33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:44 PM WIB

Sebelum Melaut Sudah Tahu Posisi Ikan, Ada Fitur Cuaca hingga SOS

Nelayan di pesisir Kabupaten Badung kini tak perlu lagi bingung ke mana harus menebar jaring.

Berbekal Fishgo –aplikasi penangkapan ikan berbasis Android– ciptaan I Gede Merta Yoga Pratama, nelayan sudah memiliki tujuan sebelum melaut.

 

MAULANA SANDIJAYA,Mangupura

DARI tahun ke tahun jumlah nelayan di Badung terus menyusut. Maklum, melaut tidak lagi menjadi mata pencaharian utama masyarakat pesisir di Gumi Keris. Nelayan hanya menjadi sampingan.

Sebagian pemilik jukung (perahu) lebih memilih menjadi sopir travel di hotel dan bandara. Jukung yang ada disewakan kepada nelayan dari Banyuwangi, Jawa Timur.

Begitu juga dengan generasi mudanya, mereka lebih tertarik bekerja di industri pariwisata. Menjadi nelayan dianggap tidak menjanjikan.

“Padahal, kalau mau ditekuni menjadi nelayan penghasilannya lebih besar daripada menjadi sopir,” tutur Yoga saat ditemui koran ini di Kantor Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kabupaten Badung.

Terlebih saat dunia pariwisata dihantam pandemi Covid-19 seperti sekarang. Hotel dan restoran mati suri. Para nelayan yang semula bergantung pada dunia pariwisata tak luput terkena dampak.

Kondisi ini pula yang membuat Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta mendorong Balitbang segera meluncurkan aplikasi Fishgo untuk para nelayan.

Pada 15 Desember 2020, aplikasi Fishgo karya Yoga secara resmi dilaunching oleh Bupati Badung. Aplikasi itu diperuntukkan 18 kelompok nelayan di empat kecamatan: Mengwi, Kuta Utara, Kuta, dan Kuta Selatan.

Tahun lalu, aplikasi tersebut hanya diperuntukkan tiga kelompok nelayan. Saat itu Yoga masih mendalami data serta mengembangkan fitur apa yang dibutuhkan nelayan.

Setelah melalui berbagai tahapan penelitian, kini Fishgo memiliki delapan fitur.  “Harapannya aplikasi ini bisa bermanfaat dan mempermudah kerja nelayan, agar nelayan bisa terus hidup,” ungkap alumnus Ilmu Kelautan Universitas Udayana itu.

Setelah peluncuran aplikasi, Yoga langsung memberikan bimbingan teknis (bimtek) selama tiga hari pada para nelayan. Dua hari materi di kelas, satu hari praktik di lapangan.

Sebagai inovator atau founder Fishgo, Yoga sangat terkejut melihat respons luar biasa dari para nelayan. Nelayan yang datang sangat antusiasi.

Bahkan, sebagian yang datang adalah nelayan tiga generasi. Yaitu kakek, ayah, dan anak. “Sangat unik, anak nelayan yang sudah sarjana mau ikut bimtek karena tertarik Fishgo. Anak nelayan itu juga ingin memberitahu bapaknya cara kerja Fishgo,” bebernya.

Menurut Yoga, Fishgo sangat membantu nelayan di masa mendatang. Sebab, tak selamanya nelayan mengandalkan fisik untuk memburu ikan.

Saat menua, fisik pasti berkurang. Dengan aplikasi ini nelayan bisa memprediksi keberadaan ikan tanpa banyak menggunakan tenaga. Selain itu, nelayan juga bisa menghemat bahan bakar dan waktu.

“Muara dari aplikasi ini yaitu bisa meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, dan ada generasi baru yang mau menjadi nelayan,” tukas pemuda kelahiran Gobleg, Buleleng, itu.

Kendati demikian, tidak mudah mengubah pola pikir nelayan tradisional. Yoga harus bisa meyakinkan para nelayan agar mau beralih ke sistem digital tanpa menyinggung perasaan.

