DENPASAR – Tepukan tangan Presiden Joko Widodo di pundak kanan I Wayan Swarsa, Sabtu (7/4/2018) mengubah segalanya.
Setelah mengabdikan diri sebagai Kelian Banjar Buni Kuta (2003-2012) dan Bendesa Adat Kuta (2013-2018),
kini Sang Koordinator Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa itu mencari “estafet” perjuangan baru, yakni kursi legislator Bali.
Karena Jokowi, Swarsa percaya masih ada tempat bagi “politisi baik” di NKRI
Mengapa seorang I Wayan Swarsa harus hadir dalam kancah politik Bali?
Hak berpolitik itu mutlak untuk setiap individu di NKRI. Tidak mudah mengambil keputusan untuk terlibat langsung dalam politik praktis.
Apalagi setelah 15 tahun lebih berkecimpung dalam dunia pengabdian adat Bali yang secara prinsip dan kenyataan sangat kontradiktif dengan perilaku politik saat ini.
Banyak tawaran dari elite parpol agar saya berpolitik. Khususnya, saat menjabat Bendesa Adat Kuta. Tapi, saya tolak.
Bapak Jokowi yang membuat saya akhirnya terpanggil ke dunia ini. Itu pun setelah tidak lagi menjadi Bendesa Adat Kuta.
Masuk politik karena Presiden Jokowi? Bisa dijelaskan!
14 hari sebelum ibu saya meninggal dunia, saya mendapat restu Beliau menghadiri Konvensi Nasional Galang Kemajuan (GK) Center Jokowi 2018 di Gedung Puri Begawan, Kota Bogor, Jawa Barat.
Saya diundang khusus dalam kapasitas sebagai penasihat Laskar Nusantara. Sentuhan tangan presiden di pundak kanan Wayan Swarsa, Sabtu, 7 April 2018,
menyebabkan saya berani mengambil keputusan ini (berpolitik, red). Sebelum bertemu langsung, 4 kali saya memimpikan Presiden Jokowi. Itu yang mengubah pikiran saya.
Bagaimana Anda memahami istilah politik?
Bagi saya politik adalah niat dan tujuan pikiran. Tidak ada aspek kehidupan manusia yang terlepas dari politik. Kita bisa bernafas dengan leluasa hari ini karena politik.
Setelah usai menjadi pengabdi adat, maka jalan politik ini bagi saya menjadi alat perjuangan ke depan. Saya berpolitik praktis setelah melepas tanggung jawab sebagai Bendesa Adat Kuta.
Tiang berkomitmen selama jadi bendesa tidak akan berpolitik praktis karena tidak baik bagi kesatuan dan persatuan masyarakat adat.
Mustahil bisa mengubah situasi negara menjadi lebih baik bila tidak masuk ke dalam sistem kewenangan yang ada. Jadi, saya harus berpolitik.
Apa istimewanya I Wayan Swarsa, caleg DPRD Provinsi Bali nomor urut 1 dapil Badung dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI)?
Basic tiang adalah pengabdi adat. Saat memimpin Desa Adat Kuta saya merasakan bagaimana hantaman-hantaman dari luar.
Dampak nyatanya adalah pola hidup dan kondisi internal masyarakat Bali yang kian kian rapuh. Bila hal ini tidak dibenahi, maka akan sangat merugikan Bali.
Dalam hal inilah saya akan mengambil peran. Saat jadi bendesa, saya menjalankan program bernama Sistem Informasi Desa Adat Kuta (Simdaku) Krama Tamiu.
Ini adalah aplikasi pendataan penduduk non adat Kuta yang berdomisili di wilayah adat Kuta. Bertujuan untuk membantu pemerintah dan aparat keamanan memantau keberadaan domisili penduduk non adat Kuta secara online.
Ini adalah salah satu partisipasi desa adat di Bali untuk NKRI. Program ini bukan duplikasi dokumen kependudukan karena hanya
bertujuan memastikan keberadaan nyata siapa saja yang berdomisili berdampingan dengan masyarakat adat Kuta.
Apa prestasi Anda sehingga layak jadi wakil masyarakat Kabupaten Badung di tingkat provinsi?
Saya dipercaya sebagai penasihat DPP Barisan Pendukung Joko Widodo (BPJW). Juga dipercaya sebagai Dewan Pembina BPD Laskar Nusantara RI dan Dewan Pembina BPD Laskar Nusantara Provinsi Bali sejak 2017.
Bersama saya Desa Adat Kuta meraih juara 1 lomba desa adat di tingkat kabupaten dan provinsi tahun 2014.
Saya sendiri meraih penghargaan Kerthi Budaya dari Bupati Badung tahun 2014 karena melestarikan kesenian langka Sang Hyang Jaran.
Tahun 2017 DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Bali memberikan saya predikat individu berprestasi tingkat provinsi. (rba)