar izin prinsipnya malah perusahaan PT Nusa Mega Penida. “Dalam MoU antara Lukito dan Sandoz, status tersangka Alit sebagai saksi.

Dalam kesepakatan itu dikatakan bahwa dengan adanya kesepakatan ini maka harus dibuat sebuah perusahaan yang bernama PT. BSM,” tegasnya.

Karena itu, jika perjanjian atas nama Alit Wiraputra, pihaknya menuturkan bahwa itu bohong. Karena proses pengurusan ini sudah memakai bendera bernama PT BSM.

Meskipun PT BSM belum ada lembaran negaranya di Menkum HAM. Lagipula dalam bertindak pada PT BSM itu segala surat-surat yang keluar, terdapat tanda tangan presiden direktur bukan direktur.

“Buka-bukaan aja. Dalam PT BSM, Alit Wiraputra sebagai direktur, Presiden Direkturnya Candra Wijaya, Sutrisno adalah Komisaris,” tuturnya.

Berdasar UU Korporasi lanjut Randa, direktur adalah pihak kedua. Tapi, ketika dikatakan ada penipuan dan penggelapan oleh Alit Wiraputra yang hanya sebatas direktur juga menjadi pertanyaan.

Pihaknya berkomitmen untuk membongkar kasus ini seterang-terangnya. Sabab, keadilan harus ditegakkan.

Untuk diketahui, Sutrisno dalam PT BSM adalah komisaris. Bagaimana mungkin dalam sebuah perusahaan komisaris melaporkan penipuan dan penggelapan terhadap direkturnya.

“Ini cukup aneh. Sementara surat-surat ke Pemda dan Bappeda memakai nama PT. BSM,” lanjut Gusti Randa.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/