29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:08 AM WIB

Tak Menyangka Karena Tak Bergejala, Tingkatkan Imun Selama Perawatan

Dinyatakan positif covid-19 barangkali hal yang tak diinginkan oleh sebagian besar orang. Termasuk beberapa pasien di Buleleng.

Seorang penyintas covid-19 bersedia membagi ceritanya pada Jawa Pos Radar Bali. Ia meminta agar seluruh identitasnya disamarkan, karena stigma masih membayangi para penyintas. Meski telah dinyatakan seratus persen sembuh.

 

EKA PRASETYA, Singaraja

PASIEN yang bersedia membagi ceritanya ialah PDP-54. Pasien asal Kecamatan Sawan ini merupakan seorang perempuan. Ia menjalani perawatan selama 10 hari di RS Pratama Giri Emas.

Pasien ini pertama kali dinyatakan positif covid-19 pada 18 Mei silam. Begitu dinyatakan positif, ia langsung dirujuk ke RS Pratama Giri Emas.

Rumah sakit ini memang dipersiapkan sebagai rumah sakit isolasi yang khusus digunakan untuk merawat pasien positif covid-19.

“Reaksi awal tentu saja kaget. Karena saya merasa tidak mengalami gejala apapun. Tapi akhirnya saya harus menerima, karena toh sudah (dinyatakan) positif.

Setelah saya pikir-pikir, saya memang tidak mengalami gejala apapun. Hal itu justru membuat kekhawatiran saya terkait penyakit ini bisa hilang,” ujar pasien melalui sambungan telepon.

Setelah menjalani perawatan medis, ia mendapat kepastian bahwa ia dirawat bukan karena mengalami gejala covid-19.

Seperti mengalami demam tinggi hingga sesak nafas. Ia diisolasi karena berstatus sebagai OTG atau Orang Tanpa Gejala.

Selama 10 hari, ia mengikuti saran tim perawat di RS Pratama Giri Emas. Segala macam asupan gizi, mulai dari makanan, madu, vitamin, ia konsumsi.

“Selama di rumah sakit juga perawatannya sangat baik, pelayanannya juga sama baiknya. Makanya apa yang dianjurkan perawat, saya ikuti. Dibawakan makanan, minuman, vitamin, ya saya habiskan saja. Biar imun tubuh saya cepat kembali,” ujarnya.

Dengan pengalaman sebagai OTG, pasien dengan kode 54 ini menyadari bahwa potensi penyakit covid-19 begitu berbahaya.

Sebab virus bisa menyebar dengan masif lewat para OTG. Orang yang tidak merasakan gejala sakit, tak sadar bahwa dirinya terpapar virus. Sehingga orang itu tetap beraktifitas seperti biasa.

“Dalam aktifitasnya justru bawa virus kemana-mana. Ini berpotensi berbahaya bagi orang yang memiliki imun tubuh rendah. Bisa jadi karena ada penyakit bawaan maupun usia lanjut, imun tubuhnya jadi rendah,” tuturnya lagi.

Untuk itu, ia menyarankan agar masyarakat benar-benar mengaplikasikan protokol kesehatan. Seperti menggunakan masker, menerapkan physical distancing, serta mencuci tangan menggunakan sabun sesering mungkin.

Sehingga potensi penularan dari OTG ke warga yang sehat, bisa dihindari. “Kalau yang saya rasakan, dengan olahraga yang cukup, minum vitamin, saya bisa pulih lebih cepat. Kurang lebih saya 10 hari diisolasi di (rumah sakit) Pratama,” ceritanya.

Sementara itu Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kabupaten Buleleng Gede Suyasa yang dikonfirmasi terpisah mengungkapkan, sebagian besar kasus positif di Buleleng memang berasal dari kelompok OTG.

Catatan GTPP Covid-19, dari 91 kasus positif covid-19 di Buleleng, sebanyak 76 kasus diantaranya merupakan OTG.

“Kalau dilihat dari datanya, memang paling banyak OTG. Makanya ini harus diwaspadai. Karena dia tidak merasa ada gejala. Sehingga berpotensi menjadi carrier,” kata Suyasa.

Ia pun meminta, masyarakat yang sempat melakukan kontak dengan pasien terkonfirmasi, bisa berinisiatif melaporkan diri pada gugus tugas.

