33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:02 PM WIB

Kualitas Udara Terbaik, Sulap Pelabuhan Kuno Mirip Popies

Jawa Pos Radar Bali merupakan salah satu media yang diundang khusus Konsulat Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Depasar, mengunjungi dua provinsi maju di Tiongkok, 2-10 Mei. Berikut laporan M. RIDWAN-CANDRA GUPTA yang baru pulang dari sana.

 

KELOPAK mata masih terasa berat Rabu (2/5) pagi buta. Maklum, maskapai dengan nomor penerbangan MF 892 dari Bandara Ngurah Rai Denpasar di Tuban, Badung,

menuju Bandara Xiamen Gaoqi International, Fujian, baru terbang  Rabu (2/5) dini hari pukul 00.50 dan tiba lima jam kemudian.

Subuh Pukul 06.00,  memang tak ada perbedaan waktu antara Bali dan Tiongkok. Namun, pagi itu ayam-ayam di Xiamen—sebuah kota pelabuhan terkemuka di Tiongkok belum juga berkokok.

Bandara pun masih terasa lengang. Berbeda dengan di Ngurah Rai yang begitu padat hampir 24 jam.

Beberapa saat setelah membereskan bagasi, seorang pemandu bernama Shen Ziling datang menjemput rombongan langsung mengajak sarapan di sebuah restoran.

Demikian, pemandangan asri dengan pohon-pohon yang rindang dan bunga yang bermekaran menjadi tonik menyegarkan mata.

Ini juga membuyarkan prediksi saat di Bali. Ternyata, Xiamen-bukan seperti kota industri atau pelabuhan umumnya yang penuh polusi dan semrawut.

Tapi, kota industri dan pelabuhan sekaligus rujukan wisatawan lewat program pembangunan berkelanjutan yang bersebelahan dengan Taiwan.

Buktinya kualitas udara di kota ini mencapai 99,2 persen. Tercatat kualitas udara terbaik dari 74 kota lain di Tiongkok.

“Semua ada zona-zona. Ada industri, pelabuhan, dan objek wisata. Kalau di Indonesia seperti Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dengan terukur,” kata Prof. Cai Jincheng

alias Prof. Gunawan, mantan dosen Guandong University of Foreign Studies yang mendapuk rombongan media Bali selama lawatan di Tiongkok bagian selatan.

 

Sebuah tempat perencanaan program pembangunan di Xiamen, salah satu dari 11 kabupaten yang masuk wilayah Fujian.

Di sana juga terdapat maket lengkap. Dari rencana jalan, bangunan rumah susun, kawasan industri di kabupaten yang berada di sebuah pulau yang hampir seluas Bali.

Bila disandingkan, ini versi lebih komplit dari Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di Indonesia.

Guna memantapkan diri sebagai salah satu destinasi wisata terbaik di Tiongkok,  Xiamen juga terus menambah jumlah taman di setiap sudut kota.

Pertumbuhan ekonomi kota ini sangat pesat. Tahun 2017 saja pertumbuhannya tercatat 15,9 persen.

Pemerintah Tiongkok menetapkan kota ini sebagai zona ekonomi khusus sejak tahun 1990.  “Terus dikembangkan taman,

saat ini sudah ada 120 taman di kota ini. Penuh bunga dan seperti hutan tropis,” ungkap Prof. Gunawan ditemani Mr. Shen.

Ada pula pendamping dari Provinsi Fujian dan pemerintah Xiamen. Yakni, Mr. Tang dan Mrs. Li. Demikian, pembangunan tetap mempertahankan budaya maupun arsitektur lokal yang ada.

Rombongan juga diajak ke Xiamen Ocean Gate Container Terminal, sebuah pelabuhan peti kemas pertama di Tiongkok yang dioperasikan serba mesin dan robot.

Kepala Pelabuhan Xiamen, Wu Chaoyang menyebutkan, ini pelabuhan pertama milik pemerintah Tiongkok bahkan di dunia yang di operasikan serba otomatis.

