DENPASAR – Indonesia belum merdeka seutuhnya. Demikian penilaian Togar Situmorang memaknai HUT Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-73, Jumat (17/8) hari ini.
Politikus sekaligus advokat yang nekat merantau ke Bali tahun 1998 silam bermodal uang Rp 170 ribu itu menyebut pemimpin saat ini tak bisa meniru sang proklamator Bung Karno atau Soeharto.
Di masa lalu, kedua bapak bangsa itu selalu membanggakan Indonesia kaya raya dengan kekayaan alam, budaya, dan keramahan orangnya.
Faktanya kini Indonesia seperti kata pepatah: bak ayam bertelur di lumbung padi, mati kelaparan. Atau seperti bebek berenang di danau, mati kehausan.
Kenapa bisa begitu? Togar menyebut karena reformasi gagal total; karena salah urus Indonesia belum bernasib baik.
Akhirnya, Indonesia belum sepenuhnya bisa hijrah atau berubah dari miskin menjadi kaya; bodoh menjadi pandai; dan tertindas menjadi adil.
“Karena Indonesia dalam praktik kehidupan sehari-hari banyak sekali melakukan hal-hal yang mubazir, seperti tanah yang tidak didistribusikan kepada rakyat,
pelatihan tidak dilakukan secara betul, dan pendidikan pun terlalu dikomersialkan,” ucap caleg DPRD Bali Partai Golkar Dapil Denpasar nomor urut 7 itu.
Meski demikian, Togar yang memiliki misi memberantas mafia tanah di Bali yakin masa depan Indonesia tidak akan suram.
Togar tak menampik hari ini Indonesia, khususnya di Bali sibuk dengan konflik kepentingan politik yang tak berkesudahan.
Namun, pelan tapi pasti pemerintahan Jokowi membawa perubahan fundamentalis lewat siasat Revolusi Mental-nya.
Togar mengaku sikap banyak kerja dan sedikit bicara di era pemerintahan Jokowi memberi secercah harapan di tengah berbagai konflik anak bangsa termasuk konflik agama yang belakangan mencuat lagi.
“Indonesia tidak boleh berputus harapan. Secara potensi sumber daya alam masih jelita, artinya masih bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan ekonomi asal dikelola dengan baik dan bermanfaat,” ungkapnya.
Terkait makna kemerdekaan ke-73 bagi Bali, Togar menyebut Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi PR kita bersama. Lebih-lebih menyongsong World Trade Organization (WTO) atau pasar bebas yang dimulai 1 Januari 2020 mendatang.
“Masing-masing negara anggota WTO (164 negara, red) bisa menjadi surga, tetapi bisa pula menjadi neraka. Bila SDM Bali tidak siap, maka kita bisa menjadi penonton di rumah sendiri,” tegasnya.
Menghadapi kemungkinan buruk tersebut, Togar menjawab Bali pasti bisa asalkan mau berusaha. “Merdeka. Bali pasti bisa,” tegasnya. (adv)