Hidup sebatangkara setelah ditinggal istri, tak membuat Johan Imortal Riwu Rohi, 58, patah semangat. Berbekal semangat hidup tinggi, ia rela menjadi tukang cuci keliling demi menghidupi anak kesayangannya. Sayang, semangat itu mendadak hilang, setelah anak bungsunya CI alias Imen, 16, duduk di kursi pesakitan karena terlibat kasus pengeroyokan dan penganiayaan yang menewaskan Prada Yanuar Setiawan, salah seorang siswa Secata Dikjur Infanteri Singaraja.
DIDIK DWI PRAPTONO, Denpasar
PERAWAKAN kurus, kulit keriput, dan rambutnya yang sudah memutih makin membuat Opa Johan-begitu pria asal Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini biasa disapa tak bisa menutupi wajah tuanya.
Bolak-balik keluar masuk ruang sidang, Opa Johan tampak begitu menahan kepanikan. Sesekali ia menarik sebatang rokok yang ada disaku bajunya dan kemudian pelan-pelan menyalakan rokok dan kemudian menghisap pelan sambil berdiri melamun di depan ruang sidang anak Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Matanya berkaca, dan wajahnya terlihat kuyu memerah. Sempat berbagi cerita tentang kehidupan masa lalunya, Opa Johan pun akhirnya mau blak-blakan menceritakan perbuatan Imen hingga dia berstatus terdakwa.
“Sewaktu kejadian saya tidur di rumah. Memang sejak dua bulan terakhir, dia jarang pulang. Kalau pulang dia hanya mandi dan minta uang lalu pergi lagi dia kumpul dengan pelaku (terdakwa) lain itu,” aku Johan di PN Denpasar, kemarin (3/8) .
Padahal, menurut pria yang kini tinggal di Nuansa Kori Jimbaran ini, sebelum jarang pulang dan salah pergaulan, Imen dikenal sebagai anak yang pendiam, penurut, dan rajin.
“Dia juga dulu yang bantu saya antar jemput cucian dan setrika. Sejak ditinggal ibunya (Rosalina Gelu Rowu Rohi atau Sengge) umur 8 tahun saya yang asuh. Kakaknya tiga yang sudah jadi manajer kafe dan barista tidak urus. Tapi, sejak dua bulan, dia malas. Bahkan dia juga tidak mau sekolah. Sampai guru SMK-nya ke rumah dan minta agar dia sekolah tapi tidak mau “ujarnya.
Bahkan, soal perilaku Imen yang berubah menjadi anak pemalas dan sering kelayapan, sebagai ayah, ia sempat memohon ke Imen.
“Saya sampai menyembah-nyembah. Tapi dia tidak mau, dan setiap pulang selalu minta uang kadang Rp 50 ribu sampai Rp 300 ribu. Terakhir sampai malam kejadian dia minta Rp 200 ribu,” imbuhnya.
Pasca ditangkap, kata pria yang sempat menjadi penyanyi di kafe dan guide itu, ia juga sempat menanyakan langsung ke Imen kalau dia selain konsumsi alkohol, juga konsumsi narkoba.
“Dia ngaku sendiri ke saya. Bahkan saya minta polisi ditelusuri. Saya curiga dia jadi kurir, karena kalau tidak uang darimana?” tanyanya.
Sebagai orang tua, Johan mengaku terpukul. “Tapi saya harus kuat menghadapi. Ngalir seperti air. Saya juga harus tetap bekerja. Saya kuat karena banyak yang bantu kasih kue ke saya,”tambahnya.
Lalu apa harapan dengan kasus yang menimpa anaknya? Ditanya begitu, pria yang mengaku mulai merantau di Bali dari sejak tahun 2000 ini menyatakan bahwa dia tak ingin anaknya bebas.
“Saya tidak ingin dia dibebaskan. Biar ada efek jera. Saya akui salah. Nasi sudah jadi bubur, “akunya.
Bahkan sebagai bentuk permintaan maaf, Johan nekat mencium lutut Mohammad Nazir yang tak lain paman korban dari mendiang Prada Yanuar.
“Kalau adat kami di Sabu, sebagai bentuk permohonan maaf kami cium hidung. Tadi saya cium lutut sebagai permohonan maaf dan bentuk pengakuan kesalahan, “pungkasnya. (*/mus)