Oleh: Dahlan Iskan
Konflik Tiongkok-Amerika merembet ke mana-mana. Ke Tibet pula. Minggu lalu.
Kongres Amerika membuat keputusan. Dengan suara bulat bumi. Tidak satu suara pun absen. Apalagi menetang: Tiongkok harus membolehkan warga Amerika berkunjung ke Tibet.
Termasuk warga Amerika yang imigran dari Tibet. Para pengikut Dalai Lama. Yang sejak dulu ingin Tibet merdeka.
Amerika merasa diperlakukan tidak adil. Warga Tiongkok boleh ke Amerika. Ke daerah mana saja. Warga AS boleh ke Tiongkok dengan ‘kecuali’ . Kecuali Tibet.
Sebenarnya tidak ada larangan khusus itu. Siapa saja bisa ke sana: asal mengajukan izin dulu. Hanya saja izin tidak akan keluar: untuk yang dianggap akan melakukan provokasi.
Tidak hanya warga Amerika. Warga mana saja. Pun warga Tiongkok sendiri. Harus mengantongi izin khusus. Bila ingin ke sana. Tibet dianggap masih rawan konflik. Oleh gerakan Dalai Lama. Yang ingin merdeka.
Izin seperti itulah yang membuat saya belum pernah ke Tibet. Bukan dilarang. Tapi saya belum pernah mencoba mengajukan izin.
Saya sih yakin pasti diizinkan. Tiongkok berkepentingan memperbanyak turis ke Tibet. Ekonomi Tibet harus hidup. Hotel-hotel baru harus terisi. Penerbangan ke Lhasa ditambah terus. Resto-resto baru seperti wabah. Harus ada yang makan di situ.
Kereta cepat jurusan Tibet harus terisi. Begitu mahal ya membangun kereta tersebut. Harus dengan konstruksi khusus. Di atas pegunungan yang selalu bersalju. Yang tingginya di atas 4 ribu meter. Kereta api tertinggi di dunia.
Sebenarnya saya ingin sekali. Merasakan naik kereta ke Tibet ini. Ingin sekali. Termimpi-mimpi. Yang sampai dilengkapi dengan fasilitas oksigen. Yang meliuk-meliuk di pegunungan begitu tinggi.
Tapi waktu saya selalu mepet-mepet. Belum bisa jadi turis. Yang kalau pergi pakai perencanaan. Sejak jauh-jauh hari. Termasuk mengurus izin seperti itu.
Saya yakin masih akan sempat ke Tibet. Tiongkok sedang ngebut membangun kawasan itu. Suatu saat pasti akan dibuka bebas. Kalau Tibet sudah semakmur propinsi lain.
Biarlah saya masih menyimpan utang ini: utang ‘kecuali’. Yakni sudah ke sudut Tiongkok yang mana pun, kecuali Tibet. Saya akan bayar ‘utang kecuali’ itu nanti.
Sejauh ini Amerika belum ikut mengungkit-ungkit soal Xinjiang. Yang gerakan ingin merdekanya juga meningkat.
Sejak Donald Trump jadi presiden Amerika. Merasa mendapat angin baru. Seperti juga Taiwan.
Tiongkok tentu sensi. Putusan Kongres soal Tibet itu dianggap tidak adil. Dibandingkan dengan perlakuan Amerika kepada Israel.
Amerika, katanya, selalu menggunakan standar yang berbeda. Tergantung kepentingannya.
Dari hari ke hari konflik dua raksasa dunia ini kian liar. Ke banyak arah. Sampai wanita seperti Sabrina pun diurus. Ditangkap. Ditahan. Minta diekstradisi. Hanya karena dia bos besar Huawei. Putri pendiri Huawei Ren Zhengfei. Yang baru mengalahkan ratu Amerika: iPhone.
Bisa-bisa KFC pun akan terkena. Jadi sasaran balasan. Sebagai ratu bisnis Amerika di Tiongkok. Yang punya gerai lebih dari 4 ratus. Di semua provinsi. Termasuk Tibet.
Putri Huawei lagi jadi sasaran Amerika.
Ratu KFC bisa jadi korban tak berdosa. (Dahlan Iskan)