RadarBali.com – Ujaran kebencian (hate speech) yang dilontarkan Wakil Ketua DPP Partai Gerindra, FX Arief Poyuono yang ditujukan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah kader PDI Perjuangan dengan menyebut sebagai antek-antek Partai Komunis Indonesia (PKI) di sejumlah media online berbuah panjang.
Akibat ujaran yang dinilai dan diduga mengandung unsur fitnah, pencemaran nama baik, dan perbuatan tidak menyenangkan, serta menyerang institusi (PDI Perjuangan) itu, langsung memantik reaksi dari sejumlah kader di daerah.
Tidak terkecuali dari DPD PDI Perjuangan Bali. Tak terima atas ujaran yang dinilai sangat merugikan lembaga dan organisasi, para kader PDI Perjuangan Bali, Minggu (6/8) kemarin menempuh jalur hukum dengan melayangkan surat aduan ke Mapolda Bali
Pengaduan masyarakat (surat pengaduan Nomor Reg : Dumas /259 /VIII /2007 /SPKT Polda Bali tertanggal 6 Agustus 2017) terhadap politisi Partai Gerindra ke SPKT Mapolda Bali, ini disampaikan oleh tiga penasehat hukum DPD PDI Perjuangan Bali.
Ketiga pengacara DPD PDI Perjuangan Bali itu masing-masing Wakil Ketua Bidang Hukum Politik dan Keamanan DPD PDIP Bali I Wayan Sudirta (Koordinator); Wakil Sekretaris Bidang Eksternal DPD PDIP Bali I Made Suparta. dan Ketua Badan Bantuan Hukum dan Advokasi (BBHA)DPD PDIP Bali Gede Indria.
Selain tiga pengacara senior, saat pengaduan di Polda Bali juga hadir selaku pelapor, yakni Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali yang juga Wakil Ketua Bidang Komunikasi Politik DPD PDI Perjuangan Bali I Kadek Diana, dan anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali Made Oka Antara.
Wayan Sudirta bersama rombongan memaparkan, alasan pengaduan pidana terhadap Waketum Partai Gerindra.
“Dia mengatakan bahwa Jokowi, PDI Perjuangan dan antek-anteknya itu dikait-kaitkan dengan PKI dan seolah-olah digambarkan sebagai seorang yang suka membohongi, “terangnya.
Sehingga dari ujaran itu, Sudirta dan timnya yakin, ada dugaan pelanggaran atas ujaran Arief. Menurutnya, yang bersangkutan juga melakukan penyebaran informasi yang diketahui semua pihak.
Baik kader PDI Perjungan di pusat maupun di daerah. “Karena itu, gerakan dari kader sendiri muncul begitu saja. Kejadian itu menyebar di media sosial, itu terjadi pada 31 Juli 2017 lalu. Sekali lagi ini adalah reaksi masyarakat. Masyarakat di semua daerah bergerak menyatukan aspirasi. Ini masuk baru laporan pidananya (laporan ke Mapolda Bali). Nanti belum perdatanya,” ujar Sudirta.
Meski terlapor Arief Poyuono telah menyampaikan permintaan maaf, tetapi menurutnya, permintaan itu tak lantas menghapus tindak pidana yang dilakukan.
“Permintaan maaf itu sesuatu etika yang bagus. Tapi, menerima permintaan maaf juga etika yang paling baik. Tapi di dalam sistem hukum di seluruh dunia, permintaan maaf itu tidak pernah disebut sebagai menghilangkan tindak pidana. Permintaan maaf adalah untuk menciptakan suasana nyaman agar tindak pidana yang diproses itu terjadi benturan,” bebernya.