Seorang pejabat di Pemkab Buleleng, mengembalikan arca lingga yoni yang selama bertahun-tahun ia kuasai. Arca itu diserahkan ke Desa Pakraman Bengkala. Kini arca itu disimpan sebagai aset milik desa pakraman.
EKA PRASETYA, Singaraja
MADE Suyasa, 52, terlihat semringah. Ia membawa sebuah sokasi yang di dalamnya terdapat arca lingga yoni.
Mengenakan pakaian putih-putih ia disambut sejumlah tokoh Desa Pakraman Bengkala, di depan Pura Desa Bengkala. Sebelum masuk ke dalam pura, ada prosesi upacara yang harus ia lalui.
Setelah upacara di depan pura selesai, Suyasa bergegas menuju jeroan pura desa. Pria yang sehari-harinya menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Perpustakaan dan Arsip (Pusipda) Buleleng itu langsung meletakkan sokasi berisi arca lingga yoni di pelinggih paruman yang terletak di sisi timur jeroan pura.
Peletakan itu sekaligus menandai prosesi serah terima arca lingga yoni dari tangan Suyasa, kepada desa pakraman.
Begitu usai penyerahan, langsung dilanjutkan dengan persembahyangan bersama yang menandai berakhirnya prosesi serah terima.
Made Suyasa akhirnya melepas hak kepemilikan arca lingga yoni yang ia miliki selama tujuh tahun terakhir.
Arca itu ia kembalikan atas persetujuan prajuru Desa Pakraman Bengkala. Penyebabnya, pria asal Desa Tajun itu sering tertimpa kesialan.
Selain itu ia juga memiliki nazar untuk mengambilkan arca itu ke tempatnya, bila kesialannya berangsur hilang.
Kisah kepemilikan arca lingga yoni itu, dimulai pada tahun 2010 lalu. Saat itu, Suyasa baru saja menjabat sebagai Camat Buleleng.
Dia sempat membeli sebidang tanah perkebunan di sisi utara Desa Bengkala. Sekali waktu Suyasa mendatangi tanah miliknya untuk bersih-bersih.
Suatu ketika ia mendapati sebuah batu yang ia duga sebagai arca yoni. Batu ini sebagian masih tertutup tanah.
Suyasa meyakini batu itu sebagai arca yoni, karena bentuknya unik. Dia juga sempat merasakan getaran spiritual yang cukup kuat. Maklum saja, Suyasa memang gemar dengan hal-hal berbau spiritual.
Pria yang sempat mengemban jabatan sebagai Camat Kubutambahan ini lantas menyusuri areal kebunnya.
Benar saja lima meter kemudian ia mendapati sebuah batu, yang dia yakini sebagai arca lingga. Arca itu lantas dibawa pulang dan diletakkan di bawah pelinggih surya di rumahnya.
Selama setahun pertama kepemilikan, ia merasa biasa-biasa saja. Arca itu juga sempat ia gunakan untuk nerang ketika Wakil Presiden RI, Boediono, melakukan kunjungan ke Desa Sudaji pada Mei 2010.
“Saya pernah dibantu nerang oleh arca ini. Saya hanya memohon, pakai sarana dupa, benar langsung terang benderang. Padahal sempat mendung tebal,” katanya.
Tetapi dari sisi ekonomi, ia merasa mulai ada penerunan. Usaha jual beli tanah yang dilakukannya di luar jam dinas, tak kunjung menghasilkan bahkan kerap buntung.
Hal itu tak ia pikirkan, karena masih ada pendapatan dari kebun dan gajinya sebagai PNS. Pada awal tahun 2012 dia sempat mendapat promosi jabatan sebagai Kepala Badan Kesbang Pol Linmas Buleleng.
Promosi itu hanya berlangsung selama beberapa bulan saja. Setelah itu ia dicopot dari jabatannya. Saat itulah kesialan terus menimpa dirinya.
Setelah dicopot dari jabatannya, Suyasa berstatus sebagai PNS biasa pada salah satu SMK negeri di Sawan.
Usahanya juga limbung. Puncaknya dia terlibat kecelakaan pada Oktober 2012, hingga menyebabkan seorang pengendara sepeda motor tewas di kolong mobilnya.
Saat itu dia sempat menginap di Mapolres Buleleng karena masalah tersebut. Upayanya menjual sebidang rumah di wilayah Banyuning juga tak membuahkan hasil.
“Saya waktu itu bingung. Saya punya banyak aset. Tanah saya punya, tapi saya tidak punya uang. Saya mau jual tapi tidak laku-laku. Pernah sudah mau buat akta jual beli ini di kantor perbekel, malah dibatalkan,” kisah Suyasa.
Merasa semuanya mentok, dia mencari beberapa penasihat spiritual. Bukan hanya di Bali, bahkan hingga ke luar Bali.
Semuanya menyarankan hal yang sama, mengembalikan arca itu ke Desa Bengkala. Ketika menerima nasihat spiritual itu, Suyasa sempat ragu.
Dia khawatir prajuru akan menolak pengembalian arca itu. Selama beberapa waktu ia masih menyimpan arca tersebut.
Istrinya, Ketut Karnadi, 51, sudah meminta agar arca itu dikembalikan. Gara-garanya, Karnadi sering melihat sosok besar di kamar suci.
Akhirnya ia bernazar, apabila rumahnya di wilayah Banyuning laku, dia akan mengembalikan arca itu. Benar saja, rumahnya laku. Dia juga kembali mendapatkan jabatan tetap, sebagai Sekretaris Dinas Pusipda Buleleng.
“Saya sampaikan kepada prajuru Desa Pakraman Bengkala, arca ini saya kembalikan dengan kondisi apa adanya. Kondisinya masih sama ketika saya dapatkan di kebun. Syukurnya prajuru bersedia menerima dan semoga ini memberi berkah bagi desa,” ujarnya.
Sementara itu Prajuru Desa Pakraman Bengkala, Ketut Darpa mengungkapkan, pengembalian arca itu disambut positif oleh desa pakraman.
Kini pihak desa juga terus mengumpulkan tinggalan sejarah yang ada di desa. Arca itu pun dianggap sebagai tinggalan sejarah yang sangat penting bagi desa.
“Ada banyak tinggalan sejarah di desa kami. Puluhan jumlahnya. Mulai prasasti perunggu, prasasti batu, keramik tiongkok, termasuk arca lingga yoni ini. Kami harap ini semakin membuka sejarah asal usul desa kami,” kata Darpa.
Untuk sementara waktu arca itu disimpan di Pura Desa Bengkala. Prajuru adat masih merundingkan lebih lanjut akan disimpan di mana. Prajuru juga akan menggelar paruman untuk menentukan status arca itu.