Di hadapan para nelayan, pemuda 24 tahun itu berhasil mengetuk hati para nelayan dengan mengatakan Fishgo hadir untuk membantu dengan cara mendigitalisasi sistem.

“Apa yang dilakukan para nelayan selama ini tidak salah. Cuma sistem itu yang kami digitalisasi,” tukasnya.

Selama ini nelayan memakai insting dengan patokan angin, sasih (bulan), atau bintang. Cara itulah yang diprogram secara digital.

“Saya bilang pada mereka, seandainya teori (Fishgo) saya ini berhasil tolong lanjutkan, kalau gagal tolong beri kami masukan. Astungkara (bersyukur), mereka mau mendengarkan,” terang alumnus Universitas Udayana itu.

Yoga mengaku butuh proses panjang untuk membangun aplikasi ini. Ia memulainya sejak 2017. Pada 2019, ia mendapat kucuran dana dari Pemkab Badung untuk mengembangkan aplikasi berbasis navigasi tersebut.

Yoga dan timnya bekerja keras melakukan penelitian dengan cara mengumpulkan data jenis ikan untuk permodelan. Selain ikan, air tempat ikan ditangkap juga diteliti.

Yoga bukan berarti tidak pernah gagal. Ia pernah empat kali gagal karena meneliti ikan jenis baru, yaitu ikan kenyar.

Ini karena ikan yang diteliti itu terus bergerak alias tidak diam di satu tempat. Namun, Yoga tidak menyerah. Kegigihannya membuahkan hasil.

Kini, nelayan tidak perlu lagi mengandalkan insting dalam berlayar. Nelayan cukup mengunduh aplikasi Fishgo yang ada di Playstore.

Dengan Fishgo, nelayan bisa memarking dan mengetahui posisi ikan. Tidak hanya itu, Fishgo juga bisa membantu nelayan mengetahui daerah tangkapan ikan berdasar jenisnya.

Saat ini ada empat jenis ikan yang bisa dideteksi Fishgo. Yakni ikan tongkol, lemuru (ikan sarden), ikan kenyar, dan ikan layur.

Selain itu, Fishgo juga dilengkapi fitur cuaca. Hebatnya, informasi cuaca yang diberikan sifatnya real time, bukan prakiraan lagi.

Fishgo juga mampu menyuguhkan info tinggi gelombang air laut, dan pasang surut gelombang. Seperti Desember, biasanya disebut musim paceklik karena angin kencang dan hujan lebat.

Asal mendung dan tinggi gelombang lebih 30 centimeter tidak ada yang berani melaut. “Pasang surut gelombang ini penting, karena kalau telat ke pesisir, air surut dan perahu kandas.

Kejadian seperti ini sering dialami nelayan di daerah Benoa, Kuta Selatan,” ungkap anak pertama dari dua bersaudara itu.

Fishgo juga mampu memperkiraan waktu dan jarak tempuh yang dibutuhkan nelayan untuk sampai pada area penangkapan ikan.

Caranya, sebelum naik ke perahu nelayan harus menyalakan aplikasi. Setelah itu nelayan akan dituntun koordinatnya. Sesampainya di kooridnat yang ditentukan, nelayan bisa menebar jaring.

Menurut Yoga, tingkat akurasi Fishgo belum 100 persen karena ikan selalu bergerak. “Sejauh ini, akurasi tertinggi tangkapan menggunakan Fishgo yaitu 86 persen dan terendah 40 persen,” jelasnya.

Yang membuat para nelayan tenang, Fishgo juga dilengkapi fitur tanda bahaya atau “SOS”. Fitur ini diciptakan lantaran ada nelayan perahunya terbalik.

Fitur “SOS” ini juga sangat penting, apalagi musim barat atau angin kencang seperti sekarang.

Nelayan yang merasa dalam posisi bahaya tinggal memencet tulisan “SOS” di pojok atas, otomatis akan terhubung dengan nomor tim SAR atau tim penyelamat. Tim SAR pun akan meluncur sesuai titik koordinat yang ada. (*)

Nelayan di pesisir Kabupaten Badung kini tak perlu lagi bingung ke mana harus menebar jaring.

