29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:30 AM WIB

AWK Lapor Polda Bali, Praktisi Hukum Minta Polisi Balik Usut Kasus AWK

DENPASAR – Kasus dugaan penganiayaan yang menimpa anggota DPD RI Arya Wedakarna alias AWK saat terjadinya demo yang dilakukan sekelompok masyarakat

di kantor DPD RI Bali di Renon, Denpasar akhirnya dilaporkan ke Polda Bali oleh AWK sendiri sore hari kemarin ke Ditreskrimum Polda Bali.

AWK melaporkan dugaan penganiayaan tersebut didampingi pengacaranya dengan membawa barang bukti berupa rekaman video dan sejumlah barang yang dirusak pendemo.

Terkait tindakan pelaporan yang dilakukan AWK, praktisi hukum I Nengah Yasa Adi Susanto mengatakan bahwa langkah AWK tersebut merupakan hak dari AWK.

Pria yang juga pernah melaporkan AWK ke Polda Bali terkait dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh AWK terhadap ajudannya menerangkan jika sudah sewajarnya dia membuat laporan karena merasa sebagai korban.

“Jadi, memang sudah sewajarnya dia melapor ke polisi karena negara ini adalah negara hukum. Tapi, polisi dalam hal ini Polda Bali juga pastinya akan melakukan penyelidikan

apakah orang yang dilaporkan oleh AWK memenuhi alat bukti atau tidak, itu tergantung dari hasil penyelidikan nanti,” kata Adi Susanto, Jumat (30/10).

Dijelaskan Adi Susanto, dilihat dari rekaman yang beredar, AWK sepertinya membuat pernyataan yang provokatif dan suaranya bernada ancaman dan menantang masyarakat yang ikut demo saat itu.

“Sehingga bisa jadi, karena kesal dengan ucapan AWK yang provokatif sehingga ada peserta demo yang diduga memukul

kepalanya sesuai dengan rekaman video yang beredar,” tegas advokat yang juga pernah melaporkan AWK ke Badan Kehormatan DPD RI ini. 

Menurut Adi Susanto, jika Polda Bali mau memproses kasus dugaan penganiayaan yang menimpa AWK saat demo kemarin,

maka seharusnya Polda Bali juga berani terbuka dan memproses dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh AWK terhadap mantan ajudannya.

Kasus dugaan penganiayaan mantan ajudan AWK dengan inisial PTMD terjadi tanggal 5 Maret 2020.

Kasusnya dilaporkan ke Polda Bali tanggal 8 Maret 2020, namun sampai saat ini tidak ada kejelasan apakah kasus ini lanjut atau sudah SP3. 

“Saya sebagai salah satu advokat yang mendampingi PTMD (mantan ajudan AWK) saat itu dan sudah ada lebih dari 2 alat bukti, namun sampai saat ini kasus ini tidak jelas.

Saat saya masih menjadi Penasehat Hukum korban katanya laporannya dicabut oleh korban dan kuasa kami juga telah dicabut oleh korban.

Namun, menurut hemat saya karena ini kasus pidana murni dan bukan delik aduan seharusnya proses hukum berjalan terus dan tidak bisa dihentikan,” terangnya. 

Jika mau mengacu pada PERKAP 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana juga tidak memenuhi syarat materiil bila mau diselesaikan secara restorative justice.

Karena kasus dugaan penganiayaan tersebut telah menimbulkan keresahan masyarakat sehingga tidak bisa diselesaikan secara mediasi dan harus tetap diproses sesuai dengan hukum.

“Jadi, kalau polisi mau memproses laporan dugaan penganiayaan yang menimpa AWK maka menurut saya polisi harus berani terbuka kepada masyarakat Bali dengan

menjelaskan apakah kasus dugaan penganiayaan PTMD oleh AWK tersebut sudah ada penetapan Tersangka dan ada SPDP yang dikirim

ke Kejati Bali ataukah kasus tersebut sudah SP3,” kata pria asli Desa Bugbug, Karangasem yang akrab disapa Jero Ong ini.

“Biar hukum itu sesuai dengan asas equality before the law, maka seharusnya selesaikan dulu dugaan penganiayaan AWK terhadap

mantan ajudannya baru kemudian proses dugaan penganiayaan yang menimpa AWK,” tutur Jro Ong yang juga Ketua DPW PSI Bali ini. 