“Pelabuhan ini melayani 120 line setiap hari, ada 18 pintu bongkar muat kontainer yang hampir semuanya tak dioperasikan oleh orang melainkan mesin otomatis,” sebut Wu Chaoyang.

Xiamen Ocean Gate Automated Container Terminal, pelabuhan peti kemas pertama full otomatis di Tiongkok yang tahun ini ditarget mampu melakukan bongkar muat 2 juta kontainer.

Atau naik 10 persen dari realisasi tahun sebelumnya yang mencapai 1,7 juta kontainer per tahun. Sorenya, menyambangi kampung Sha Po Wei.

Sebuah desa nelayan yang dikembangkan menjadi Kawasan Wisata Kreatif dengan beragam aktivitas seni masyarakatnya.

Tentu dengan mempertahankan bangunan-bangunan kuno, termasuk warisan budaya di dalamnya. Sha Po Wei bisa dibilang menjadi desa dengan dua wajah.

Ada wilayah yang di tata layaknya Jalan Popies di Kuta. Di sana banyak berdiri kafe, dan usaha kreatif lainnya.

Sedangkan di sudut lainya bisa ditemukan peninggalan perahu kuno hingga pagelaran wayang orang khas Tiongkok.

Kota nelayan ini terbilang unik. Banyak dipakai sebagai lokasi pre wedding oleh masyarakat setempat.

Bahkan uang kepeng (uang bolong) atau pis bolong pertama ditemukan disini. Sayangnya, uang bolong di Tiongkok hanya menjadi prasasti, tak digunakan lagi.

Berbeda dengan di Bali yang hinga kini masih menggunakan uang bolong untuk keperluan sebuah ritual khusus.

“Saat hari buruh biasanya turis banyak datang. Ramai sekali di sini, sampai sejuta wisatawan asing dan domestik setiap hari berkunjung ke Sha Po Wei ini,” sebut Gunawan. (bersambung)

 

 

Jawa Pos Radar Bali merupakan salah satu media yang diundang khusus Konsulat Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Depasar, mengunjungi dua provinsi maju di Tiongkok, 2-10 Mei. Berikut laporan M. RIDWAN-CANDRA GUPTA yang baru pulang dari sana.

 

KELOPAK mata masih terasa berat Rabu (2/5) pagi buta. Maklum, maskapai dengan nomor penerbangan MF 892 dari Bandara Ngurah Rai Denpasar di Tuban, Badung,

menuju Bandara Xiamen Gaoqi International, Fujian, baru terbang  Rabu (2/5) dini hari pukul 00.50 dan tiba lima jam kemudian.

Subuh Pukul 06.00,  memang tak ada perbedaan waktu antara Bali dan Tiongkok. Namun, pagi itu ayam-ayam di Xiamen—sebuah kota pelabuhan terkemuka di Tiongkok belum juga berkokok.

Bandara pun masih terasa lengang. Berbeda dengan di Ngurah Rai yang begitu padat hampir 24 jam.

Beberapa saat setelah membereskan bagasi, seorang pemandu bernama Shen Ziling datang menjemput rombongan langsung mengajak sarapan di sebuah restoran.

Demikian, pemandangan asri dengan pohon-pohon yang rindang dan bunga yang bermekaran menjadi tonik menyegarkan mata.

Ini juga membuyarkan prediksi saat di Bali. Ternyata, Xiamen-bukan seperti kota industri atau pelabuhan umumnya yang penuh polusi dan semrawut.

Tapi, kota industri dan pelabuhan sekaligus rujukan wisatawan lewat program pembangunan berkelanjutan yang bersebelahan dengan Taiwan.

Buktinya kualitas udara di kota ini mencapai 99,2 persen. Tercatat kualitas udara terbaik dari 74 kota lain di Tiongkok.