Berbekal Fishgo –aplikasi penangkapan ikan berbasis Android– ciptaan I Gede Merta Yoga Pratama, nelayan sudah memiliki tujuan sebelum melaut.

 

MAULANA SANDIJAYA,Mangupura

DARI tahun ke tahun jumlah nelayan di Badung terus menyusut. Maklum, melaut tidak lagi menjadi mata pencaharian utama masyarakat pesisir di Gumi Keris. Nelayan hanya menjadi sampingan.

Sebagian pemilik jukung (perahu) lebih memilih menjadi sopir travel di hotel dan bandara. Jukung yang ada disewakan kepada nelayan dari Banyuwangi, Jawa Timur.

Begitu juga dengan generasi mudanya, mereka lebih tertarik bekerja di industri pariwisata. Menjadi nelayan dianggap tidak menjanjikan.

“Padahal, kalau mau ditekuni menjadi nelayan penghasilannya lebih besar daripada menjadi sopir,” tutur Yoga saat ditemui koran ini di Kantor Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kabupaten Badung.

Terlebih saat dunia pariwisata dihantam pandemi Covid-19 seperti sekarang. Hotel dan restoran mati suri. Para nelayan yang semula bergantung pada dunia pariwisata tak luput terkena dampak.

Kondisi ini pula yang membuat Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta mendorong Balitbang segera meluncurkan aplikasi Fishgo untuk para nelayan.

Pada 15 Desember 2020, aplikasi Fishgo karya Yoga secara resmi dilaunching oleh Bupati Badung. Aplikasi itu diperuntukkan 18 kelompok nelayan di empat kecamatan: Mengwi, Kuta Utara, Kuta, dan Kuta Selatan.

Tahun lalu, aplikasi tersebut hanya diperuntukkan tiga kelompok nelayan. Saat itu Yoga masih mendalami data serta mengembangkan fitur apa yang dibutuhkan nelayan.

Setelah melalui berbagai tahapan penelitian, kini Fishgo memiliki delapan fitur.  “Harapannya aplikasi ini bisa bermanfaat dan mempermudah kerja nelayan, agar nelayan bisa terus hidup,” ungkap alumnus Ilmu Kelautan Universitas Udayana itu.

Setelah peluncuran aplikasi, Yoga langsung memberikan bimbingan teknis (bimtek) selama tiga hari pada para nelayan. Dua hari materi di kelas, satu hari praktik di lapangan.

Sebagai inovator atau founder Fishgo, Yoga sangat terkejut melihat respons luar biasa dari para nelayan. Nelayan yang datang sangat antusiasi.

Bahkan, sebagian yang datang adalah nelayan tiga generasi. Yaitu kakek, ayah, dan anak. “Sangat unik, anak nelayan yang sudah sarjana mau ikut bimtek karena tertarik Fishgo. Anak nelayan itu juga ingin memberitahu bapaknya cara kerja Fishgo,” bebernya.

Menurut Yoga, Fishgo sangat membantu nelayan di masa mendatang. Sebab, tak selamanya nelayan mengandalkan fisik untuk memburu ikan.

Saat menua, fisik pasti berkurang. Dengan aplikasi ini nelayan bisa memprediksi keberadaan ikan tanpa banyak menggunakan tenaga. Selain itu, nelayan juga bisa menghemat bahan bakar dan waktu.

“Muara dari aplikasi ini yaitu bisa meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, dan ada generasi baru yang mau menjadi nelayan,” tukas pemuda kelahiran Gobleg, Buleleng, itu.

Kendati demikian, tidak mudah mengubah pola pikir nelayan tradisional. Yoga harus bisa meyakinkan para nelayan agar mau beralih ke sistem digital tanpa menyinggung perasaan.

