33.4 C
Jakarta
20 November 2024, 14:34 PM WIB

Tenaga Kerja Asing Bejibun, Masih Saling Tuding saat Masalah Datang

Sebagai pulau wisata dunia, tenaga kerja asing (TKA) atau naker asing banyak berdatangan di Bali. Namun, pengawasan masih lemah dan selalu saling tuding ketika ada masalah.

 

DI ujung utara Pulau Bali, misalnya saat ini terdata 173 orang tenaga kerja asing bekerja di Kabupaten Buleleng. Sebagian besar di antaranya bekerja di PLTU Celukan Bawang.

Ada pula yang bekerja di sektor pariwisata, sebagai tenaga ahli di bidang pendidikan. Juga jadi tenaga pendamping di bidang sosial.

Data pada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng menunjukkan seratusan tenaga kerja itu bekerja pada 17 perusahaan yang ada di Buleleng.

Dari jumlah 173 orang tenaga kerja, itu sebanyak 142 orang di antaranya bekerja sebagai tenaga teknis di CHDOC yang notabene mengelola operasional power plant di PLTU Celukan Bawang.

Selain itu ada 10 orang naker asing lain yang bekerja di PT. General Energy Bali, yang notabene mengendalikan manajemen di PLTU.

“Sisanya itu bekerja di sektor pariwisata, ada juga yang jadi pendamping di yayasan. Rata-rata satu perusahaan itu satu atau dua orang.

Kecuali di CHDOC ada 142 orang dan PT GEB 10 orang,” kata Sekretaris Disnaker Buleleng Dewa Putu Susrama.

Khusus yang bekerja di bidang pariwisata, tenaga kerja asing itu biasanya menempati posisi pada level manajemen. Umumnya mengurus operasional hotel, maupun menjadi manajer pemasaran.

Naker asing sengaja dipilih dengan alasan jaringan di luar negeri yang lebih luas. Sehingga bisa memperluas pasar.

Sementara di CHDOC, sebagian besar adalah tenaga teknisi ahli yang didatangkan dari Tiongkok.

Mereka sengaja didatangkan oleh perusahaan, karena alat power plant yang digunakan di PLTU Celukan Bawang diimpor dari Tiongkok.

Sebagian besar tanda petunjuk pada peralatan juga menggunakan Bahasa Mandarin. Pada awal operasional, sejumlah posisi yang sebenarnya bisa dikerjakan tenaga kerja lokal (tenaga kerja Indonesia) juga masih diisi tenaga kerja asing.

Di antaranya operator crane pengangkut batu bara serta operator fork lift. “Tenaga kerja kita ada kok yang punya surat izin mengoperasikan alat itu dan mampu.

Jadi, buat apa mendatangkan dari Tiongkok. Kami minta perusahaan mengganti dan sudah direalisasikan,” kata Susrama.

Hanya saja untuk tenaga teknisi terampil yang mengoperasikan power plant, masih diisi tenaga kerja dari Tiongkok.

Solusinya, Disnaker telah memberikan pelatihan Bahasa Mandarin pada lulusan SMK di bidang kelistrikan. Beberapa orang lulusan civil engineering di bidang kelistrikan juga dapat diberikan pelatihan serupa.

Hanya saja hingga kini posisi itu belum bisa diambilalih oleh tenaga kerja lokal. “Rekrutmennya dilakukan di Jakarta. Sehingga tenaga kerja kami terkendala kalau harus ke sana,” paparnya.

“Dari sisi kesiapan, kami sudah latih Bahasa Mandarin, mereka sudah siap dan kami rasa mampu melakukan hal yang juga dilakukan oleh tenaga kerja asing di CHDOC. Tentu saja pada bidang-bidang tertentu,” imbuhnya.

Selain memberikan pelatihan, pihak Disnaker juga mendorong agar perusahaan mengurus Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) di Buleleng.

