Nyoman Seraya alias Bule Lenggar 55 mengaku betah hidup di Bali. Sekalipun di tengah mewabahnya virus corona seperti sekarang ini, dirinya enggan untuk pulang ke negaranya: Kanada. Seperti apa?
WAYAN PUTRA, Amlapura
BANYAK warga negara asing (WNA) yang gagal pulang ke negaranya selama pandemic Covid-19. Selain tidak ada penerbangan, banyak di antaranya yang kehabisan bekal.
Dampaknya banyak di antara mereka yang ditahan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). Belum lagi yang stress dan harus mendapat perawatan di RSJ Bangli.
Tapi, ada juga yang memanfaatkan situasi wabah Covid-19 untuk melakukan hal-hal positif. Seperti yang dilakukan bule Kanada yang memiliki nama Bali Nyoman Seraya alias Bule Lenggar.
Lenggar berusaha mengais rezeki ditengah pandemic dengan membikin video lucu yang kemudian dia unggah di chanel Youtube.
Video lucu yang dia garap lain dari yang lain. Meski berbahasa ibu bahasa Inggris, Lenggar menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa pengantar di chanel Youtube-nya.
Bahkan, Lenggar mengaku sudah menyelesaikan satu film yang pengambilan gambarnya dilakukan di Seraya dan Ujung, Karangasem.
Karena baru memulai, belum banyak yang men-subscriber akunnya. Baru sekitar 1.000 subscriber. “Temanya jaga jarak,” ujar Lenggar.
Misalnya, ada ide membeli barang, tapi menggunakan tusuk yang panjang untuk mengambil barang agar tidak bersentuhan langsung dengan barang yang dibeli.
Ada juga ide jaga jarak saat beli sate, jaga jarak beli bakso atau beli bensin, misalnya. “Ada tim kecil untuk memikirkan ide-ide apa yang perlu dibuat di video,” bebernya.
Untuk mempromosikan karya-karyanya tersebut, Nyoman Seraya mengaku memilih promosi menggunakan stiker.
Hal ini memang agak kuno ditangah berbagai fasilitas online sekarang ini. Dirinya mengaku tidak suka promosi di medsos karena ribet.
Sementara dipilihnya bahasa Bali, Seraya beralasan ingin melestarikan bahasa Bali. Dengan banyak orang memakai bahasa Bali, maka bahasa Bali bisa tetap lestari.
“Saya juga suka bahasa Bali, suka semua hal yang ada di Bali,” tutur Seraya yang mengaku belum tahu banyak tulisan dan arti bahasa Bali.
“Ya, baru bisa bedik bedik (sedikit sedikit, red),” ujar merendah saat ditemui Jawa Pos Radar Bali di Lapangan Tanah Aron, Kota Amlapura.
Lenggar sendiri mengaku sudah 20 tahun tinggal di Bali. Selama ini dirinya mengaku hidup dari bunga deposito, bukan hasil kerjanya.
“Ya, murah hidup di Bali,” beber Seraya. Hal ini berbeda dengan di negaranya Kanada yang biaya hidupnya sangat mahal.
Salah satu alasanya betah di Bali, selain karena suka pulau ini juga karena jatuh cinta dengan orang Bali. Seraya mengaku memiliki istri orang Bali, asal Sibetan.
Selama ini dia tinggal di Seraya tepatnya di Banjar Merajan, Seraya Barat, Karangasem. Saking cintanya dengan Bali, dia mendesain rumahnya dengan arsitektur Bali.
“Saya beli rumah Bali di Kintamani, kemudian saya bangun di Seraya,” akunya. Selaian buat video, dia juga kerap melukis dan juga membuat lagu berbahasa Bali.
“Saya baru selesai membuat satu lagu, judulnya Jam Telu (Jam Tiga Red),” katanya. Lagu ini bertema cinta, menceritakan rasa rindu sang kekasih sehingga harus menunggu sekian waktu.
Kedepan dirinya punya cita-cita membuat film tentang Bali dan berencana membangun studio. Cita – cita lainya adalah ingin menjadi direktur Seni di Bali.
Secara khusus dia juga mengkritik Bali sekarang ini jorok. Banyak billboard atau papan reklame kosong yang dibiarkan begitu saja.
Pemandangan seperti ini jelas tidak bagus dan terkesan jorok. Seraya mengatakan kalau Bali sebenarnya tidak cocok dipasangi billboard.
“Bali punya banyak keunggulan, tapi sayang kurang digarap maksimal,” tambahnya. Untuk pandemic corona, Seraya memprediksi dampaknya bisa sampai lima tahun kedepan.
“Karena itu kita harus mandiri, berdayakan kemampuan diri sendiri untuk menghadapi pandemic ini,” pungkasnya. (*)