“Semua ada zona-zona. Ada industri, pelabuhan, dan objek wisata. Kalau di Indonesia seperti Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dengan terukur,” kata Prof. Cai Jincheng

alias Prof. Gunawan, mantan dosen Guandong University of Foreign Studies yang mendapuk rombongan media Bali selama lawatan di Tiongkok bagian selatan.

 

Sebuah tempat perencanaan program pembangunan di Xiamen, salah satu dari 11 kabupaten yang masuk wilayah Fujian.

Di sana juga terdapat maket lengkap. Dari rencana jalan, bangunan rumah susun, kawasan industri di kabupaten yang berada di sebuah pulau yang hampir seluas Bali.

Bila disandingkan, ini versi lebih komplit dari Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di Indonesia.

Guna memantapkan diri sebagai salah satu destinasi wisata terbaik di Tiongkok,  Xiamen juga terus menambah jumlah taman di setiap sudut kota.

Pertumbuhan ekonomi kota ini sangat pesat. Tahun 2017 saja pertumbuhannya tercatat 15,9 persen.

Pemerintah Tiongkok menetapkan kota ini sebagai zona ekonomi khusus sejak tahun 1990.  “Terus dikembangkan taman,

saat ini sudah ada 120 taman di kota ini. Penuh bunga dan seperti hutan tropis,” ungkap Prof. Gunawan ditemani Mr. Shen.

Ada pula pendamping dari Provinsi Fujian dan pemerintah Xiamen. Yakni, Mr. Tang dan Mrs. Li. Demikian, pembangunan tetap mempertahankan budaya maupun arsitektur lokal yang ada.

Rombongan juga diajak ke Xiamen Ocean Gate Container Terminal, sebuah pelabuhan peti kemas pertama di Tiongkok yang dioperasikan serba mesin dan robot.

Kepala Pelabuhan Xiamen, Wu Chaoyang menyebutkan, ini pelabuhan pertama milik pemerintah Tiongkok bahkan di dunia yang di operasikan serba otomatis.

“Pelabuhan ini melayani 120 line setiap hari, ada 18 pintu bongkar muat kontainer yang hampir semuanya tak dioperasikan oleh orang melainkan mesin otomatis,” sebut Wu Chaoyang.

Xiamen Ocean Gate Automated Container Terminal, pelabuhan peti kemas pertama full otomatis di Tiongkok yang tahun ini ditarget mampu melakukan bongkar muat 2 juta kontainer.

Atau naik 10 persen dari realisasi tahun sebelumnya yang mencapai 1,7 juta kontainer per tahun. Sorenya, menyambangi kampung Sha Po Wei.

Sebuah desa nelayan yang dikembangkan menjadi Kawasan Wisata Kreatif dengan beragam aktivitas seni masyarakatnya.

Tentu dengan mempertahankan bangunan-bangunan kuno, termasuk warisan budaya di dalamnya. Sha Po Wei bisa dibilang menjadi desa dengan dua wajah.

Ada wilayah yang di tata layaknya Jalan Popies di Kuta. Di sana banyak berdiri kafe, dan usaha kreatif lainnya.

Sedangkan di sudut lainya bisa ditemukan peninggalan perahu kuno hingga pagelaran wayang orang khas Tiongkok.

Kota nelayan ini terbilang unik. Banyak dipakai sebagai lokasi pre wedding oleh masyarakat setempat.

Bahkan uang kepeng (uang bolong) atau pis bolong pertama ditemukan disini. Sayangnya, uang bolong di Tiongkok hanya menjadi prasasti, tak digunakan lagi.

Berbeda dengan di Bali yang hinga kini masih menggunakan uang bolong untuk keperluan sebuah ritual khusus.

“Saat hari buruh biasanya turis banyak datang. Ramai sekali di sini, sampai sejuta wisatawan asing dan domestik setiap hari berkunjung ke Sha Po Wei ini,” sebut Gunawan. (bersambung)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/