29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:11 AM WIB

Hidupi Adik Kandung Penderita Tuna Grahita, Ikhlas Jadi Tukang Pijat

Ni Wayan Sukrani, 35, begitu ulet bekerja. Kerja keras itu harus dia lakoni lantaran dirinya kini menjadi tulang punggung dua adiknya setelah ditinggal mati ayah dan ibunya.

 

DEWA AYU PITRI ARISANTI, Semarapura

TAK ada raut capek di wajah Ni Wayan Sukrani meski harus banting tulang bekerja memenuhi kebutuhan pribadi dan dua adiknya, I Kadek Suardana, 14, dan I Komang Dharma Santika,7.

Sukrani menuturkan ayahnya I Wayan Mudra meninggal dunia tiga tahun lalu. Celakanya, tak lama setelah itu ibu tirinya Ni Nyoman Sulasmini memilih kembali pulang ke rumah orang tuanya.

Mirisnya, ibu tirinya tak mengajak mereka. “Kalau ibu kandung saya bernama Wayan Serengen. Dia meninggal dunia saat saya masih kecil, kelas III SD,” ujar Sukrani kemarin.

Saat ditemui di kediamannya yang sangat sederhana di Desa Tojan, tubuh Sukrani tampak dipenuhi kapur putih atau yang oleh masyarakat Bali disebut dengan “pamor”.

Menurut Sukrani, pekerjaan sebagai produsen kapur putih baru dilakoninya setelah ada seseorang yang berbelas kasih memberikan dia uang untuk membuat usaha kecil-kecilan.

Namun, tidak banyak penghasilan yang bisa ia dapat dari usaha tersebut. “Tiga hari sekali saya jual ke pasar. Hasil bersihnya Rp 20 ribu,” ungkapnya.

Penghasilannya yang tak seberapa itu digunakan untuk membiayai hidup sehari-hari bersama dua orang adiknya.

Sukrani mengakui dengan penghasilan Rp 20 ribu per tiga hari sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lebih-lebih salah satu adiknya Suardana sebagai penyandang tuna grahita.

Sedangkan adiknya Santika kini masih duduk di bangku kelas I SD Negeri 1 Tojan. Selain menjual kapur, Sukrani mengaku menggarap sawah dan menjadi buruh cuci pakaian.

Sesekali dia juga merangkap sebagai tukang pijat jika dibutuhkan. Semua itu dilakukkan untuk memenuhi kebutuhan adik-adiknya.

“Kalau upah cuci baju itu tergantung banyaknya baju. Upahnya bisa Rp 15 ribu – Rp 20 ribu. Begitu juga untuk upah memijat.

Tapi, kan tidak setiap hari, jadi kadang-kadang kekurangan uang juga. Kalau tidak punya uang, saya kadang utang di warung atau pinjam sama tetangga. Utang saya sekitar Rp 3 juta,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dusun Jelantik Mamoran, Putu Ayu Paras Myanthi mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten Klungkung telah memberikan bantuan bedah rumah dan kamar mandi.

Begitu juga dengan beras sejahtera rutin didapat Sukrani setiap bulannya. Hanya saja untuk kebutuhan Suardana yang merupakan penyandang disabilitas belum didapatkan.

Untuk itu pihaknya mengusulkan sejak lima bulan yang lalu, hanya saja sampai saat ini Suardana belum sebagai penerima bantuan.

“Dari yayasan juga sempat ke sini (rumah Sukrani) memberikan bantuan setelah membaca kondisi Sukrani di media sosial,” tandasnya. 

Ni Wayan Sukrani, 35, begitu ulet bekerja. Kerja keras itu harus dia lakoni lantaran dirinya kini menjadi tulang punggung dua adiknya setelah ditinggal mati ayah dan ibunya.

 

DEWA AYU PITRI ARISANTI, Semarapura

TAK ada raut capek di wajah Ni Wayan Sukrani meski harus banting tulang bekerja memenuhi kebutuhan pribadi dan dua adiknya, I Kadek Suardana, 14, dan I Komang Dharma Santika,7.

Sukrani menuturkan ayahnya I Wayan Mudra meninggal dunia tiga tahun lalu. Celakanya, tak lama setelah itu ibu tirinya Ni Nyoman Sulasmini memilih kembali pulang ke rumah orang tuanya.

Mirisnya, ibu tirinya tak mengajak mereka. “Kalau ibu kandung saya bernama Wayan Serengen. Dia meninggal dunia saat saya masih kecil, kelas III SD,” ujar Sukrani kemarin.

Saat ditemui di kediamannya yang sangat sederhana di Desa Tojan, tubuh Sukrani tampak dipenuhi kapur putih atau yang oleh masyarakat Bali disebut dengan “pamor”.

Menurut Sukrani, pekerjaan sebagai produsen kapur putih baru dilakoninya setelah ada seseorang yang berbelas kasih memberikan dia uang untuk membuat usaha kecil-kecilan.

Namun, tidak banyak penghasilan yang bisa ia dapat dari usaha tersebut. “Tiga hari sekali saya jual ke pasar. Hasil bersihnya Rp 20 ribu,” ungkapnya.

Penghasilannya yang tak seberapa itu digunakan untuk membiayai hidup sehari-hari bersama dua orang adiknya.

Sukrani mengakui dengan penghasilan Rp 20 ribu per tiga hari sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lebih-lebih salah satu adiknya Suardana sebagai penyandang tuna grahita.

Sedangkan adiknya Santika kini masih duduk di bangku kelas I SD Negeri 1 Tojan. Selain menjual kapur, Sukrani mengaku menggarap sawah dan menjadi buruh cuci pakaian.

Sesekali dia juga merangkap sebagai tukang pijat jika dibutuhkan. Semua itu dilakukkan untuk memenuhi kebutuhan adik-adiknya.

“Kalau upah cuci baju itu tergantung banyaknya baju. Upahnya bisa Rp 15 ribu – Rp 20 ribu. Begitu juga untuk upah memijat.

Tapi, kan tidak setiap hari, jadi kadang-kadang kekurangan uang juga. Kalau tidak punya uang, saya kadang utang di warung atau pinjam sama tetangga. Utang saya sekitar Rp 3 juta,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dusun Jelantik Mamoran, Putu Ayu Paras Myanthi mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten Klungkung telah memberikan bantuan bedah rumah dan kamar mandi.

Begitu juga dengan beras sejahtera rutin didapat Sukrani setiap bulannya. Hanya saja untuk kebutuhan Suardana yang merupakan penyandang disabilitas belum didapatkan.

Untuk itu pihaknya mengusulkan sejak lima bulan yang lalu, hanya saja sampai saat ini Suardana belum sebagai penerima bantuan.

“Dari yayasan juga sempat ke sini (rumah Sukrani) memberikan bantuan setelah membaca kondisi Sukrani di media sosial,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/