28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 3:51 AM WIB

Tandai Ayah dan Ibu Tiri untuk Dibunuh, Dibikinkan Rumah Isolasi

Pelaku pembunuhan nenek dan ibu kandung, I Wayan Agus Arnawa alias Kolok, 22, sudah 2,5 bulan tinggal di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bangli untuk diobservasi.

Hasilnya, Kolok dinyatakan mengidap gangguan jiwa. Tapi Kolok tidak bisa diterima begitu saja di tempat tinggalnya di Banjar Marga Tengah, Desa Kerta, Kecamatan Payangan. Lantas?

 

INDRA PRASETIA, Gianyar

HASIL visum et repertum kesehatan jiwa I Wayan Agus Arnawa alias Kolok yang telah membunuh neneknya, akhirnya keluar.

Kolok dinyatakan mengalami gangguan jiwa. Seharusnya, setelah keluar hasil itu, Kolok dipulangkan.

“Karena pihak RSJ Bangli tidak bisa meng-kos-kan pasien. Kalau kos di rumah sakit bisa penuh,” ujar Kapolsek Payangan, AKP Gede Endrawan, mengutip pernyataan pihak RSJ Bangli, kemarin (30/8).

Menurut AKP Endrawan, selama di RSJ, Kolok disebut temperamental. “Banyak pasien di RSJ dipukuli, dipindah ke ruang ini, pukul orang, pindah ke situ juga pukul orang,” jelasnya.

Kolok yang merupakan tuna wicara pun tidak bisa lama-lama tinggal di RSJ. “Tapi ketika dipulangkan, dari desa menolak Kolok. Saya katakan bisa melanggar HAM kalau desa menolak orang,” terang AKP Endrawan.

Akhirnya, muncul solusi, dari perwakilan warga, keluarga Kolok, termasuk dari RSJ Bangli. “Solusinya dibuatkan seperti rumah tahanan, rumah itu untuk mengisolasi Kolok. Lokasi rumah itu berada di lahan disamping tempat membunuh neneknya waktu itu,” terang perwira dengan pangkat balok tiga di pundak itu.

AKP Endrawan menjelaskan, rumah isolasi itu selebar 4×6 meter dengan pintu jeruji besi. Di dalam ruangan itu berisi toilet.

“Rencananya pihak keluarga memberikan alas kasur untuk tidur dan televisi,” jelasnya. AKP Endrawan mengaku, pengadaan ruangan isolasi itu sudah menghabiskan dana mencapai Rp 60 juta, karena atap rumah itu dibeton supaya tidak mudah dibobol.

Untuk biaya pembangunan ditanggung oleh keluarga Kolok. Dan, pada Sabtu nanti (2/8) bertepatan pada rahinan Tumpek Landep, rumah isolasi itu akan dipelaspas.

“Setelah dipelaspas, baru Kolok dipindahkan dari RSJ menuju rumah barunya (isolasi, red) itu,” jelasnya. Endrawan mengaku, pembangunan rumah isolasi itu merupakan jalan tengah terhadap kasus ini.

“Ini bisa jadi model penanganan ke depan. Tidak bisa kami polisi lepas tangan, masyarakat dan keluarganya tidak bisa lepas tangan, ini menjadi jalan,” jelasnya.

Selama ditahan, Kolok tidak akan dipasung maupun dirantai. Selama di rumah isolasi itu, Kolok akan dirawat, diberi makan sesuai jadwal.

“Tapi kami sadar, ini bisa membuat dia tambah stres. Makanya perlu perhatian semua pihak untuk menangani masalah ini,” jelasnya.

Disamping itu, sehari-hari, Kolok kerap mengancam orang tuanya. Di rumah Kolok, polisi melihat banyak kertas-kertas di rumahnya.

“Ayahnya (I Wayan Putrayasa, red) dan ibu tirinya jadi target pembunuhan selanjutnya. Ada gambar di kamarnya, ibu kandung dan neneknya ada tanda silang. Itu artinya sudah dibunuh,” ujarnya sambil tersenyum.

Di kertas lainnya, ada gambar ayah dan ibu tirinya yang belum diberi tanda silang. “Ayahnya sering dimintai uang, kalau tidak dikasih, Kolok langsung mengarahkan jari ke lehernya, artinya mau dibunuh,” jelasnya.

Walaupun hasil kesehatan jiwa Kolok sudah keluar, namun kasus pembunuhan belum ditutup. “Masih jalan. Setelah digelarkan baru dihentikan kasusnya. Gelar melibatkan Polres dan kejaksaan. Gelar untuk memutuskan apa bisa disidangkan nggak orang gila itu,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Dusun Banjar Margatengah, Desa Kerta, Dwi Wedana, mengakui pihak keluarga Kolok telah membuat bangunan untuk tempat tinggal Kolok.

“Tapi, itu bisa tidak menjamin, kami di sini was-was kalau Kolok kembali,” ujar Dwi Wedana, kemarin.

Dwi mengaku, warganya takut dengan Kolok karena sudah dua kali melakukan aksi pembunuhan terhadap nenek dan ibu kandungnya sendiri. “Kalau bisa jangan ke sini, kami takut,” jelasnya.

Seperti diketahui sebelumnya, Kolok sebelumnya membunuh neneknya sendiri, Ni Wayan Uyut, 80, warga Banjar Marga Tengah, Desa Kerta, Kecamatan Payangan pada Jumat, 9 Juni lalu.

