26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 4:12 AM WIB

WN Nepal 4 Bulan Ngutang, WN New Zealand Sering Kencing Sembarangan

Jutaan turis datang ke Bali untuk berlibur setiap tahun. Namun tak semuanya berkantong tebal. Bahkan ada juga yang buat pusing sejumlah pihak, salah satunya RS Sanglah.

 

 

I WAYAN WIDYANTARA, Denpasar

PUSING. Begitu yang dirasakan oleh pihak RS Sanglah dalam mengurusi WNA Asal Nepal yang diketahui bernama Binod Waiba dan WNA asal New Zealand bernama Malcolm Andrew Mcdonal.

Dua WNA tersebut sudah cukup lama dirawat di RS terbesar di Bali Nusra, namun hingga kini tak ada kejelasan untuk biaya dan kepulangannya.

Mendapati informasi tersebut, Jawa Pos Radar Bali pun melihat kondisi kedua WNA tersebut. Di antar oleh petugas Humas RS Sanglah, Jawa Pos Radar Bali diajak bertemu Malcolm Andrew Mcdonal yang dirawat di ruangan Bakung Timur, RS Sanglah.

Namun sayang, pria bertatto yang lahir pada 19-1-1953 ini sedang tertidur pulas. Tubuhnya miring dan kedua tangannya digunakan sebagai pengganjel kepalanya.

Dia tampak terlelap. Makanan yang disediakan oleh pihak RS pun hanya disentuhnya sedikit. Begitu juga 3 botol air mineral berukuran kecil, baru hanya diminum setengan botol saja.

Dalam ruangan yang berukuran sekitar 5 x 10 meter tersebut, dia sendirian. Hanya ada satu bed, yakni bed milik pria yang di diagnosis diare tersebut.

Belum ada penjelasan resmi dari pihak rumah sakit terkait ruangan tersendiri tersebut. “Sudah ada sekitar 8 hari dia disini. Tak ada kejelasan sampai sekarang.

Padahal pasien ini sudah membaik dan boleh pulang,” ujar Ni Wayan Sukawati selaku Kepala Ruangan Bakung Timur kemarin (17/12).

Diungkapkan, pasien yang dirujuk dari RS BIMC pun saat dibawa ke RS Sanglah hanya berbekal 1 koper berwarna hitam.

Menariknya, pria yang diduga memiliki sedikit gangguan kejiwaan ini pun tak memperbolehkan pihak RS untuk membuka koper miliknya tersebut.

“Paspornya juga sudah mati. Yang buat kami pusing itu, pasien sering buang air kencing sembarangan di ruangan. Nah, kalau soal biaya, sampai hari ini (kemarin,red), setelah kami hitung sudah mencapai Rp 4,8 juta,” ungkapnya.

Pihak RS Sanglah tak hanya pusing dengan Malcolm. Ada lagi yang lebih parah. Yakni Binod Waiba. Dia sudah 4 bulan dirawat di RS Sanglah, padahal kondisinya sudah membaik.

Lamanya waktu tersebut membuat pembiayaan membengkak. Tercatat, biaya perawatan pria yang lahir 29 tahun silam tersebut sebanyak Rp 124.501.883.

Binod dirawat di ruangan Mawar RS Sanglah. Saat ditemui Jawa Pos Radar Bali, dia tampak kebingungan. Namun, setelah dijelaskan petugas RS Sanglah, dia pun menerima Jawa Pos Radar Bali.

Dua handphone android tampak disebelah kepalanya. Terlihat, Binod ternyata sedang main game. Handpone tersebut satu-satunya cara untuk berkomunikasi dengan keluarga di Nepal yang katanya sudah mengetahui keadaannya.

Hebatnya, Binod ternyata pintar berbahasa Indonesia. “Saya sudah baikan. Jumat ini sepupu saya datang dari Nepal kesini,” ungkapnya tiba-tiba membuka obrolan.

Disinggung mengenai penyakitnya, pria bertubuh kurus ini bercerita mengaku terkena kanker LH Stadium II B Legio colli Sinistra.