Pasalnya ada beberapa perusahaan yang sengaja tidak mau mengurus IMTA di Buleleng dengan dalih memperluas cakupan area kerja. Sehingga IMTA diurus pada Disnaker provinsi maupun pada tingkat kementerian.

Biasanya tenaga kerja asing yang bekerja pada dua kabupaten atau lebih akan mengurus IMTA di Disnaker provinsi. Sementara yang bekerja pada cakupan wilayah dua provinsi atau lebih, mengurus IMTA di kementerian.

“Beberapa naker asing di PLTU Celukan Bawang masih mengurus IMTA di provinsi. Bukan apa-apa. Kan, PLTU itu hanya satu di Bali dan keahlian mereka juga jelas, civil engineering di bidang kelistrikan.

Satu-satunya PLTU di Bali kan hanya ada di Buleleng. Jadi, cukup aneh kalau di IMTA yang mereka kantongi itu tercantum area kerja yang meliputi dua sampai tiga kabupaten di Bali,” tukas Susrama.

Bagaimana dengan Badung dengan Kuta sebagai Kampung Turis-nya Bali? Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Badung mengaku rutin melakukan pembinaan kepada perusahaan yang mempekerjakan naker asing Badung.

Hal ini dilakukan untuk mendata jumlah naker asing yang bekerja di Badung. Namun, untuk pengawasan itu kewenangannya di Imigrasi.

IB Oka Dirga selaku Kadisperinaker Badung mengatakan, bahwa pekerjaan naker asing di Badung banyak di sektor pariwisata. Yakni, di hotel dan restoran yang diperlukan oleh perusahaan tersebut.

Selain itu juga ada naker asing yang bekerja sebagai guru. Seperti guru di sejumlah sekolah internasional di Badung.

“Ya, mereka (naker asing) bekerja karena dibutuhkan oleh perusahaan. Sehingga perusahaan perlu naker asing yang punya kompetensi yang dibutuhkan,” jelas Oka Dirga, saat dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali Jumat lalu (2/11).

Lebih lanjut, ketika mempekerjakan naker asing tentu harus didampingi naker lokal. Karena naker asing tersebut wajib harus transfer knowledge (ilmu) kepada naker lokal.

“Sesuai dengan aturan naker asing itu tidak boleh memegang posisi personalia. Kalau manajer atau lainnya boleh asalkan ada knowledge transfer,” ungkapnya.

Mengenai pelanggaran naker asing di Badung, Oka Dirga mengakui untuk pelanggaran bukan kewenangannya.

Karena Disperinaker Badung fungsinya hanya melakukan pembinaan. Itu pun lebih kepada perusahaan yang mempekerjakan naker asing.

Namun, Disperinaker juga tim Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP), tim tersebut melakukan pengawasan.

Sehingga perusahaan yang mempekerjakan orang asing pihaknya lakukan pembinaan. Sementara ke pengawasan masih ke provinsi.

“Tapi, kami tidak kalah akal kami bentuk Tim TKWNAP. Jadi, bagi perusahaan mempekerjakan tenaga kerja asing harus wajib lapor karena sudah merugikan pemerintahan daerah,” terangnya.

Bila perusahaan tidak melapor tentu dilakukan peneguran, pembinaan, dan akhirnya melakukan perpanjangan. Kalau belum perpanjangan, perusahaan tersebut tidak boleh mempekerjakan.

“Ya, perusahaan yang bertanggung jawab tidak melapor kepada kami. Berarti mereka sudah melanggar aturan yang berlaku,” jelasnya.

Sementara retribusi yang didapat dari naker asing di Badung yakni 700 tenaga kerja asing yang sudah perpanjangan IMTA.

“Yang jelas sesuai target. Karena di tahun 2018 kita target Rp 8 miliar sudah terpenuhilah, ” pungkasnya.

Di sisi lain, beda dengan tahun sebelumnya, di Kota Denpasar tahun ini menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sertifikasi Kompetensi Kota Denpasar IGA Rai Anom Suradi naker asing ada penurunan.

