Pelestarian alam tak cukup lewat kata-kata mutiara. Namun dibutuhkan aksi nyata, karena alam ini adalah tanggung jawab kita bersama. Salah satunya adalah dengan ikut menanam pepohonan. Namun, menanam saja juga tak cukup. Perlu perawatan untuk memastikan, apa yang kita tanam bisa tumbuh dengan baik.
___
I WAYAN WIDYANTARA, Badung
___
OMBAK di Bali Selatan menurut BMKG Wilayah Denpasar memang cukup tinggi di akhir pergantian tahun 2020 ini. Gelombang yang tinggi disertai angin kencang ini ternyata membawa persoalan besar.
Sampah-sampah justru memenuhi pesisir Bali Selatan, seperti di Pantai Kuta hingga Pantai Tanjung Benoa. Warga pesisir biasa menyebutnya dengan istilah sampah kiriman.
Sampah menumpuk di sepanjang pantai ini membuat tenaga kebersihan harus bekerja dengan ekstra keras untuk membersihkan puing demi puing sampah itu. Tak hanya para petugas dari pihak pemerintah maupun desa adat, sejumlah komunitas maupun aktivis lingkungan pun ikut mengambil bagian untuk saling membantu.
Memang bukan hal yang baru. Karena memang setiap tahunnya, penumpukan sampah di pesisir terjadi secara berulang-ulang.
Bila melihat hasil riset yang dilakukan oleh tim peneliti dari Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) Universitas Udayana, pada tahun 2017 lalu menyebut sebagian besar (45 persen) jenis sampah adalah plastik ‘lunak’ atau soft plastic. Kemudian hard plastics atau plastik keras (15 persen) dan besi. Lainnya karet, kayu, busa, baju, gelas, dan lainnya.
Dari sampah plastik itu, terbanyak adalah plastik kemasan (40 persen) makanan atau yang berlabel, kemudian sedotan (17 persen), dan kresek (15 persen).
Sampah-sampah ini tak hanya membuat pesisir Bali Selatan yang terkenal indah itu menjadi kotor, tetapi juga mengancam 1.300 hektar3 mangrove yang berada di seputaran Teluk Benoa.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Wayan Sudira selaku pegiat lingkungan dari Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali.
“Natal kemarin, sampahnya banyak sekali. Saya sampai pasang jaring agar tak mengganggu tanaman mangrove yang baru kami tanam,” ujarnya di Kantor FPM Bali, di Jalan Telaga Waja, Desa Tengkulung, Badung pada Senin (29/12).
Tanaman mangrove memang memiliki fungsi secara ekologis yang luar biasa. Di antaranya sebagai habitat (tempat hidup) binatang laut untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak.
Tak juga kalah pentingnya, fungsi dari mangrove ini juga melindungi pantai dari abrasi.
Di Indonesia sendiri, ada 202 species mangrove yang berhasil diketahui. Sedangkan 18 speciesnya ada di Bali dan dari 18 species itu, 12 species ada di kawasan Teluk Benoa.
Sudira yang menggunakan topi berwarna coklat kemudian menggulung celana panjangnya. Dia bermaksud untuk mengajak radarbali.id siang itu melihat bagaimana jaring yang dia pasang. Saat itu, air di kawasan Teluk Benoa memang agak tinggi. Namun tak sampai masuk ke ruangan pembibitan mangrove.
“Biasanya airnya masuk (ruang pembibitan). Apalagi pas bulan purnama. Tapi beruntung, beberapa pohon yang baru kami tanam tak hanyut. Ini karena sudah tumbuh akar dan cukup kuat,” ungkapnya sembari menunjuk tanaman mangrove yang ditanam sepuluh bulan lalu.
Ya, sepuluh bulan lalu, atau tepatnya pada bulan Februari, sebuah perusahaan bernama Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) menggelar acara CSR JLC (JNE Loyality Card) dan JLC Award 2020 yang diadakannya di Bali. Salah satu agendanya adalah menanam mangrove di wilayah Kuta Selatan, tepatnya di Desa Adat Tengkulung.
“Ini adalah persembahan untuk lingkungan. Sebagai bentuk pelestarian yang kami berikan,” ujar Doedi Hadji Sapoetra sebagai Head of Marketing Communication Division JNE kepada radarbali.id yang juga hadir dalam acara itu.
Kata Doedi, pelestarian untuk lingkungan tidak hanya akan berhenti di mangrove saja. Pihaknya akan menyasar kalangan konservasi lainnya dan mangrove sebagaimana awalan baru.
Bahkan, lanjut dia, untuk mangrove sendiri pihaknya sudah merancang program ke depan, seperti menanam 1 pohon mangrove mendapatkan poin untuk para member JLC.
“Jadi para member ini juga dapat berpartisipasi dalam menjaga lingkungan,” ujarnya.
Dalam penanaman mangrove tersebut, setidaknya ada 30 pohon mangrove yang ditanam sebagaimana bentuk simbolis. Namun secara keseluruhan, ada 100 pohon mangrove jenis bruguiera gymnorrhiza yang ditanamnya. Mangrove jenis ini ternyata juga memiliki fungsi secara ekonomis, yakni buahnya bisa dijadikan bahan untuk olahan kue sebagaimana yang sudah diuji dan dipraktikkan oleh pihak FPM Bali.
Lalu apa kabarnya semua pohon mangrove yang ditanam saat itu? “Dari 100 pohon yang ditanam, 97 pohon mangrove itu hidup. Itu terlihat sejak 6 bulan setelah ditanam, di mana muncul tunas baru. Namun ada 3 pohon yang mati karena diserang hama. Namun sudah kami ganti. Ini juga pesan dari JNE, yang memohon kami (FPM Bali) untuk merawatnya,” ungkap Sudira sembari juga mengapresiasi program peduli lingkungan yang dilakukan oleh pihak JNE sendiri.
Soal program lingkungan, JNE sendiri ternyata tak main-main. Salah satu yang kerap dikampanyekan adalah program JNE Hijau, atau dimana sebuah program tanggung jawab sosial perusahaan JNE di bidang pelestarian lingkungan. Tujuan dari program CSR JNE Go Green ini diantaranya untuk mendukung gerakan pungut sampah dan pembuatan taman kota ilmu pengetahuan.
Maka tak heran, JNE juga kerap mendapatkan penghargaan terkait sejumlah program CSR yang dilakukannya sejak 30 dekade. Salah satunya yang baru saja diterimanya adalah sebagai perusahaan dengan CSR terbaik yang diberikan dalam acara Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) Award 2020. Artinya, program CSR yang dilakukan oleh pihak JNE sudah tetap sasaran. Salah satunya adalah berbagi kebahagiaan bersama dengan alam.