Kesiapsiagaan menjadi urgen menghadapi sebaran virus korona, Novel Corona Virus (2019 nCoV). Virus yang belum ada obatnya, ini wajib dicegah sejak dini.
NI KADEK NOVI FEBRIANI, Denpasar
MESKI tak menjadi salah satu rumah sakit utama penangan pasien jika ada yang terdeteksi korona atau sudah terjangkit, rumah sakit tingkat II Udayana atau
RSAD Denpasar melakukan persiapan dengan melakukan simulasi penanganan kasus virus corona, yang berlokasi di ruang UGD.
Bahkan, di sekitar rumah sakit terpasang edukasi tentang virus corona. Seperti gejala, pencegahan dan juga ada dalam bentuk banner alur pneumonia virus corona.
Ketua Komite PPI RS Tk.II Udayana ( IPCD) dr. Putu Apri Dianti, di RSAD Udayana, menceritakan bagaimana skenario dibuat Kamis lalu (30/1).
Ia mengajak seluruh perawat dan tim dokter yang ada ikut serta. Termasuk sopir ambulans bagaimana cara merujuk pasien ke rumah sakit fasilitas yang lebih tinggi.
Teknisnya dari kedatangan pasien yang masuk melalui UGD sampai jika dirujuk ke Rumah Sakit Sanglah atau yang memiliki fasilitas besar.
Dia mengumpamakan dua orang perawat sebagai pasien yang terinfeksi virus corona. “Yang menjadi pasien itu adalah dua orang perawat kami,
satu perawat itu berakting seperti pasien dengan infeksi corona virus, seperti batuk-batuk, keluhan sesak dan gangguan pernafasan,
satu perawat lainnya sebagai pengantar pasien,” katanya didampingi langsung oleh Kol Ckm dr. I Made Mardika, SpPD, MARS, Kakesdam IX/Udayana.
Melihat video yang ditampilkan, para dokter dan perawat ketika menghadapi pasien yang diduga korona ada memakai
alat pelindung diri (APD) lengkap sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
“Jadi satu perawat berakting seperti krna infeksi korona virus batuk-batuk dan keluhan sesak gangguan pernafasan.
Sementara lainnya sebagai pengantar pasien. Langsung di sana mengedukasi untuk memakai masker,” ucapnya.
Dikatakan APD berupa penggunaan seragam seperti astronot dan sepatu lengkap masker partikulat atau N95 kemudian memakai visor, memakai sarung tangan yang tebal, penutup kepala, dan kacamata.
Apri menjelaskan saat simulasi peran dari kedua perawat bertujuan untuk mengedukasikan bahwa ketika kondisi sedang batuk harus memakai masker untuk menghindari percikkan batuk itu ke arah pasien lain.
Kemudian, kegiatan cuci tangan terlebih dahulu karena cuci tangan adalah salah satu cara yang terpenting dalam mengurangi risiko infeksi virus terutama yang terjadi di rumah sakit.
Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan triase oleh dokter dan perawat.
“Seperti kita ketahui infeksi atau penyebaran virus bakteri dan lain-lain itu lebih banyak digunakan atau ditransmisikan dari tangan tenaga medisnya.
Setelah itu dilanjutkan dengan pemeriksaan dokter dan apabila didapatkan kecurigaan pasien terinfeksi virus, selanjutnya menyiapkan ruang isolasi di UGD kami,” jelasnya.
Setelah mendapat kecurigaan korona virus , perawat menginformasikan ke perawat UGD bahwa satu pasien butuh ruang isolasi.
Selanjutnya, tim medis menggunakan APD lengkap, sepatu boots dan kelengkapan sesuai SOP untuk penanganan virus menular seperti corona.
Terhadap penanganan virus ini, pihaknya mengaku mengikuti jenis kewaspadaan berbasis transmisi.
Transmisi disebut sebagai bentuk kewaspadaan terhadap pasien rawat inap dengan tanda infeksi baru yang ditentukan berdasarkan kriteria klinis dan epidemiologis sebelum diperoleh hasil laboratorium.
Ia menjelaskan, transmisi yang diikuti dibagi menjadi tiga. Yaitu, kewaspadaan kontak, kewaspadaan percikan (droplet), dan kewaspadaan udara (airborne).
“Ketiga transmisi ini yang harus kita lakukan yaitu kontak droplets dan airborne, jadi ketiga ini yang kita adopsi dan kemarin juga kita sudah
simulasikan bagaimana pemakaian APD yang lengkapnya kemudian cara mentransfer pasiennya kemudian sampai pada tahap pasien dirujuk ke rumah sakit yang lebih tinggi fasilitasnya,” katanya.
Ia mengatakan bahwa saat ini di RS Tk. II Udayana belum tersedia hepa filter. Namun, proses pembuatan tekanan negatif
dilakukan dengan memakai pengaturan ventilasi mekanik yaitu dengan menggunakan exhaust fan di bawah tempat tidur.
Dalam simulasi ini pihaknya melibatkan 100 tenaga medis dari dokter hingga perawat. Untuk kasus dengan diagnosa pneumonia
yang akan diturunkan yaitu dokter ahli penyakit dalam sebagai Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) utamanya.
“Untuk DPJP yang lain mengikuti, nah kalau misalnya ditemukan kasus dengan gangguan pernapasan otomatis akan ada DPJP
tambahan. Kesiapsiagaan juga sudah kami lakukan dengan kesiapan SDM, fasilitas, dan sistem yang dimiliki,” jelasnya.
Sementara itu, Made Mardika mengatakan simulasi ini sangat penting bagaimana menangani bilang RSAD menerima pasien yang
terduga atau ciri-ciri ke arah terjangkit virus corona. Adapun tujuan simulasi untuk antisipasi bila kejadian wabah virus corona. (*)