33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:23 PM WIB

Samsung Heel

Dua tulisan itu saya minta jangan dimuat dulu di DI’s Way hari ini. Karena ada yang satu ini. Yang akan menambah rumit Asia Timur. Yang saya juga bertanya-tanya: di mana peluang kita. “Perang dagang meledak antara Jepang dan Korea Selatan”. Sesama sohib Amerika Serikat. Samsung, LG dan SK Hynix akan sangat terpukul. Juga perusahaan elektronik Korsel lainnya. Terpukul sekali.  Mulai minggu lalu Jepang melarang ekspor tiga jenis kimia yang menjadi ‘darah ekonomi’ Samsung, LG dan lainnya itu. Dominasi Samsung di ponsel (No 1 dunia mengalahkan Huawei dan Apple) akan terganggu habis. Juga di pasar televisi. LG idem dito. Jepang lagi ikut tit-for-tat. Sebagai balasan ini: perusahaan-perusahaan besar Jepang lagi jadi bulan-bulanan di Korsel.  ‘Mata dibalas mata’ dilakukan Jepang kali ini.  Rasanya belum pernah Jepang semarah ini di dunia perdagangan. Biasanya Jepang selalu mengalah –untuk menang. Gelombang konservatisme ternyata menular dari Donald Trump ke mana-mana. Mengalir sampai jauh… Awalnya gara-gara putusan pengadilan di Korea Selatan. Ups, bukan itu awalnya. Awalnya, karena Jepang menjajah Korea sepanjang 1910-1945. Ups, bukan itu awalnya. Awalnya, karena di masa penjajahan itu banyak wanita Korea yang dipaksa jadi pelacur di wisma-wisma khusus tentara Jepang.  Ups, juga bukan itu awalnya. Awalnya awal adalah: masih ada 5.000 wanita itu yang hidup. Dari jumlah keseluruhan sekitar 150.000 orang kala itu. Mereka itu menggugat ke pengadilan. Secara sendiri-sendiri. Atau berkelompok-kelompok. Mereka minta ganti rugi. Saat pengadilan masih dalam proses banding dan kasasi, Jepang menawarkan kompromi angka. Tapi ditolak. Bulan lalu keputusan pengadilan di Korsel sudah final. Mahkamah Agung sendiri sudah membuat putusan: perusahaan-perusahaan Jepang harus memberikan ganti rugi. Antara Rp 1 sampai Rp 1,5 miliar untuk tiap gugatan. Putusan itu juga memerintahkan pembekuan saham perusahaan Jepang tersebut di Korsel. Termasuk di perusahaan patungan. Pengacara para wanita itu pintar sekali: tidak menggugat pemerintah Jepang. Atau militer Jepang.  Yang digugat adalah perusahaan Jepang. Yang ada uangnya. Yang di masa penjajahan selama 35 tahun itu beroperasi di Korsel. Hampir 300 perusahaan Jepang berbisnis di Korsel saat itu. Tepatnya: diperintahkan untuk berbisnis di sana. Pembuatan senjata, peluru dan kendaraan angkutan militer dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Sebagian dari mereka masih jaya sampai hari ini. Bahkan menjadi perusahaan global terkemuka. Seperti Nippon Steel, Mitsubishi Heavy Industries dan Sumitomo Metal Works. Yang membuat Jepang sewot adalah: gugatan itu tidak akan ada habis-habisnya. Wanita yang belum menggugat akan menyusul. Sudah ada yurisprudensinya. Pasti menang. Yang menambah gusar Jepang adalah: politisi Korsel memanfaatkan itu untuk pemilu legislatif tahun depan. Maka Jepang kali ini pun tumben. Balasan mematikan dilakukan.  Samsung bukan Huawei.  Tidak bisa bilang ‘ora patek en’. Sejenis bahasa Betawi untuk ‘emangnye gue pikirin’.  Tidak bisa juga membalas apa-apa. Jepang adalah penguasa dunia untuk tiga jenis kimia yang dilarang dikirim ke Korsel itu: 1. Fluorinated polyamide, bahan baku untuk membuat layar HP atau televisi. Jepang menguasai 90 persen pasokan dunia.  2. Photosensitising agent resist. Salah satu bahan memproduksi chips. Otaknya HP. Jepang juga menguasai 90 persen pasokan dunia. 3. Hydrogen fluoride untuk membersihkan chips. Jepang menguasai 70 persen pasokan dunia. Raksasa-raksasa Korsel kena ‘Achilles heel’-nya. Tit-for-tat yang dilakukan Jepang ini fokus, efektif, dan langsung mematikan.  Memang perusahaan Jepang sendiri juga terkena. Yang memproduksi tiga jenis kimia itu. Mereka juga kehilangan sebagian pasarnya. Harga saham perusahaannya langsung turun 2 persen. Tapi harga saham Samsung dan LG merosot lebih parah lagi. Apalagi ini bukan problem yang bisa diselesaikan dalam hitungan hari. Atau minggu. Ini akan menjadi masalah rumit bagi raksasa seperti Samsung dan LG. Pemerintah Korsel sendiri tidak akan bisa banyak berbuat. Demikian juga Samsung. Itu menyangkut putusan pengadilan. Sudah final pula. Yang di negara demokrasi tidak bisa dicampuri. Ekspor Samsung bisa langsung terjun bebas. Padahal drum chips (lihat foto di bawah ini) buatan Samsung menguasai 70 persen pasar drum chip dunia. Mencapai lebih 1.000 triliun rupiah. Tapi publik di Korsel sulit dikendalikan. Ini bukan lagi persoalan Samsung atau LG. Ini sudah persoalan harga diri bangsa. Dari bekas negara jajahan ke penjajahnya.  Rakyat Korsel marah. Mereka juga melakukan tit-for-tat. Dengan cara mereka sendiri. Melancarkan gerakan boikot barang Jepang. 

