RadarBali.com – Dalam paruman yang berlangsung di Puri Agung Negara kemarin, sejumlah isu terkini dibahas.
Mulai dari isu peredaran narkoba di Bali yang sudah semakin banyak sehingga masuk dalam kategori gawat darurat, serta gejolak politik yang mengancam keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hasilnya, ada empat poin yang disepakati. Pertama, mendukung pengembangan pariwisata yang tetap melestarikan adat dan kebudayaan.
Kedua, pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 harus sebagai dasar dari Negara; Ketiga, pemerintah tetap meningkatkan upaya-upaya keharmonisan seluruh bangsa dan menjaga keutuhan NKRI.
Keempat, melakukan pengawasan dan tindakan preventif terhadap perkembangan media sosial agar tidak disalahgunakan.
Menurut Penglingsir Puri Agung Negara Ida Dalem Semaraputra, Piagam Negara ini akan disampaikan pada pemerintah Provinsi dan Kabupaten dan Kota, hingga ke pemerintah pusat.
“Piagam ini akan kami sampaikan pada pemerintah,” imbuhnya. Mengenai piagam yang dilahirkan, kata dia, sebenarnya adalah piagam ketiga yang dikeluarkan.
Piagam pertama dikeluarkan di Puri Agung Peliatan, pada 10 Oktober 2011. Piagam pertama tersebut berisi tentang pembelotan sejarah atau rekayasa sejarah yang menyebut adanya Raja Majapahit di Bali oleh Arya Wedakarna.
”Tidak ada Raja Majapahit di Bali,” tegasnya. Kemudian piagam kedua dikeluarkan pada 2 Februari 2014 di Puri Singaraja, Buleleng.
Piagam kedua ini mengenai pembangunan berbasis budaya. Topiknya adalah banyaknya pelanggaran dilakukan dalam pembangunan di Bali.
Piagam ketiga ini atau Piagam Negara ditelurkan di Puri Agung Negara, 23 Juli 2017. Topiknya mengenai intoleransi, kerukunan antar umat beragama, menangkal radikalisme dan menjaga keutuhan NKRI.