SINGARAJA – Kegagalan pemerintah mencapai target realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun 2019 lalu, menuai sorotan dari dewan.
Para anggota legislative di gedung dewan, meminta pemerintah memberikan penjelasan terkait hal tersebut. Sebab angka realisasi PAD dinilai meleset cukup jauh dari target.
Fraksi Golkar DPRD Buleleng, cukup getol menyoroti masalah ini. Fraksi Golkar secara resmi mempertanyakan masalah tersebut pada pemerintah kemarin.
Hal itu disampaikan Fraksi Golkar pada forum Rapat Paripurna DPRD Buleleng dengan agenda Penyampaian Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Buleleng atas Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2019.
Juru Bicara Fraksi Golkar DPRD Buleleng Ketut Patra mengungkapkan, pada tahun 2019 lalu, pemerintah merancang target PAD sebesar Rp 444,11 miliar.
Kenyataannya realisasi PAD hingga akhir tahun anggaran hanya Rp 365,59 miliar atau sekitar 82,32 persen.
“Tidak tercapainya target PAD ini sering kali terjadi. Ini selalu membuat kami bertanya-tanya kenapa bisa terjadi. Padahal angka yang dicantumkan dalam APBD ini sudah
melalui pembahasan secara berlapis-lapis dan sudah memprediksi berbagai hambatan. Bahkan barangkali sampai unsur kebocorannya pun sudah dihitung,” kata Patra.
Sayangnya dalam rapat-rapat pembahasan dan evaluasi, dewan kerap menerima jawaban yang kurang memuaskan.
Jawaban yang disampaikan cenderung klasik. Seperti situasi ekonomi yang kurang baik, butuh perbaikan sistem, hingga target yang dipasang terlalu tinggi.
Untuk itu dewan menyarankan agar pemerintah lebih cermat lagi dalam melakukan perhitungan. Sehingga hal tersebut tak terulang lagi.
“Memang rencana tidak mungkin akan sama persis dengan kenyataan, namun ketidak tercapaian sampai 17,68% tetap akan menjadi tanya tanya besar.
Kegagalan capaiain target ini tentu juga akan berpengaruh terhadap belanja daerah dan program pengeluaran yang lain,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Gede Suyasa menyebut, dari sisi angka sebenarnya realisasi PAD Buleleng di tahun 2019 mengalami peningkatan.
Dari semula Rp 336 miliar, mencapai Rp 365 miliar. Bahkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang semula diperkirakan tidak akan mencapai target, justru terealisasi hingga 98 persen.
Pendapatan yang turun drastis, kata Suyasa, bersumber dari pendapatan RSUD Buleleng yang berstatus sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
“Sesuai regulasi, pendapatan BLUD itu bagian dari PAD. Tahun lalu kan ada ketentuan mengenai rujukan online di BPJS.
Jadi sebelum masuk ke RSUD yang tipe B, pasien harus ke rumah sakit tipe D atau tipe C dulu. Setelah di tipe C tidak mampu melayani, baru dirujuk ke tipe B, yakni RSUD. Ini yang menyebabkan PAD kita signifikan dari sisi BLUD,” kata Suyasa.