Geliat pariwisata di Kuta memang tampak menurun. Jalan raya Kuta, Legian, maupun Seminyak yang kerap macet, kini agak sedikit lenggang.
Satu sisi, memang awal bulan Februari sampai April memasuki low season dan diperparah dengan wabah Covid-19.
NI KADEK NOVI FEBRIANI, Mangupura
PEMILIK usaha maupun pelaku usaha pasti merasakan adanya penurunan wisatawan yang datang ke Bali. Berbagai usaha dilakukan supaya ada pemasukan untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar tagihan.
Tapi, dibalik itu ada juga yang mendapatkan hikmah. Ni Wayan Ani, pemilik homestay asal Kuta, misalnya. Dia memiliki cerita menarik karena mewabahnya virus corona ini.
Pada awal Februari lalu, penginapannya sepi. Ia kebingungan, dan sempat pusing karena salah satu rumah yang disewakan kosong.
Kemudian, tiba-tiba ada turis perempuan asal Wuhan, Tiongkok menghubunginya untuk memesan penginapan dengan rentan waktu yang lama. Sekitar 2 minggu.
Karena takut Ani menolak. Turis asal Wuhan itu langsung memberikan jaminan bahwa dia dan kakak perempuan serta anak-anaknya yang diajak berlibur ke Bali dalam kondisi sehat.
Bahkan, dia memperlihatkan suhu tubuh yang normal. Selain itu, turis Wuhan itu mengatakan berada di Bali sejak awal Januari sebelum ada berita kasus corona.
Ia menginap di daerah Canggu. Dia seharusnya balik pertengan Februari. Namun, memutuskan perpanjang tinggal di Bali, karena kasus Covid-19.
Apalagi sejak 5 Februari lalu penerbangan dari dan ke Tiongkok ditutup. Sontak kondisi itu membuat Wayan Ani gembira.
Akhirnya, ada yang booked di masa tamu sepi. “Ya turis ini wanita sama kakaknya wanita juga dan anak-anak mereka,” ucapnya.
Ani memperlihatkan percakapannya dengan turis Wuhan itu. “We’ve been in Bali for 1 month. We are very healthy. We take our temperature every day, everything is normal. Please rest assured,” ucapnya untuk meyakinkan.
Karena merasa aman, Ani pun menerimanya dan mengizinkan mereka menyewa penginapannya yang beralamat di seputaran Kuta.
Sama halnya seperti Ani, Wayan Wiadnyana , asal Kuta bekerja sebagai sopir freelance juga terkena imbasnya.
Pekerjaan sehari-harinya mengantar tamu tur ke berbagai objek wisata di Bali dan kadang juga sering menjemput tamu di bandara.
Wiadnyana tidak menyalahkan tamu sepi karena corona. Tapi, sejatinya saat bulan ini memasuki musim sepi (low season).
“Sebenarnya dari bulan Januari- Maret itu memang dari tahun ke tahun low season tapi dibandingkan dari tahun ke tahun memang sepi,” ucapnya.
Biasanya dalam seminggu, Wiadnyana bisa tiga sampai empat kali mengantarkan tamu untuk tur. Tapi, kali ini saking sepinya dia sudah lama tidak melakukan perjalanan wisata.
Terakhir diakuinya 18 Februari. Oleh karena itu, dia harus berjibaku untuk membuat dapurnya tetap mengepul dan terutama bisa bayar cicilan setiap bulan.
Pekerjaan Wiadnyana tidak hanya sebagai sopir. Ia memiliki usaha penyewaan sepeda motor dan laundry. Nasibnya pun sama, ada penurunan.
Kendati demikian, tidak serta-merta menganggap ini wabah corona. Hanya di bulan-bulan ini tamu tidak banyak yang datang. Pasarnya juga bukan turis Tiongkok, tapi Australia, Rusia, dan Eropa.
Baginya, bukan corona ini penyebab wisatawan menurun. Ada beberapa faktor yang krusial mencoreng pariwisata Bali.
Di antaranya kasus kriminal yang kerap terjadi di daerah wisata seperti Kuta, Legian, Seminyak sampai Ubud. Ditambah juga kemacetan yang tidak pernah terselesaikan.
Sebelumnya, juga pernah terjadi kejadian luar biasa, seperti ada erupsi Gunung Agung juga berpengaruh pada pariwisata.
Menurutnya, wabah corona jangan terlalu diperbesarkan dan panik. “Biarkan pemerintah yang bekerja. Kita juga jangan cepat-cepat
membagikan berita yang belum tentu kebenarannya atau hoaks di media sosial. Mungkin itu buat wisman terpengaruh datang atau tidak ke Bali,” ujar pria tambun ini.
Karena lama tidak antar turis untuk tur, Wiadnyana bisa meluangkan waktunya untuk mengurusi burung peliharannya.
Ia tidak terlalu pusing, sebab dia yakin wabah ini jangan disikapi dengan rasa takut, tapi waspada. Dan satu pesannya, jangan diperkeruh dengan membagikan berita yang tidak benar. (*)