Sehingga tim surveillance bisa melakukan penelusuran kontak yang lebih luas. Selain itu mereka juga diminta melakukan isolasi mandiri, guna mengurangi potensi penularan. (*)

 

Dinyatakan positif covid-19 barangkali hal yang tak diinginkan oleh sebagian besar orang. Termasuk beberapa pasien di Buleleng.

Seorang penyintas covid-19 bersedia membagi ceritanya pada Jawa Pos Radar Bali. Ia meminta agar seluruh identitasnya disamarkan, karena stigma masih membayangi para penyintas. Meski telah dinyatakan seratus persen sembuh.

 

EKA PRASETYA, Singaraja

PASIEN yang bersedia membagi ceritanya ialah PDP-54. Pasien asal Kecamatan Sawan ini merupakan seorang perempuan. Ia menjalani perawatan selama 10 hari di RS Pratama Giri Emas.

Pasien ini pertama kali dinyatakan positif covid-19 pada 18 Mei silam. Begitu dinyatakan positif, ia langsung dirujuk ke RS Pratama Giri Emas.

Rumah sakit ini memang dipersiapkan sebagai rumah sakit isolasi yang khusus digunakan untuk merawat pasien positif covid-19.

“Reaksi awal tentu saja kaget. Karena saya merasa tidak mengalami gejala apapun. Tapi akhirnya saya harus menerima, karena toh sudah (dinyatakan) positif.

Setelah saya pikir-pikir, saya memang tidak mengalami gejala apapun. Hal itu justru membuat kekhawatiran saya terkait penyakit ini bisa hilang,” ujar pasien melalui sambungan telepon.

Setelah menjalani perawatan medis, ia mendapat kepastian bahwa ia dirawat bukan karena mengalami gejala covid-19.

Seperti mengalami demam tinggi hingga sesak nafas. Ia diisolasi karena berstatus sebagai OTG atau Orang Tanpa Gejala.

Selama 10 hari, ia mengikuti saran tim perawat di RS Pratama Giri Emas. Segala macam asupan gizi, mulai dari makanan, madu, vitamin, ia konsumsi.

“Selama di rumah sakit juga perawatannya sangat baik, pelayanannya juga sama baiknya. Makanya apa yang dianjurkan perawat, saya ikuti. Dibawakan makanan, minuman, vitamin, ya saya habiskan saja. Biar imun tubuh saya cepat kembali,” ujarnya.

Dengan pengalaman sebagai OTG, pasien dengan kode 54 ini menyadari bahwa potensi penyakit covid-19 begitu berbahaya.

Sebab virus bisa menyebar dengan masif lewat para OTG. Orang yang tidak merasakan gejala sakit, tak sadar bahwa dirinya terpapar virus. Sehingga orang itu tetap beraktifitas seperti biasa.

“Dalam aktifitasnya justru bawa virus kemana-mana. Ini berpotensi berbahaya bagi orang yang memiliki imun tubuh rendah. Bisa jadi karena ada penyakit bawaan maupun usia lanjut, imun tubuhnya jadi rendah,” tuturnya lagi.

Untuk itu, ia menyarankan agar masyarakat benar-benar mengaplikasikan protokol kesehatan. Seperti menggunakan masker, menerapkan physical distancing, serta mencuci tangan menggunakan sabun sesering mungkin.

Sehingga potensi penularan dari OTG ke warga yang sehat, bisa dihindari. “Kalau yang saya rasakan, dengan olahraga yang cukup, minum vitamin, saya bisa pulih lebih cepat. Kurang lebih saya 10 hari diisolasi di (rumah sakit) Pratama,” ceritanya.

Sementara itu Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kabupaten Buleleng Gede Suyasa yang dikonfirmasi terpisah mengungkapkan, sebagian besar kasus positif di Buleleng memang berasal dari kelompok OTG.

Catatan GTPP Covid-19, dari 91 kasus positif covid-19 di Buleleng, sebanyak 76 kasus diantaranya merupakan OTG.

“Kalau dilihat dari datanya, memang paling banyak OTG. Makanya ini harus diwaspadai. Karena dia tidak merasa ada gejala. Sehingga berpotensi menjadi carrier,” kata Suyasa.

Ia pun meminta, masyarakat yang sempat melakukan kontak dengan pasien terkonfirmasi, bisa berinisiatif melaporkan diri pada gugus tugas.

Sehingga tim surveillance bisa melakukan penelusuran kontak yang lebih luas. Selain itu mereka juga diminta melakukan isolasi mandiri, guna mengurangi potensi penularan. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/