Radar Bali-Setiap bulan ratusan pondok pesantren (Ponpes) di lingkungan LDII meluluskan 800-1.000-an santri. Mereka kemudian disebar di pelosok-pelosok Indonesia untuk mengajar di majelis-majelis taklim LDII.
“Mereka bisa mengedukasi umat sekaligus berdakwah melalui media sosial,” tuturnya Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, Selasa (6/9).
Media sosial sebagai ruang publik menjadi alat penyebaran radikalisme, liberalisme, hedonisme, hingga berbagai perilaku menyimpang. Problematika ini mendorong DPP LDII menjadikan media sosial sebagai area dakwah bil haal. Para santri yang nantinya menjadi juru dakwah LDII diajak meramaikan media sosial.
“Kami mendorong literasi media sosial di kalangan santri. Mereka memiliki modal ilmu, dengan beraktivitas di media sosial, mereka bisa menebarkan kebaikan secara lebih luas. Terutama generasi muda yang haus informasi,” paparnya.
KH Chriswanto pun meminta para santri peka dan melanjutkan dakwahnya di media sosial. Menurutnya, perkembangan teknologi digital harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memasifkan pemberitaan atau informasi positif.
Tujuannya, agar amar ma’ruf kian meluas di kalangan masyarakat, agar kehidupan mereka tidak hanya menuruti hawa nafsu lalu menabrak norma agama dan budaya, “Dengan memperbanyak sumber daya jurnalis dan para santri yang memiliki keterampilan bermedia sosial, mereka dapat mengedukasi umat dan berdakwah di media sosial,” ujarnya.
Para santri nantinya, menyiarkan kebaikan yang universal dengan memegang teguh prinsip jurnalisme positif. “Berita atau informasi yang dimuat, dalam koridor Pancasila, moralitas, nilai agama Islam, dan etika jurnalistik. Jangan sampai melanggar etika tersebut,” kata KH Chriswanto.
Senada dengan Ketua Umum DPP LDII, Ketua Ponpes Wali Barokah, Kediri, Jawa Timur, KH Sunarto mengungkapkan, kontribusi LDII melalui delapan bidang pengabdian perlu diinformasikan dan dikomunikasikan ke masyarakat luas. “Kemas berita atau informasi dengan santun, dan hindari hal yang dapat menyinggung,” jelasnya.
Menurutnya, tak hanya warga LDII saja yang diharapkan dapat bijak di media sosial. Para santri, kini memiliki tugas berkontribusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan membantu pemerintah membentuk karakter bangsa yang pancasialis.
Keprihatian KH Sunarto pengasuh ponpes utama yang bekerja sama dengan LDII dalam menghasilkan juru dakwah itu, diamini oleh koleganya Habib Ubaidillah Al Hasany, Ketua Ponpes Al Ubaidah, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur.
“Sebagai pesantren yang khusus untuk menguji para santri yang akan disebar ke berbagai pelosok tanah air, kami bertanggung jawab menjadikan santri sebagai penegak empat pilar kebangsaan,” kata Habib Ubaid.
Ponpes Al Ubaidah membekali para santri dengan pemahaman kebangsaan, dengan menghadirkan pemateri dan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Nganjuk, Koramil, dan Polres. (mar/han)