Jamu yang berbahan dasar don intaran atau daun mimba, diyakini memberi sejumlah khasiat pada bidang kesehatan.
Ramuan herbal berbahan dasar daun mimba bahkan diyakini bisa membantu mempercepat pemulihan pasien covid-19.
EKA PRASETYA, Singaraja
MADE Supartawan, 47, mengingat kembali masa-masa tatkala dia divonis menderita covid-19. Kala itu awal Oktober 2020. Sejumlah anggota DPRD Buleleng dinyatakan positif terkonfirmasi positif covid-19.
Made Supartawan yang juga Kabag Humas dan Pengawasan di Sekretariat DPRD Buleleng, turut masuk dalam daftar kontak erat.
Dia wajib menjalani tes swab. Ternyata hasil uji lab PCR menyatakan bahwa Supartawan terkonfirmasi positif covid-19.
Pria yang mantan Lurah Banjar Bali itu terheran-heran. Sebab dia tidak merasakan gejala apa pun. Tubuhnya juga dirasa sehat-sehat saja.
Selama berkantor di Sekretariat DPRD Buleleng, protokol kesehatan juga telah diterapkan. Sebelum masuk gedung,d ia selalu mencuci tangan dan melakukan pengukuran suhu tubuh.
Ruang kerjanya juga disemprot disinfektan secara berkala. Supartawan juga rajin mengenakan masker saat beraktivitas.
Begitu dinyatakan positif covid-19, Supartawan mengaku sempat panik. “Ini bukan menyangkut diri saya sendiri.
Di rumah ada istri, ada anak yang masih kecil-kecil, ada keluarga lain. Ini yang membuat saya panik dan khawatir,” cerita Supartawan Made saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (31/3).
Setelah dinyatakan terkonfirmasi positif covid-19, Supartawan memilih menjalani karantina di Hotel Vasini, Denpasar.
Hotel itu berjarak 3 jam perjalanan dari rumahnya yang terletak di Desa Baktiseraga, Kabupaten Buleleng. Dia masuk lokasi karantina pada 4 Oktober 2020 lalu.
Saat baru masuk lokasi karantina, dia sempat berkenalan dengan salah seorang pasien terkonfirmasi covid-19 yang berasal dari Desa Les, Kecamatan Tejakula.
Mereka berdua masuk dalam waktu yang bersamaan. Selama menjalani masa karantina, Supartawan mengaku selalu mengikuti arahan tim medis.
Makan secara teratur dan rutin berolahraga. Dia juga berusaha menjaga pikirannya tetap positif, agar tidak stress.
Dua hari berselang, Supartawan belum diizinkan pulang. Anehnya pasien asal Desa Les yang karantina bersamaan dengan dirinya, sudah diizinkan pulang.
“Saya bingung kok hanya dua hari karantina, sudah bisa langsung pulang. Saya tanya resepnya. Dia bilang minum loloh intaran (jamu daun mimba, Red).
Kebetulan dia ada sisa loloh, diberikan pada saya. Akhirnya saya ikuti resepnya dan loloh-nya saya konsumsi rutin,” ungkapnya.
Pada 8 Oktober 2020, ia menjalani tes usap. Saat itu hasilnya sudah dinyatakan negatif. Sayangnya ia belum diizinkan pulang.
Keesokan harinya, dia kembali menjalani tes usap. Lagi-lagi hasilnya dinyatakan negatif. Ia akhirnya diizinkan pulang ke rumah pada 9 Oktober.
Selama masa karantina, Supartawan mengaku hanya mengonsumsi madu, vitamin C, serta loloh intaran. Sejatinya sebelum menjalani karantina Supartawan telah mendengar resep loloh intaran.
Salah seorang rekannya yang bergiat di Koperasi Pangan Bali Utara, Kardian Narayana, sempat merekomendasikan resep itu.
“Malahan sudah sempat dibawakan ke rumah. Hanya saat berangkat ke tempat karantina itu, saya lupa bawa. Untungnya ada teman yang saya kenal di tempat karantina, bawa resep yang sama.
Saya pribadi yakin itu meningkatkan imun tubuh saya. Jadi bisa negatif covid-19,” ujar pria yang juga mantan Kasubbag Protokol Pemkab Buleleng itu.