Pada tahun 2016 ada sebanyak 280 dan turun menjadi 268 pada tahun 2017. Sedangkan tahun 2018 ini data terakhir sampai Oktober sebanyak 264 orang.

“Tahun ini ada 264 itu perpanjangan izin yang tanda tangan. Dan, selanjutnya akan ditangani DPMPTSP,” kata Anom, saat diwawancarai beberapa hari lalu.

Dia menambahkan bahwa Disnaker hanya punya tugas untuk mendata TKA yang formal. Sementara untuk izin tetap dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja. 

Katanya perusahaan yang menerima tenaga asing wajib melapor ke Disnaker.“ Tapi ada yang tidak dilaporkan karena kerjanya lintas kabupaten dan itu kewenangan provinsi,” katanya.

Sementara itu, setiap perusahaan juga wajib membuat pendamping untuk tenaga kerja asing ini. Menurut Anom kebanyakan TKA ini bekerja di sektor pariwisata baik perhotelan, restoran, maupun travel.

Sedangkan peringkat kedua yaitu sektor pendidikan atau tenaga pendidik. Yang bekerja di sekolah internasional

“Gandhi itu gurunya 30 orang tenaga asing yang kebanyakan India. Begitu juga Bali International School,” tandasnya, mengurai sebaran naker asing selama ini.

Terkait masih longgarnya penanganan ini juga dikatakan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker dan ESDM) Provinsi Bali Ni Luh Made Wiratmi. Dia menilai pengawasan masih longgar.

Dia juga mengakui bahwa yang bermasalah kadang – kadang oknum aparat sendiri. Ada yang kongkalikong menyelamatkan naker asing.

“Ada indikasi kuat, banyak penanaman modal asing di Bali atas nama orang lokal. Istilahnya pinjam nama (nomini),” jelasnya.

“Tapi, orang – orang kita (penduduk lokal) malah melindungi,” jelasnya. Dia juga meminta aparat bisa bersikap tegas. Diproses hukum sebagai efek jera. 

Sebagai pulau wisata dunia, tenaga kerja asing (TKA) atau naker asing banyak berdatangan di Bali. Namun, pengawasan masih lemah dan selalu saling tuding ketika ada masalah.

 

DI ujung utara Pulau Bali, misalnya saat ini terdata 173 orang tenaga kerja asing bekerja di Kabupaten Buleleng. Sebagian besar di antaranya bekerja di PLTU Celukan Bawang.

Ada pula yang bekerja di sektor pariwisata, sebagai tenaga ahli di bidang pendidikan. Juga jadi tenaga pendamping di bidang sosial.

Data pada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng menunjukkan seratusan tenaga kerja itu bekerja pada 17 perusahaan yang ada di Buleleng.

Dari jumlah 173 orang tenaga kerja, itu sebanyak 142 orang di antaranya bekerja sebagai tenaga teknis di CHDOC yang notabene mengelola operasional power plant di PLTU Celukan Bawang.

Selain itu ada 10 orang naker asing lain yang bekerja di PT. General Energy Bali, yang notabene mengendalikan manajemen di PLTU.

“Sisanya itu bekerja di sektor pariwisata, ada juga yang jadi pendamping di yayasan. Rata-rata satu perusahaan itu satu atau dua orang.

Kecuali di CHDOC ada 142 orang dan PT GEB 10 orang,” kata Sekretaris Disnaker Buleleng Dewa Putu Susrama.

Khusus yang bekerja di bidang pariwisata, tenaga kerja asing itu biasanya menempati posisi pada level manajemen. Umumnya mengurus operasional hotel, maupun menjadi manajer pemasaran.

Naker asing sengaja dipilih dengan alasan jaringan di luar negeri yang lebih luas. Sehingga bisa memperluas pasar.

Sementara di CHDOC, sebagian besar adalah tenaga teknisi ahli yang didatangkan dari Tiongkok.

