Siswa di SMAN Bali Mandara (Smanbara) menemukan alat pendeteksi gas beracun gunung berapi.
Alat itu diberi nama SATPAM yang merupakan akronim dari Smart Automatic Poison Vulcano Alarm.
EKA PRASETYA, Kubutambahan
MESKI biaya harus berbulan-bulan untuk membuat sebuah prototype SATPAM, namun jerih payah Gde Feri bukanlah hal yang sia-sia.
Sebaliknya, alat pendeteksi gas beracun temuannya sukses diujicoba.
Hasilnya pun cukup menggembirakan.
Meski saat itu tak terdeteksi gas beracun, namun pengujian sempat dilakukan dengan cara membakar sulfur padat.
Alat mampu melakukan pengukuran yang valid dan memberikan sinyal bahaya.
“Hitung-hitungan kami, ada waktu 30 menit untuk melakukan evakuasi mandiri.
Karena alat ini diletakkan 3 kilometer di atas pemukiman penduduk.
Semakin dekat jaraknya dengan kawah, semakin banyak jeda waktu untuk evakuasi,” kata Feri.
Alat ini juga sempat ditunjukkan pada Kepala Pos Pengamatan Gunung Agung PVMBG, Dewa Mertayasa.
“Respons beliau sangat positif. Beliau memberi saran agar layar pada alat dilengkapi dengan grafik,” kata Ketua Dewan Riset SMAN Bali Mandara, I Wayan Madiya.
Menurut Madiya, alat ini bukan hanya bisa diperuntukkan bagi Gunung Agung.
Namun bisa juga untuk seluruh gunung berapi di Indonesia.
Tak terkecuali diletakkan di Gunung Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur yang kerap menyemburkan gas beracun.
Pihaknya pun sudah berkali-kali melakukan uji coba, utamanya di laboratorium, dengan berbagai metode.
Rencananya, kata Madiya, alat ini akan disertakan pada Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) untuk kategori matematika, science, dan teknologi.
Dalam lomba itu, Feri akan bertarung sebagai tim bersama dengan Gede Yogi Pratama, 18, siswa kelas XII IPS asal Desa Gerokgak.
“Proposal sudah kami ajukan sejak bulan Maret lalu.
Sekarang sedang menunggu pengumuman.
Mudah-mudahan bisa lolos, dan anak-anak kami diberi kesempatan mempresentasikan alat ini di hadapan dewan juri,” harapnya.
(habis)