Resep Warisan Leluhur
Koperasi Pangan Bali Utara (Kopabara) selama ini dikenal sebagai koperasi yang fokus mengenalkan pangan maupun produk olahan pangan sehat.
Mereka juga gencar mengenalkan kembali manfaat-manfaat tumbuhan yang tumbuh di sekitar masyarakat. Terutama tanaman yang kerap digunakan para tetua.
Pada masa pandemi, pegiat di koperasi ini gencar mengenalkan loloh intaran. Masyarakat Bali Utara selama ini mengenal don intaran atau daun mimba (Azadirachta indica) sebagai sarana upakara.
Daun mimba juga dikenal sebagai komoditas kaya nutrisi yang dapat mengobati sejumlah penyakit. Ramuan loloh intaran diyakini dapat menjadi anti inflamasi atau anti peradangan.
Juga dapat meningkatkan imun tubuh. Sehingga dapat melawan covid-19. Ketua Kopabara Dede Tobing Crysnanjaya mengatakan, dirinya biasa merekomendasikan resep loloh intaran pada pasien covid-19.
Terutama yang dinyatakan dalam kondisi asimtomatik atau tanpa gejala. Bukan tanpa alasan. Tobing sendiri sempat mengalami gangguan kesehatan dengan gejala yang identik dengan covid-19.
Ketika itu ia memutuskan mengonsumsi loloh intaran secara rutin dua kali sehari. “Saat itu hanya berdasar keyakinan saja, ya saya konsumsi. Ternyata itu memberikan dampak yang positif bagi tubuh saya.
Memang saat dikonsumsi rasanya pahit, tubuh juga perlu penyesuaian. Tapi seiring jalannya waktu, maka tubuh makin biasa menerima,” kata Tobing.
Cara membuat jamu, menurut Tobing, terbilang sederhana. Sebanyak 20 lembar daun mimba, direbus dengan 4 gelas air.
Biarkan air mendidih, hingga tersisa sekitar dua gelas air. Bagi orang yang terkonfirmasi covid-19, Tobing merekomendasikan mengonsumsinya dua kali sehari.
“Untuk dewasa, minum segelas pagi hari dan segelas sore hari. Kalau untuk anak-anak, pagi setengah gelas dan sore setengah gelas. Lebih baik diminum ketika masih hangat,” ungkapnya.
Dirinya juga sempat berdiskusi beberapa kali tentang manfaat daun mimba. Di antaranya dengan Gede Kresna, pegiat di Rumah Intaran, pakar lontar Sugi Lanus, serta beberapa pegiat lontar lain di Hanacaraka Society.
Dalam diskusi itu terungkap bahwa daun mimba banyak tercantum dalam manuskrip-manuskrip kuno. Sebut saja lontar taru pramana, yang banyak membahas masalah pengobatan.
Loloh intaran juga diyakini mengandung sejumlah nutrisi. Yakni 15 kalori energi, 0,8 gram protein, 2,7 gram karbohidrat, 0,7 gram serat, 0,1 gram lemak,
59,5 miligram kalsium, 2 miligram zat besi, 14,8 miligram magnesium, 9,3 miligram fosfor, 8,4 miligram sodium, dan 29,6 miligram kalium.
“Selama ini yang dikenal masyarakat di Bali itu kan, daun mimba hanya sebagai sarana upakara. Padahal tetua kita juga menggunakan loloh intaran
sebagai sarana meningkatkan daya tahan tubuh. Tapi karena perubahan zaman, akhirnya loloh intaran tidak lagi jadi pilihan utama,” ungkapnya.
Mengacu manuskrip yang ada, para pegiat di Kopabara pun makin getol mengenalkan loloh intaran pada masyarakat. Dengan harapan masyarakat kembali tahu dan sadar bahwa daun mimba memiliki banyak manfaat.
Ditambah lagi dampak loloh don intaran sudah dibahas oleh peneliti-peneliti asal India. Peneliti itu yakni Pallavi Moreshwar Kanitkar,
Shanmuga Subramanian, Neeta Deshpande, Shrish K, dan Meera Dhengale Patil.Para peneliti itu berasal dari SAI Ayurved College di Maharashtra, India.
Hasil penelitian itu juga tercantum dalam jurnal-jurnal internasional. Sebuah artikel berjudul “Neem (Azadirachta Indica) leaves as dietary supplement in treatment of COVID-19/SARS-CoV-2 : A Case Report” telah banyak menjadi perbincangan di India.