Mereka sengaja didatangkan oleh perusahaan, karena alat power plant yang digunakan di PLTU Celukan Bawang diimpor dari Tiongkok.

Sebagian besar tanda petunjuk pada peralatan juga menggunakan Bahasa Mandarin. Pada awal operasional, sejumlah posisi yang sebenarnya bisa dikerjakan tenaga kerja lokal (tenaga kerja Indonesia) juga masih diisi tenaga kerja asing.

Di antaranya operator crane pengangkut batu bara serta operator fork lift. “Tenaga kerja kita ada kok yang punya surat izin mengoperasikan alat itu dan mampu.

Jadi, buat apa mendatangkan dari Tiongkok. Kami minta perusahaan mengganti dan sudah direalisasikan,” kata Susrama.

Hanya saja untuk tenaga teknisi terampil yang mengoperasikan power plant, masih diisi tenaga kerja dari Tiongkok.

Solusinya, Disnaker telah memberikan pelatihan Bahasa Mandarin pada lulusan SMK di bidang kelistrikan. Beberapa orang lulusan civil engineering di bidang kelistrikan juga dapat diberikan pelatihan serupa.

Hanya saja hingga kini posisi itu belum bisa diambilalih oleh tenaga kerja lokal. “Rekrutmennya dilakukan di Jakarta. Sehingga tenaga kerja kami terkendala kalau harus ke sana,” paparnya.

“Dari sisi kesiapan, kami sudah latih Bahasa Mandarin, mereka sudah siap dan kami rasa mampu melakukan hal yang juga dilakukan oleh tenaga kerja asing di CHDOC. Tentu saja pada bidang-bidang tertentu,” imbuhnya.

Selain memberikan pelatihan, pihak Disnaker juga mendorong agar perusahaan mengurus Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) di Buleleng.

Pasalnya ada beberapa perusahaan yang sengaja tidak mau mengurus IMTA di Buleleng dengan dalih memperluas cakupan area kerja. Sehingga IMTA diurus pada Disnaker provinsi maupun pada tingkat kementerian.

Biasanya tenaga kerja asing yang bekerja pada dua kabupaten atau lebih akan mengurus IMTA di Disnaker provinsi. Sementara yang bekerja pada cakupan wilayah dua provinsi atau lebih, mengurus IMTA di kementerian.

“Beberapa naker asing di PLTU Celukan Bawang masih mengurus IMTA di provinsi. Bukan apa-apa. Kan, PLTU itu hanya satu di Bali dan keahlian mereka juga jelas, civil engineering di bidang kelistrikan.

Satu-satunya PLTU di Bali kan hanya ada di Buleleng. Jadi, cukup aneh kalau di IMTA yang mereka kantongi itu tercantum area kerja yang meliputi dua sampai tiga kabupaten di Bali,” tukas Susrama.

Bagaimana dengan Badung dengan Kuta sebagai Kampung Turis-nya Bali? Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Badung mengaku rutin melakukan pembinaan kepada perusahaan yang mempekerjakan naker asing Badung.

Hal ini dilakukan untuk mendata jumlah naker asing yang bekerja di Badung. Namun, untuk pengawasan itu kewenangannya di Imigrasi.

IB Oka Dirga selaku Kadisperinaker Badung mengatakan, bahwa pekerjaan naker asing di Badung banyak di sektor pariwisata. Yakni, di hotel dan restoran yang diperlukan oleh perusahaan tersebut.

Selain itu juga ada naker asing yang bekerja sebagai guru. Seperti guru di sejumlah sekolah internasional di Badung.

“Ya, mereka (naker asing) bekerja karena dibutuhkan oleh perusahaan. Sehingga perusahaan perlu naker asing yang punya kompetensi yang dibutuhkan,” jelas Oka Dirga, saat dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali Jumat lalu (2/11).

Lebih lanjut, ketika mempekerjakan naker asing tentu harus didampingi naker lokal. Karena naker asing tersebut wajib harus transfer knowledge (ilmu) kepada naker lokal.