“Saya divonis kanker 2010 di Nepal. Kemudian di Bali, kayaknya kumat. Kaki kiri saya tiba-tiba sakit. Sampai sekarang tidak bisa ditekuk,” kata Binod.

Ditarik kebelakang, Binod ternyata memiliki cerita menarik tentang Indonesia. Diceritakan, Binod pertama kali datang ke Indonesia pada bulan April pada tahun 2013 silam.

Menariknya, pada bulan oktober ditahun yang sama, dia pun terpincut dengan gadis Jawa asal Semarang. Mereka kemudian menikah pada bulan Oktober.

Namun, pernikahan yang dijalaninya tersebut tidaklah mulus. Pada tahun 2015, dia pun cerai. Tak mau terpuruk, Binod justru membangun usaha dengan menjual batu mulia dari berbagai negara di Indonesia.

“Saya untung banyak. Kalau tidak, mana mungkin saya bisa ada biaya bolak balik Indonesia-Nepal,” ujarnya lantas tertawa.

Singkat cerita, Binod pun sempat lama tinggal Lombok. Di Pulau Seribu Masjid tersebutlah pertama kali dia kembali merasakan sakit.

Sempat dirawat, kemudian pihak rumah sakit di Lombok memberikan pilihan agar Binod melanjutkan pengobatan di Bali, Surabaya atau Jakarta.

Binod pun memilih Bali dan dia sempat di rawat di Surya Husada dengan keluhan kaki mulai membengkak. Di Surya Husada, dia dirawat dua bulan dengan biaya Rp 110 juta.

Namun, katanya kondisinya kurang membaik. Akhirnya, anak pertama ini pun dirujuk ke RS Sanglah. “Disini saya sudah 4 bulan,” ujar pria yang belum memiliki keturunan ini.

Dia juga mengaku tabungannya sudah habis terkuras sejak dirawat di rumah sakit yang ada di Lombok hingga di Bali. Total, katanya dia sudah habis Rp 205 juta.

“Ada kedutaan Nepal sudah bersurat dan datang ke RS Sanglah untuk urusi semua biaya disini. Namun sampai sekarang belum ada kabar lagi,” pungkasnya. (*)

 

 

Jutaan turis datang ke Bali untuk berlibur setiap tahun. Namun tak semuanya berkantong tebal. Bahkan ada juga yang buat pusing sejumlah pihak, salah satunya RS Sanglah.

 

 

I WAYAN WIDYANTARA, Denpasar

PUSING. Begitu yang dirasakan oleh pihak RS Sanglah dalam mengurusi WNA Asal Nepal yang diketahui bernama Binod Waiba dan WNA asal New Zealand bernama Malcolm Andrew Mcdonal.

Dua WNA tersebut sudah cukup lama dirawat di RS terbesar di Bali Nusra, namun hingga kini tak ada kejelasan untuk biaya dan kepulangannya.

Mendapati informasi tersebut, Jawa Pos Radar Bali pun melihat kondisi kedua WNA tersebut. Di antar oleh petugas Humas RS Sanglah, Jawa Pos Radar Bali diajak bertemu Malcolm Andrew Mcdonal yang dirawat di ruangan Bakung Timur, RS Sanglah.

Namun sayang, pria bertatto yang lahir pada 19-1-1953 ini sedang tertidur pulas. Tubuhnya miring dan kedua tangannya digunakan sebagai pengganjel kepalanya.

Dia tampak terlelap. Makanan yang disediakan oleh pihak RS pun hanya disentuhnya sedikit. Begitu juga 3 botol air mineral berukuran kecil, baru hanya diminum setengan botol saja.

Dalam ruangan yang berukuran sekitar 5 x 10 meter tersebut, dia sendirian. Hanya ada satu bed, yakni bed milik pria yang di diagnosis diare tersebut.

Belum ada penjelasan resmi dari pihak rumah sakit terkait ruangan tersendiri tersebut. “Sudah ada sekitar 8 hari dia disini. Tak ada kejelasan sampai sekarang.

Padahal pasien ini sudah membaik dan boleh pulang,” ujar Ni Wayan Sukawati selaku Kepala Ruangan Bakung Timur kemarin (17/12).

