Gang Beji diharapkan bangkit kembali sebagai Gang Persahabatan dengan arak legendarisnya. Tokoh masyarakat setempat mendukung dan berharap bisa memberi manfaat ekonomi.
Tapi, di sisi lain mereka menolak sebutan kawasan gang pemabuk. Diharapkan pemerintah setempat serius menata dan membangkitkan kembali kawasan gang spesial itu.
NI KADEK NOVI FEBRIANI, Denpasar
KEBERADAAN Gang Beji diharapkan tidak hanya tinggal cerita. Berada di kawasan heritage dan strategis seharusnya berdampak terutama untuk kesejahteraan.
Apalagi dengan adanya upaya legalisasi arak oleh Pemerintah Provinsi Bali. Gang Beji sendiri ada di lingkungan Banjar Gerenceng.
Kelian Adat Banjar Gerenceng AA Made Yudiartha bersama Kepala Lingkungan AA Ngurah Teja Wibisana mengakui, pedagang arak di sana tersohor karena cita rasa yang enak.
Menurut Yudiartha, gang tersebut ramai kira-kira tahun 1980-an. Meski tidak tahu pasti rasa arak tersebut.
Yang jelas orang-orang suka datang untuk menghangatkan badan dengan minum arak. Pria yang juga asal Puri Gerenceng ini tidak setuju jika Gang Beji dinamakan gang pemabuk.
Sebab, yang ramai ke sana para pekerja seputaran wilayah tersebut untuk melepas penat.
“Sebenarnya itu (gang pemabuk) tidak bisa dikaitkan. Lebih tepatnya mereka meluangkan waktu tertentu setelah jam kerja. Dikaitkan pemabuk tidak sampai segitulah.
Rasanya (arak) hangat, dibilang enak dan pas. Tiyang (saya) sendiri tahu di sana ramai sekitar tahun 1980-an. Memang terkenal, mungkin anak-anak muda.
Paling menghangatkan badan. Ada jualan nasi jinggo yang pertama, ya untuk yang suka keluar malam,” jelasnya.
Pujian tidak datang dari pedagang kopi, Ni Luh Gubeg, Yudiartha juga kagum dengan penjual arak itu. Sebab, memang penjual itu ahli membuat salah satu minuman khas Bali tersebut.
Sekali lagi disebut terkenal dari segi rasa. Tapi, di satu sisi pihaknya juga heran kenapa ada stigma gang pemabuk.
Ditekankan lagi minum arak hanya sebagai penghangat badan. “Dari segi rasa enak, itu sebabnya banyak yang datang dari masyarakat luar, bukan lingkungan setempat saja,” ucapnya.
Dia berharap dengan adanya publikasi gang itu dapat menjadi tempat produktivitas secara ekonomi.
Yudiartha ingin juga Gang Beji seperti Gang Poppies, di Kuta, Badung, yang mendunia.
Apalagi, sudah ada penataan dan Wali Kota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra kerap membuat kegiatan di seputaran Tukad Badung sehingga ada nilai tambah.
“ Pak Wali Kota sudah mengembangkan sungai itu sendiri sehingga menjadi nilai tambah. Seperti banyak gang-gang sudah dikenal dunia, di Kuta kayak Gang Poppies sudah mendunia,” tuturnya.
“Kami berharap seperti itu. Kesejahteraan meningkat seperti nasi jinggo kayaknya pertama di Gajah Mada. Pemerintah perhatiannya besar,
Pak Wali Kota juga pernah lewat jalan santai ke gang bersama jajaran. Gang Sutomo bisa tembus ke Gang Beji,” jelasnya.
Sementara itu, salah seorang anggota DPRD Bali asal Gerenceng, AA Ngurah Adhi Ardhana, juga menuturkan sejumlah kesan tentang gang itu.
Dia juga tidak setuju dengan sebutan gang pemabuk untuk Gang Beji. Dia menceritakan bahwa dulu ada salah satu warga bernama keluarga Sukena, secara tradisi turun temurun memproduksi arak dengan kualitas terbaik.
Produk minuman beralkohol, ini disukai masyarakat luas. Tapi, minumnya santai. Untuk dinikmati, sehabis bekerja. Bukan untuk mabuk.
“Saya tidak setuju dengan kata gang pemabuk. Yang saya tahu memang sejak dulu ada salah satu warga kami (keluarga Sukena) secara tradisi turun temurun memproduksi
ramuan arak dengan kualitas terbaik, dan disukai masyarakat luas di Denpasar. Dan, seingat saya tidak pernah ada perkelahian atau pertikaian di sana,” tutur politikus PDIP ini, mengurai cerita era dulu.
Gung Adhi, demikian sapaannya berharap tentunya nama yang legendaris ini bisa bangkit, di tengah rencana legalisasi arak.
Yang diupayakan oleh Pemerintah Provinsi Bali sebagai bagian penguatan industri kerakyatan.
Dia pun berharap agar saatnya nanti kembali nama Gang Beji sebagai gang persahabatan dengan araknya yang legendaris.
Namun, dengan infrastruktur gang yang terang dan memang menjadi destinasi wisata kota yang positif.
Dia juga menuturkan bahwa salah satu penggemar arak tersebut adalah Kaka, personel Slank. Si vokalis yang mampu meniti tangga nada tinggi dan berambut gimbal, itu dulu kalau ke Bali disebut-sebut suka mampir.
Gung Adhi sendiri mengaku sempat mencicipi arak sebagai bentuk kebersamaan. “Ini sejarah, lho dan bener. Salah satu pelanggannya ya dari band Slank itu,
saya pun saat SMA pernah menikmati arak di sana. Sekadar mencicipi sebagai bagian dari kebersamaan kepemudaan,” ucapnya. (*)