Pembaca Disway-lah yang minta saya menulis ini: penyanyi Jamaika lagi ter-lockdown di Bali.
Tentu saya tidak menulis tentang musik reggae-nya Jamaika –saya tidak ahli musik. Saya hanya menulis soal penyanyi itu: Janine Jkuhl (baca: Jay-cool).
Ups… Siapa pula dia.
Dia tinggal di Bali sekarang. Sudah empat bulan. Ia seperti terkena lockdown di surga.
Maka enjoy sajalah Janine. Bahkan selama lockdown itu dia mampu menciptakan lagu. Untuk albumnya yang kedua nanti.
Janine adalah penyanyi dari ‘negara reggae’ itu. Tapi lagu di album pertamanyi, Coffee, bukan reggae. Aneh. Orang Jamaika tidak menyanyi reggae. Malu-maluin Bob Marley haha.
Tidak. Setiap orang punya passion sendiri. Reggae memang identik dengan Jamaika, tapi Janine ingin menjadi dirinya sendiri. Sebagai lulusan sekolah musik terbaik di Jamaika –dengan predikat pujian– Janine juga mempelajari jazz, klasik, dan musik asli Jamaika.
Tapi untuk album pertamanyi dia memilih musik fussion: pop fussion. Ada soul-nya ada jazz-nya.
Janine mengaku menyukai banyak genre, termasuk reggae. Hanya untuk menyanyi dia pilih fussion tadi.
Dengarkanlah sendiri Coffee-nya. Album pertamanyi itu jelas bukan reggae.
Awalnya Janine datang ke Bali bukan mencari lockdown. Dia adalah penerima program kreatif. Isi program itu: harus tinggal di pulau kreatif seperti Bali.
Program itu disebut Esirom Sama Sama Creative Residency. Yang diadakan oleh Rumah Sungai Villas, bekerjasama dengan perusahaan marketing bernama Esirom.
Bali dan Jamaika, kata Janine, adalah sama-sama pulau kreatif. Ia senang sekali bisa ke Bali. Apalagi akhirnya bisa menciptakan lagu di Bali.
Dia sudah tiba di Bali akhir Februari 2020. Belum ada Covid-19 di Indonesia –waktu itu masih dianggap mana mungkin.
Pulau Jamaika, kata Janine, mirip sekali dengan Bali. Sama-sama beriklim tropik. Jenis buah dan tanamannya pun banyak yang sama. Hanya di Bali lebih banyak lagi.
“Anda kan sudah sering ke Amerika. Suatu saat harus ke Jamaika,” ujar Janine pada saya kemarin malam. Lewat email. “Hanya tingkat kriminalitas di sana lebih tinggi,” ujarnyi.
Memang itulah yang saya baca di media. Yang juga jadi keluhan turis dari Amerika. Tahun lalu saja 2 orang Amerika terbunuh –dirampok di villa mereka.
“Tapi kalau tahu harus ke mana dan dengan cara apa akan baik-baik saja,” ujar Janine.
Selama 4 bulan di Bali Janine banyak bergaul dengan seniman. Ia juga kenal musisi Indonesia. Salah satunya Ras Muhamad –raja reggae Indonesia. Yang nama aslinya Muhamad Egar itu.
Janine sempat mewawancarai Ras untuk YouTube-nyi. Tentang lagu terbaru Ras –Salam– yang cukup mengena untuk pasar Indonesia.
Di Salam, rasa Jawa dan Islam Ras cukup kental. Itulah latar belakang budayanya. Yang tidak pernah luntur. Meski Ras lama tinggal di Bronx –New York. Ia sekolah di sana. Kuliah di sana. Baik saat ibunya masih menjadi diplomat di New York maupun sesudahnya.
Dengarlah sendiri Salam-nya.
Tentu Janine berterima kasih pada sponsornyi: Rumah Sungai Villas. Itulah hotel villa yang ada di Ubud. Yang lokasinya di perengan sungai yang curam. Juga di perengan terasiring persawahan.
Lokasi villa ini tidak jauh dari Taman Safari Gajah di Ubud. Hanya 15 menit dari situ. Pemiliknya seorang profesor dari Jamaika. Sejak lama Professor Michael Morrissey tinggal di Jakarta. Sebagai konsultan asing. Lalu jatuh cinta pada Indonesia.
Ia seorang budayawan. Ia profesor bidang pendidikan. Ia pernah mengajar di West Indies University.
Prof Morrissey lantas mensponsori program untuk Janine itu. Sudah banyak seniman Jamaika yang ia undang untuk program seperti itu di Bali.
Terakhir Janine itu. Kalau saja tidak ada Covid-19 sudah diundang yang lain lagi.
“Sebagai penyanyi dan penulis lagu saya memanfaatkan waktu di Bali untuk mengenal alat-alat musik yang baru, seni pentas, dan bekerja bersama dengan para seniman di sini,” kata Janine.
Di villa itu Janine tidak sengaja berkenalan dengan alat musik ukulele. Itu milik seorang staf yang bekerja di villa. Pemiliknya sendiri belum bisa memainkannya. Janine mulai pegang-pegang itu ukulele. Toh dia sudah biasa pegang gitar.
Ketika memetik-metik senar ukulele itulah muncul inspirasi lagu baru. Dia merasa ada suasana mistis di situ. Itulah lagu yang kemudian dia gubah.
“Lagu itu seperti mengalir sendiri. Lewat jalannya sendiri,” ujar Janine.
Janine dan tim produksi ‘Mystic’.
Hari-hari berikutnya Janine lebih banyak menyendiri di Bale Bengong. Di komplek villa itu. Menghadap ke dinding sungai. Dengan pohon-pohon kelapanya. Terasiring sawahnya. Gemericik air sungainya.
Begitu mistis suasana di situ. Itulah pula judul lagu barunya: The Mystic. “Lagu ini seperti menulis lagunya sendiri dan menemukan judulnya sendiri,” ujar Janine.
Lagu The Mystic sudah diproduksi. Di Bali. Sudah diluncurkan secara online. Tapi lagu itu akan dijadikan salah satu album keduanyi nanti. Yang akan diluncurkan di Jamaika.
Janine akan pulang minggu depan. Bali telah menjadi kampungnya yang ke-2. Siapa tahu juga keberuntungannyi.(Dahlan Iskan)