Di hadapan para nelayan, pemuda 24 tahun itu berhasil mengetuk hati para nelayan dengan mengatakan Fishgo hadir untuk membantu dengan cara mendigitalisasi sistem.

“Apa yang dilakukan para nelayan selama ini tidak salah. Cuma sistem itu yang kami digitalisasi,” tukasnya.

Selama ini nelayan memakai insting dengan patokan angin, sasih (bulan), atau bintang. Cara itulah yang diprogram secara digital.

“Saya bilang pada mereka, seandainya teori (Fishgo) saya ini berhasil tolong lanjutkan, kalau gagal tolong beri kami masukan. Astungkara (bersyukur), mereka mau mendengarkan,” terang alumnus Universitas Udayana itu.

Yoga mengaku butuh proses panjang untuk membangun aplikasi ini. Ia memulainya sejak 2017. Pada 2019, ia mendapat kucuran dana dari Pemkab Badung untuk mengembangkan aplikasi berbasis navigasi tersebut.

Yoga dan timnya bekerja keras melakukan penelitian dengan cara mengumpulkan data jenis ikan untuk permodelan. Selain ikan, air tempat ikan ditangkap juga diteliti.

Yoga bukan berarti tidak pernah gagal. Ia pernah empat kali gagal karena meneliti ikan jenis baru, yaitu ikan kenyar.

Ini karena ikan yang diteliti itu terus bergerak alias tidak diam di satu tempat. Namun, Yoga tidak menyerah. Kegigihannya membuahkan hasil.

Kini, nelayan tidak perlu lagi mengandalkan insting dalam berlayar. Nelayan cukup mengunduh aplikasi Fishgo yang ada di Playstore.

Dengan Fishgo, nelayan bisa memarking dan mengetahui posisi ikan. Tidak hanya itu, Fishgo juga bisa membantu nelayan mengetahui daerah tangkapan ikan berdasar jenisnya.

Saat ini ada empat jenis ikan yang bisa dideteksi Fishgo. Yakni ikan tongkol, lemuru (ikan sarden), ikan kenyar, dan ikan layur.

Selain itu, Fishgo juga dilengkapi fitur cuaca. Hebatnya, informasi cuaca yang diberikan sifatnya real time, bukan prakiraan lagi.

Fishgo juga mampu menyuguhkan info tinggi gelombang air laut, dan pasang surut gelombang. Seperti Desember, biasanya disebut musim paceklik karena angin kencang dan hujan lebat.

Asal mendung dan tinggi gelombang lebih 30 centimeter tidak ada yang berani melaut. “Pasang surut gelombang ini penting, karena kalau telat ke pesisir, air surut dan perahu kandas.

Kejadian seperti ini sering dialami nelayan di daerah Benoa, Kuta Selatan,” ungkap anak pertama dari dua bersaudara itu.

Fishgo juga mampu memperkiraan waktu dan jarak tempuh yang dibutuhkan nelayan untuk sampai pada area penangkapan ikan.

Caranya, sebelum naik ke perahu nelayan harus menyalakan aplikasi. Setelah itu nelayan akan dituntun koordinatnya. Sesampainya di kooridnat yang ditentukan, nelayan bisa menebar jaring.

Menurut Yoga, tingkat akurasi Fishgo belum 100 persen karena ikan selalu bergerak. “Sejauh ini, akurasi tertinggi tangkapan menggunakan Fishgo yaitu 86 persen dan terendah 40 persen,” jelasnya.

Yang membuat para nelayan tenang, Fishgo juga dilengkapi fitur tanda bahaya atau “SOS”. Fitur ini diciptakan lantaran ada nelayan perahunya terbalik.

Fitur “SOS” ini juga sangat penting, apalagi musim barat atau angin kencang seperti sekarang.

Nelayan yang merasa dalam posisi bahaya tinggal memencet tulisan “SOS” di pojok atas, otomatis akan terhubung dengan nomor tim SAR atau tim penyelamat. Tim SAR pun akan meluncur sesuai titik koordinat yang ada. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/