Penelitian lainnya yang berjudul “Neem (Azadiracta indica) a possible silver bullet in Covid 19” juga diterbitkan dalam jurnal internasional bernama International Journal of Research in Pharmaceutical Science.
Jurnal ini diterbitkan oleh JK Welfare and Pharmascope Foundation. “Malah dari literatur yang saya baca, di India itu daun mimba sudah dijadikan berbagai olahan. Mulai dari sabun, pasta gigi, kapsul juga ada.
Karena di India kan ada alternatif penyembuhan Ayurveda. Sekarang kita di Bali kan sudah punya manuskrip Usadha Bali (pengobatan tradisional, Red). Tinggal meracik bahan dan melakukan riset pengembangan saja,” ujarnya.
Seiring dengan literatur-literatur yang ia baca, Tobing makin yakin mengonsumsi loloh intaran. Pria yang bermukim di Desa Bungkulan itu mengaku rutin mengonsumsi loloh don intaran dua kali dalam sepekan.
Dia yakin ramuan ini dapat meningkatkan imun tubuh melawan berbagai macam penyakit. Hanya saja ia mengingatkan bahwa loloh don intaran tak boleh dikonsumsi oleh wanita yang sedang hamil.
Karena berpotensi menyebabkan keguguran. “Saya sendiri rutin konsumsi seminggu dua kali untuk meningkatkan imun tubuh.
Kalau orang yang baru pertama minum biasanya meriang. Itu hal yang wajar, karena ada proses detoksifikasi,” ungkap Tobing.
“Local Genius”
Pemanfaatan ramuan tradisional juga mendapat perhatian dari pihak medis. Tim medis mengaku selama ini banyak pasien covid-19 yang membawa makanan maupun minuman pendamping.
Entah itu minuman isotonik atau jamu. Kepala Instalasi Gizi RSUD Buleleng, I Dewa Nyoman Alit Wijaya mengatakan, selama ini pihaknya selalu mengukur kebutuhan gizi pasien.
Biasanya pasien covid-19 yang tanpa gejala dan gejala ringan, membutuhkan makanan yang masuk kategori tinggi kalori dan tinggi protein. Kebutuhan kalori biasanya mencapai 2.100 sampai 2.500 gram per hari.
“Kalau gejala sedang dan gejala berat beda lagi pendekatannya. Itu disesuaikan dengan penyakit bawaan mereka.
Misalnya kalau punya penyakit bawaan diabetes, tentu dietnya disesuaikan. Suplai gizinya juga harus ikut menyesuaikan,” kata Alit.
Alit mengaku selama ini cukup banyak keluarga pasien covid-19 yang mengonsultasikan makanan maupun minuman pendamping.
Ia mengaku dirinya tidak dalam posisi melarang maupun mengiyakan penyediaan nutrisi tambahan tersebut.
“Kami hanya sarankan perbanyak konsumsi air mineral. Sebisa mungkin konsumsi minimal tiga liter sehari. Kalau ada yang mau mengonsumsi minuman pendamping, seperti minuman isotonik atau kalau orang Bali itu konsumsi loloh, ya itu hak pasien,” ujarnya.
Hal serupa juga diungkapkan Dirut RSUD Buleleng dr. Putu Arya Nugraha, Sp.PD. Menurutnya, pasien covid-19 utamanya yang berstatus tanpa gejala maupun gejala ringan, secara medis tidak membutuhkan obat.
Sebab proses penyembuhan mengandalkan imunitas pasien terhadap virus. Ia mengaku selama ini banyak pasien yang juga menjalankan alternatif pengobatan non medis.
Arya menyebutnya sebagai local genius serta tradisi yang harus dihormati. “Bagi saya ini sebenarnya hal menarik. Karena memang kalau pasien tanpa gejala, hanya mengandalkan imunitas tubuh.
Kalau pasien mengonsumsi minuman yang mereka yakini meningkatkan imunitas tubuh, ya silahkan saja. Itu juga kan sebuah local genius,” kata Arya.
Menurutnya, pemanfaatan loloh intaran sebagai alternatif pengobatan yang diyakini masyarakat, tak perlu diperdebatkan.
“Secara empiris boleh saja. Tidak ada masalah. Saya rasa tidak perlu diperdebatkan. Selama cara pandangnya benar,” papar Arya. (*)