Emangnya ada barang Jepang di Korea? Begitu sering saya ke Korsel. Sulit sekali menemukan ada mobil Jepang di jalan-jalan. Saya ternyata kurang jeli. Saya baru sadar sekarang ini. Yakni dari apa saja yang akan mereka boikot: Asahi dan Kirin beer! Juga rokok 7Mild. 

Ya sudah. Saya memang tidak tahu ada tiga barang itu.(Dahlan Iskan) 

Dua tulisan itu saya minta jangan dimuat dulu di DI’s Way hari ini. Karena ada yang satu ini. Yang akan menambah rumit Asia Timur. Yang saya juga bertanya-tanya: di mana peluang kita. “Perang dagang meledak antara Jepang dan Korea Selatan”. Sesama sohib Amerika Serikat. Samsung, LG dan SK Hynix akan sangat terpukul. Juga perusahaan elektronik Korsel lainnya. Terpukul sekali.  Mulai minggu lalu Jepang melarang ekspor tiga jenis kimia yang menjadi ‘darah ekonomi’ Samsung, LG dan lainnya itu. Dominasi Samsung di ponsel (No 1 dunia mengalahkan Huawei dan Apple) akan terganggu habis. Juga di pasar televisi. LG idem dito. Jepang lagi ikut tit-for-tat. Sebagai balasan ini: perusahaan-perusahaan besar Jepang lagi jadi bulan-bulanan di Korsel.  ‘Mata dibalas mata’ dilakukan Jepang kali ini.  Rasanya belum pernah Jepang semarah ini di dunia perdagangan. Biasanya Jepang selalu mengalah –untuk menang. Gelombang konservatisme ternyata menular dari Donald Trump ke mana-mana. Mengalir sampai jauh… Awalnya gara-gara putusan pengadilan di Korea Selatan. Ups, bukan itu awalnya. Awalnya, karena Jepang menjajah Korea sepanjang 1910-1945. Ups, bukan itu awalnya. Awalnya, karena di masa penjajahan itu banyak wanita Korea yang dipaksa jadi pelacur di wisma-wisma khusus tentara Jepang.  Ups, juga bukan itu awalnya. Awalnya awal adalah: masih ada 5.000 wanita itu yang hidup. Dari jumlah keseluruhan sekitar 150.000 orang kala itu. Mereka itu menggugat ke pengadilan. Secara sendiri-sendiri. Atau berkelompok-kelompok. Mereka minta ganti rugi. Saat pengadilan masih dalam proses banding dan kasasi, Jepang menawarkan kompromi angka. Tapi ditolak. Bulan lalu keputusan pengadilan di Korsel sudah final. Mahkamah Agung sendiri sudah membuat putusan: perusahaan-perusahaan Jepang harus memberikan ganti rugi. Antara Rp 1 sampai Rp 1,5 miliar untuk tiap gugatan. Putusan itu juga memerintahkan pembekuan saham perusahaan Jepang tersebut di Korsel. Termasuk di perusahaan patungan. Pengacara para wanita itu pintar sekali: tidak menggugat pemerintah Jepang. Atau militer Jepang.  