Meski bukan dari kalangan artis atau orang penting, nama Beat Thomas Buehler mendadak jadi tenar.
Pria asing asal Swiss yang diketahui sudah menikah dengan perempuan WNI asal Melaya, Jembrana inipun juga menjadi sorotan setelah namanya masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019 mendatang.
Lalu siapa sebenarnya Beat?
M.BASIR, Jembrana
Heboh masuknya Beat ke dalam DPT Pemilu 2019 bukan saja membuat “malu” Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jembrana.
Namun masuknya pria asing yang telah memiliki e-KTP namun belum pindah warga Negara itu juga terus menuai perhatian serius dari Badan Pengawas pemilu (Bawaslu) Jembrana.
Penasaran dengan warga asing yang jadi sorotan banyak pihak dan diketahui tinggal di Desa Melaya, Kecamatan Melaya (sesuai data e-KTP), Jawa Pos Radar Bali, Senin (11/3) melakukan penelusuran.
Hasil dari penelusuran pun mengejutkan. Pasalnya setelah dicek ke alamat rumah, Beat tidak pernah berada di alamat sesuai KTP elektronik yang dimiliki.
Seperti diakui salah satu warga setempat. Menurutnya meski terdaftar dan disebut tinggal di Melaya, namun ternyata Beat tinggal di wilayah Badung.
Bahkan, Beat yang dikabarkan telag menikah dengan warga Desa Melaya, jarang berada di Jembrana. Karena jarang berada di alamat sesuai dengan KTP elektronik yang dimiliki, tidak banyak informasi mengenai Beat.
Bahkan warga sekitar tidak banyak yang mengenal Beat. “Alamat yang sesuai dengan KTP, merupakan rumah dari mertuanya yang bernama Sutrisno,”terang salah seorang warga.
Menurut warga, ada dua rumah dalam banjar yang sama yang disebut warga merupakan milik mertua Beat. Sayangnya, saat mendatangi kedua rumah tersebut tidak ada penghuni rumah. “Saya hanya tahu memang ada bule yang jadi suami dari warga sini. Bulenya jarang ada di rumah Melaya,” imbuh warga.
Sementara itu, dari penelusuran data lainnya, dalam kutipan akta nikah tercatat bahwa Beat menikah dengan Ucik Agustiningsih, pada tanggal 21 Agustus 2011.
Kemudian pada tanggal 17 April 2015, Beat mendapat kartu izin tetap (Kitap) yang berlaku hingga 25 Maret 2020. Dalam KTP elektronik, Beat beralamat di Banjar Melaya Pantai, Desa Melaya, Kecamatan Melaya.
Mengenai KTP elektronik yang dimiliki Beat, dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jembrana, sesuai dengan pengajuan pada tahun 2015.
Beat sudah memiliki Kitap, sehingga memenuhi syarat untuk memiliki KTP elektronik yang masa berlakunya sesuai dengan Kitap. “Sudah memenuhi syarat untuk mendapat KTP, karena ada kitap,” kata Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jembrana Ketut Wiaspada beberapa waktu lalu.
Akan tetapi, hingga saat ini Beat belum mengajukan pindah kewarganegaraan sebagai WNI. “Nomor induk kependudukan (NIK) dalam KTP elektronik hanya berlaku sementara, sehingga dipastikan bahwa dia (Beat) tidak pernah berubah menjadi WNI,”ujarnya saat itu.
Perbekel Desa Melaya I Made Mara mengatakan, WNA atas nama Beat memang tercatat sebagai warga Desa Melaya. Namun, perbekel mengaku tidak banyak mengetahui mengenai Beat karena menurut informasi sering berada di wilayah Badung dan Denpasar. “Memang ada warga asing yang nikah dengan warga sini (Desa Melaya),” jelasnya.
Pun dengan ketidakjelasan keberadaan Beat, dikonfirmasi terpisah, jajaran Bawaslu Jembrana sempat melakukan penelusuran terhadap WNA tersebut. Namun, tidak ada hasil karena WNA tidak pernah berada di alamat sesuai dengan KTP elektronik yang dimiliki.
“Kami juga sudah ke alamat sesuai KTP itu, tapi tidak pernah bertemu orangnya,” kata Ketua Bawaslu Jembrana Pande Made Ady Mulyawan.
Karena itu, Bawaslu mempertanyakan mekanisme sebelum penetapan DPT, sehingga WNA tersebut masuk dalam DPT pemilihan umum presiden dan pemilihan legislatif.
Mekanismenya tidak dilakukan coklit seperti biasanya, saat pemilihan gubernur Bali. Dimana petugas tidak melakukan pencocokan dan penelitian oleh panitia pemutakhiran data pemilih (pantarlih). Jadi, coklit hanya dilakukan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan stafnya. “Karena coklitnya tidak maksimal, sehingga terjadilah masalah ini. Mekanisme coklit yang tidak melibatkan pantarlih,” terangnya.
Pande mengaku belum mengeluarkan rekomendasi pada KPU Jembrana mengenai WNA yang masuk DPT, karena masih menunggu arahan dari Bawaslu RI.
Namun KPU Jembrana berhak melakukan pencoretan tanpa ada rekomendasi, apabila menerima laporan pelanggaran atau menerima laporan bisa langsung melakukan tindakan pencoretan pada kasus tertentu, seperti kasus WNA masuk DPT ini bisa dilakukan tanpa rekomendasi Bawaslu.
”Memang ada statemen sudah dicoret, tetapi secara resmi belum karena ditentukan melalui pleno,” ujarnya.
Bawaslu menyarankan KPU Jembrana agar memperbaiki DPT sesuai dengan mekanisme.
“Kita lihat saja nanti, kalau memang dicoret tidak masalah kalau tidak dicoret akan dikawal sampai pemilihan nanti,” tukasnya
Sedangkan Ketua KPU Jembrana I Ketut Gde Tangkas Sudiantara menegaskan, dari hasil penelusuran WNA yang masuk DPT, dari total 13 WNA yang memiliki KTP elektronik, hanya satu orang yang masuk dalam DPT dan sudah dilakukan pencoretan dari DPT.
“Kami tetap akan lakukan penelusuran dan menggali informasi agar tidak ada lagi WNA masuk DPT,” tegasnya.