DENPASAR – Kasus dugaan penganiayaan yang menimpa anggota DPD RI Arya Wedakarna alias AWK saat terjadinya demo yang dilakukan sekelompok masyarakat

di kantor DPD RI Bali di Renon, Denpasar akhirnya dilaporkan ke Polda Bali oleh AWK sendiri sore hari kemarin ke Ditreskrimum Polda Bali.

AWK melaporkan dugaan penganiayaan tersebut didampingi pengacaranya dengan membawa barang bukti berupa rekaman video dan sejumlah barang yang dirusak pendemo.

Terkait tindakan pelaporan yang dilakukan AWK, praktisi hukum I Nengah Yasa Adi Susanto mengatakan bahwa langkah AWK tersebut merupakan hak dari AWK.

Pria yang juga pernah melaporkan AWK ke Polda Bali terkait dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh AWK terhadap ajudannya menerangkan jika sudah sewajarnya dia membuat laporan karena merasa sebagai korban.

“Jadi, memang sudah sewajarnya dia melapor ke polisi karena negara ini adalah negara hukum. Tapi, polisi dalam hal ini Polda Bali juga pastinya akan melakukan penyelidikan

apakah orang yang dilaporkan oleh AWK memenuhi alat bukti atau tidak, itu tergantung dari hasil penyelidikan nanti,” kata Adi Susanto, Jumat (30/10).

Dijelaskan Adi Susanto, dilihat dari rekaman yang beredar, AWK sepertinya membuat pernyataan yang provokatif dan suaranya bernada ancaman dan menantang masyarakat yang ikut demo saat itu.

“Sehingga bisa jadi, karena kesal dengan ucapan AWK yang provokatif sehingga ada peserta demo yang diduga memukul

kepalanya sesuai dengan rekaman video yang beredar,” tegas advokat yang juga pernah melaporkan AWK ke Badan Kehormatan DPD RI ini. 

Menurut Adi Susanto, jika Polda Bali mau memproses kasus dugaan penganiayaan yang menimpa AWK saat demo kemarin,

maka seharusnya Polda Bali juga berani terbuka dan memproses dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh AWK terhadap mantan ajudannya.

Kasus dugaan penganiayaan mantan ajudan AWK dengan inisial PTMD terjadi tanggal 5 Maret 2020.

Kasusnya dilaporkan ke Polda Bali tanggal 8 Maret 2020, namun sampai saat ini tidak ada kejelasan apakah kasus ini lanjut atau sudah SP3. 

“Saya sebagai salah satu advokat yang mendampingi PTMD (mantan ajudan AWK) saat itu dan sudah ada lebih dari 2 alat bukti, namun sampai saat ini kasus ini tidak jelas.

Saat saya masih menjadi Penasehat Hukum korban katanya laporannya dicabut oleh korban dan kuasa kami juga telah dicabut oleh korban.

Namun, menurut hemat saya karena ini kasus pidana murni dan bukan delik aduan seharusnya proses hukum berjalan terus dan tidak bisa dihentikan,” terangnya. 

Jika mau mengacu pada PERKAP 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana juga tidak memenuhi syarat materiil bila mau diselesaikan secara restorative justice.

Karena kasus dugaan penganiayaan tersebut telah menimbulkan keresahan masyarakat sehingga tidak bisa diselesaikan secara mediasi dan harus tetap diproses sesuai dengan hukum.

“Jadi, kalau polisi mau memproses laporan dugaan penganiayaan yang menimpa AWK maka menurut saya polisi harus berani terbuka kepada masyarakat Bali dengan

menjelaskan apakah kasus dugaan penganiayaan PTMD oleh AWK tersebut sudah ada penetapan Tersangka dan ada SPDP yang dikirim

ke Kejati Bali ataukah kasus tersebut sudah SP3,” kata pria asli Desa Bugbug, Karangasem yang akrab disapa Jero Ong ini.

“Biar hukum itu sesuai dengan asas equality before the law, maka seharusnya selesaikan dulu dugaan penganiayaan AWK terhadap

mantan ajudannya baru kemudian proses dugaan penganiayaan yang menimpa AWK,” tutur Jro Ong yang juga Ketua DPW PSI Bali ini. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/