“Sesuai dengan aturan naker asing itu tidak boleh memegang posisi personalia. Kalau manajer atau lainnya boleh asalkan ada knowledge transfer,” ungkapnya.

Mengenai pelanggaran naker asing di Badung, Oka Dirga mengakui untuk pelanggaran bukan kewenangannya.

Karena Disperinaker Badung fungsinya hanya melakukan pembinaan. Itu pun lebih kepada perusahaan yang mempekerjakan naker asing.

Namun, Disperinaker juga tim Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP), tim tersebut melakukan pengawasan.

Sehingga perusahaan yang mempekerjakan orang asing pihaknya lakukan pembinaan. Sementara ke pengawasan masih ke provinsi.

“Tapi, kami tidak kalah akal kami bentuk Tim TKWNAP. Jadi, bagi perusahaan mempekerjakan tenaga kerja asing harus wajib lapor karena sudah merugikan pemerintahan daerah,” terangnya.

Bila perusahaan tidak melapor tentu dilakukan peneguran, pembinaan, dan akhirnya melakukan perpanjangan. Kalau belum perpanjangan, perusahaan tersebut tidak boleh mempekerjakan.

“Ya, perusahaan yang bertanggung jawab tidak melapor kepada kami. Berarti mereka sudah melanggar aturan yang berlaku,” jelasnya.

Sementara retribusi yang didapat dari naker asing di Badung yakni 700 tenaga kerja asing yang sudah perpanjangan IMTA.

“Yang jelas sesuai target. Karena di tahun 2018 kita target Rp 8 miliar sudah terpenuhilah, ” pungkasnya.

Di sisi lain, beda dengan tahun sebelumnya, di Kota Denpasar tahun ini menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sertifikasi Kompetensi Kota Denpasar IGA Rai Anom Suradi naker asing ada penurunan.

Pada tahun 2016 ada sebanyak 280 dan turun menjadi 268 pada tahun 2017. Sedangkan tahun 2018 ini data terakhir sampai Oktober sebanyak 264 orang.

“Tahun ini ada 264 itu perpanjangan izin yang tanda tangan. Dan, selanjutnya akan ditangani DPMPTSP,” kata Anom, saat diwawancarai beberapa hari lalu.

Dia menambahkan bahwa Disnaker hanya punya tugas untuk mendata TKA yang formal. Sementara untuk izin tetap dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja. 

Katanya perusahaan yang menerima tenaga asing wajib melapor ke Disnaker.“ Tapi ada yang tidak dilaporkan karena kerjanya lintas kabupaten dan itu kewenangan provinsi,” katanya.

Sementara itu, setiap perusahaan juga wajib membuat pendamping untuk tenaga kerja asing ini. Menurut Anom kebanyakan TKA ini bekerja di sektor pariwisata baik perhotelan, restoran, maupun travel.

Sedangkan peringkat kedua yaitu sektor pendidikan atau tenaga pendidik. Yang bekerja di sekolah internasional

“Gandhi itu gurunya 30 orang tenaga asing yang kebanyakan India. Begitu juga Bali International School,” tandasnya, mengurai sebaran naker asing selama ini.

Terkait masih longgarnya penanganan ini juga dikatakan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker dan ESDM) Provinsi Bali Ni Luh Made Wiratmi. Dia menilai pengawasan masih longgar.

Dia juga mengakui bahwa yang bermasalah kadang – kadang oknum aparat sendiri. Ada yang kongkalikong menyelamatkan naker asing.

“Ada indikasi kuat, banyak penanaman modal asing di Bali atas nama orang lokal. Istilahnya pinjam nama (nomini),” jelasnya.

“Tapi, orang – orang kita (penduduk lokal) malah melindungi,” jelasnya. Dia juga meminta aparat bisa bersikap tegas. Diproses hukum sebagai efek jera. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/