Sebelumnya, pada Oktober 2016 lalu, Kolok juga menganiaya ibu kandungnya hingga meninggal dunia

Pelaku pembunuhan nenek dan ibu kandung, I Wayan Agus Arnawa alias Kolok, 22, sudah 2,5 bulan tinggal di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bangli untuk diobservasi.

Hasilnya, Kolok dinyatakan mengidap gangguan jiwa. Tapi Kolok tidak bisa diterima begitu saja di tempat tinggalnya di Banjar Marga Tengah, Desa Kerta, Kecamatan Payangan. Lantas?

 

INDRA PRASETIA, Gianyar

HASIL visum et repertum kesehatan jiwa I Wayan Agus Arnawa alias Kolok yang telah membunuh neneknya, akhirnya keluar.

Kolok dinyatakan mengalami gangguan jiwa. Seharusnya, setelah keluar hasil itu, Kolok dipulangkan.

“Karena pihak RSJ Bangli tidak bisa meng-kos-kan pasien. Kalau kos di rumah sakit bisa penuh,” ujar Kapolsek Payangan, AKP Gede Endrawan, mengutip pernyataan pihak RSJ Bangli, kemarin (30/8).

Menurut AKP Endrawan, selama di RSJ, Kolok disebut temperamental. “Banyak pasien di RSJ dipukuli, dipindah ke ruang ini, pukul orang, pindah ke situ juga pukul orang,” jelasnya.

Kolok yang merupakan tuna wicara pun tidak bisa lama-lama tinggal di RSJ. “Tapi ketika dipulangkan, dari desa menolak Kolok. Saya katakan bisa melanggar HAM kalau desa menolak orang,” terang AKP Endrawan.

Akhirnya, muncul solusi, dari perwakilan warga, keluarga Kolok, termasuk dari RSJ Bangli. “Solusinya dibuatkan seperti rumah tahanan, rumah itu untuk mengisolasi Kolok. Lokasi rumah itu berada di lahan disamping tempat membunuh neneknya waktu itu,” terang perwira dengan pangkat balok tiga di pundak itu.

AKP Endrawan menjelaskan, rumah isolasi itu selebar 4×6 meter dengan pintu jeruji besi. Di dalam ruangan itu berisi toilet.

“Rencananya pihak keluarga memberikan alas kasur untuk tidur dan televisi,” jelasnya. AKP Endrawan mengaku, pengadaan ruangan isolasi itu sudah menghabiskan dana mencapai Rp 60 juta, karena atap rumah itu dibeton supaya tidak mudah dibobol.

Untuk biaya pembangunan ditanggung oleh keluarga Kolok. Dan, pada Sabtu nanti (2/8) bertepatan pada rahinan Tumpek Landep, rumah isolasi itu akan dipelaspas.

“Setelah dipelaspas, baru Kolok dipindahkan dari RSJ menuju rumah barunya (isolasi, red) itu,” jelasnya. Endrawan mengaku, pembangunan rumah isolasi itu merupakan jalan tengah terhadap kasus ini.

“Ini bisa jadi model penanganan ke depan. Tidak bisa kami polisi lepas tangan, masyarakat dan keluarganya tidak bisa lepas tangan, ini menjadi jalan,” jelasnya.

Selama ditahan, Kolok tidak akan dipasung maupun dirantai. Selama di rumah isolasi itu, Kolok akan dirawat, diberi makan sesuai jadwal.

“Tapi kami sadar, ini bisa membuat dia tambah stres. Makanya perlu perhatian semua pihak untuk menangani masalah ini,” jelasnya.

Disamping itu, sehari-hari, Kolok kerap mengancam orang tuanya. Di rumah Kolok, polisi melihat banyak kertas-kertas di rumahnya.

“Ayahnya (I Wayan Putrayasa, red) dan ibu tirinya jadi target pembunuhan selanjutnya. Ada gambar di kamarnya, ibu kandung dan neneknya ada tanda silang. Itu artinya sudah dibunuh,” ujarnya sambil tersenyum.

Di kertas lainnya, ada gambar ayah dan ibu tirinya yang belum diberi tanda silang. “Ayahnya sering dimintai uang, kalau tidak dikasih, Kolok langsung mengarahkan jari ke lehernya, artinya mau dibunuh,” jelasnya.

Walaupun hasil kesehatan jiwa Kolok sudah keluar, namun kasus pembunuhan belum ditutup. “Masih jalan. Setelah digelarkan baru dihentikan kasusnya. Gelar melibatkan Polres dan kejaksaan. Gelar untuk memutuskan apa bisa disidangkan nggak orang gila itu,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Dusun Banjar Margatengah, Desa Kerta, Dwi Wedana, mengakui pihak keluarga Kolok telah membuat bangunan untuk tempat tinggal Kolok.

“Tapi, itu bisa tidak menjamin, kami di sini was-was kalau Kolok kembali,” ujar Dwi Wedana, kemarin.

Dwi mengaku, warganya takut dengan Kolok karena sudah dua kali melakukan aksi pembunuhan terhadap nenek dan ibu kandungnya sendiri. “Kalau bisa jangan ke sini, kami takut,” jelasnya.

Seperti diketahui sebelumnya, Kolok sebelumnya membunuh neneknya sendiri, Ni Wayan Uyut, 80, warga Banjar Marga Tengah, Desa Kerta, Kecamatan Payangan pada Jumat, 9 Juni lalu.

Sebelumnya, pada Oktober 2016 lalu, Kolok juga menganiaya ibu kandungnya hingga meninggal dunia

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/