Diungkapkan, pasien yang dirujuk dari RS BIMC pun saat dibawa ke RS Sanglah hanya berbekal 1 koper berwarna hitam.

Menariknya, pria yang diduga memiliki sedikit gangguan kejiwaan ini pun tak memperbolehkan pihak RS untuk membuka koper miliknya tersebut.

“Paspornya juga sudah mati. Yang buat kami pusing itu, pasien sering buang air kencing sembarangan di ruangan. Nah, kalau soal biaya, sampai hari ini (kemarin,red), setelah kami hitung sudah mencapai Rp 4,8 juta,” ungkapnya.

Pihak RS Sanglah tak hanya pusing dengan Malcolm. Ada lagi yang lebih parah. Yakni Binod Waiba. Dia sudah 4 bulan dirawat di RS Sanglah, padahal kondisinya sudah membaik.

Lamanya waktu tersebut membuat pembiayaan membengkak. Tercatat, biaya perawatan pria yang lahir 29 tahun silam tersebut sebanyak Rp 124.501.883.

Binod dirawat di ruangan Mawar RS Sanglah. Saat ditemui Jawa Pos Radar Bali, dia tampak kebingungan. Namun, setelah dijelaskan petugas RS Sanglah, dia pun menerima Jawa Pos Radar Bali.

Dua handphone android tampak disebelah kepalanya. Terlihat, Binod ternyata sedang main game. Handpone tersebut satu-satunya cara untuk berkomunikasi dengan keluarga di Nepal yang katanya sudah mengetahui keadaannya.

Hebatnya, Binod ternyata pintar berbahasa Indonesia. “Saya sudah baikan. Jumat ini sepupu saya datang dari Nepal kesini,” ungkapnya tiba-tiba membuka obrolan.

Disinggung mengenai penyakitnya, pria bertubuh kurus ini bercerita mengaku terkena kanker LH Stadium II B Legio colli Sinistra.

“Saya divonis kanker 2010 di Nepal. Kemudian di Bali, kayaknya kumat. Kaki kiri saya tiba-tiba sakit. Sampai sekarang tidak bisa ditekuk,” kata Binod.

Ditarik kebelakang, Binod ternyata memiliki cerita menarik tentang Indonesia. Diceritakan, Binod pertama kali datang ke Indonesia pada bulan April pada tahun 2013 silam.

Menariknya, pada bulan oktober ditahun yang sama, dia pun terpincut dengan gadis Jawa asal Semarang. Mereka kemudian menikah pada bulan Oktober.

Namun, pernikahan yang dijalaninya tersebut tidaklah mulus. Pada tahun 2015, dia pun cerai. Tak mau terpuruk, Binod justru membangun usaha dengan menjual batu mulia dari berbagai negara di Indonesia.

“Saya untung banyak. Kalau tidak, mana mungkin saya bisa ada biaya bolak balik Indonesia-Nepal,” ujarnya lantas tertawa.

Singkat cerita, Binod pun sempat lama tinggal Lombok. Di Pulau Seribu Masjid tersebutlah pertama kali dia kembali merasakan sakit.

Sempat dirawat, kemudian pihak rumah sakit di Lombok memberikan pilihan agar Binod melanjutkan pengobatan di Bali, Surabaya atau Jakarta.

Binod pun memilih Bali dan dia sempat di rawat di Surya Husada dengan keluhan kaki mulai membengkak. Di Surya Husada, dia dirawat dua bulan dengan biaya Rp 110 juta.

Namun, katanya kondisinya kurang membaik. Akhirnya, anak pertama ini pun dirujuk ke RS Sanglah. “Disini saya sudah 4 bulan,” ujar pria yang belum memiliki keturunan ini.

Dia juga mengaku tabungannya sudah habis terkuras sejak dirawat di rumah sakit yang ada di Lombok hingga di Bali. Total, katanya dia sudah habis Rp 205 juta.

“Ada kedutaan Nepal sudah bersurat dan datang ke RS Sanglah untuk urusi semua biaya disini. Namun sampai sekarang belum ada kabar lagi,” pungkasnya. (*)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/