Yang digugat adalah perusahaan Jepang. Yang ada uangnya. Yang di masa penjajahan selama 35 tahun itu beroperasi di Korsel. Hampir 300 perusahaan Jepang berbisnis di Korsel saat itu. Tepatnya: diperintahkan untuk berbisnis di sana. Pembuatan senjata, peluru dan kendaraan angkutan militer dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Sebagian dari mereka masih jaya sampai hari ini. Bahkan menjadi perusahaan global terkemuka. Seperti Nippon Steel, Mitsubishi Heavy Industries dan Sumitomo Metal Works. Yang membuat Jepang sewot adalah: gugatan itu tidak akan ada habis-habisnya. Wanita yang belum menggugat akan menyusul. Sudah ada yurisprudensinya. Pasti menang. Yang menambah gusar Jepang adalah: politisi Korsel memanfaatkan itu untuk pemilu legislatif tahun depan. Maka Jepang kali ini pun tumben. Balasan mematikan dilakukan.  Samsung bukan Huawei.  Tidak bisa bilang ‘ora patek en’. Sejenis bahasa Betawi untuk ‘emangnye gue pikirin’.  Tidak bisa juga membalas apa-apa. Jepang adalah penguasa dunia untuk tiga jenis kimia yang dilarang dikirim ke Korsel itu: 1. Fluorinated polyamide, bahan baku untuk membuat layar HP atau televisi. Jepang menguasai 90 persen pasokan dunia.  2. Photosensitising agent resist. Salah satu bahan memproduksi chips. Otaknya HP. Jepang juga menguasai 90 persen pasokan dunia. 3. Hydrogen fluoride untuk membersihkan chips. Jepang menguasai 70 persen pasokan dunia. Raksasa-raksasa Korsel kena ‘Achilles heel’-nya. Tit-for-tat yang dilakukan Jepang ini fokus, efektif, dan langsung mematikan.  Memang perusahaan Jepang sendiri juga terkena. Yang memproduksi tiga jenis kimia itu. Mereka juga kehilangan sebagian pasarnya. Harga saham perusahaannya langsung turun 2 persen. Tapi harga saham Samsung dan LG merosot lebih parah lagi. Apalagi ini bukan problem yang bisa diselesaikan dalam hitungan hari. Atau minggu. Ini akan menjadi masalah rumit bagi raksasa seperti Samsung dan LG. Pemerintah Korsel sendiri tidak akan bisa banyak berbuat. Demikian juga Samsung. Itu menyangkut putusan pengadilan. Sudah final pula. Yang di negara demokrasi tidak bisa dicampuri. Ekspor Samsung bisa langsung terjun bebas. Padahal drum chips (lihat foto di bawah ini) buatan Samsung menguasai 70 persen pasar drum chip dunia. Mencapai lebih 1.000 triliun rupiah. Tapi publik di Korsel sulit dikendalikan. Ini bukan lagi persoalan Samsung atau LG. Ini sudah persoalan harga diri bangsa. Dari bekas negara jajahan ke penjajahnya.  Rakyat Korsel marah. Mereka juga melakukan tit-for-tat. Dengan cara mereka sendiri. Melancarkan gerakan boikot barang Jepang. 

Emangnya ada barang Jepang di Korea? Begitu sering saya ke Korsel. Sulit sekali menemukan ada mobil Jepang di jalan-jalan. Saya ternyata kurang jeli. Saya baru sadar sekarang ini. Yakni dari apa saja yang akan mereka boikot: Asahi dan Kirin beer! Juga rokok 7Mild. 

Ya sudah. Saya memang tidak tahu ada tiga barang itu.(Dahlan Iskan) 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/