SINGARAJA – Kasus temuan keterlambatan distribusi logistik pemilu di Buleleng berlanjut.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Buleleng meneruskan hasil temuan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Menurut Bawaslu, hasil temuan Bawaslu menunjukkan adanya indikasi pelanggaran etik yang dilakukan oleh komisioner maupun sekretaris KPU.
Ketua Bawaslu Buleleng Putu Sugi Ardana mengatakan, dugaan pelanggaran itu kini ada di tangan DKPP.
“Apakah nanti terbukti melanggar atau tidak, itu sudah kewenangan DKPP. Kami sifatnya menunggu. Menunggu keputusan DKPP saja,” kata Sugi.
Menurutnya dalam proses pengawasan, memang ditemukan ada indikasi komisoner dan sekretaris KPU tidak profesional dalam bekerja.
Sehingga menurtnya, adanya indikasi itu yang menyebabkan terjadinya keterlambatan distribusi logistik Pemilu, utamanya di wilayah Kecamatan Buleleng.
Selain itu, kata Sugi, masalah profesionalitas dan etika penyelenggara pemilu pun telah diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
“Kami kaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kami teruskan ke DKPP melalui Bawaslu Bali. Karena memang kami temukan ada dugaan pelanggaran etik di sana,” tegas Sugi.
Seperti diketahui sebelumnya, distribusi logistik di Kabupaten Buleleng pada Pemilu 2019 mengalami keterlambatan. Akibatnya sejumlah TPS kekurangan jumlah logistik. Mulai dari kekurangan tinta, kekurangan bilik suara, hingga tak ada formulir C1 plano untuk rekapitulasi suara.
Selain itu keterlambatan distribusi itu juga berdampak pada keterlambatan proses pemungutan dan penghitungan suara. Seperti yang terjadi di TPS 22, 23, dan 24 Banyuning.
Buntut keterlambatan itu, Bawaslu Buleleng meminta klarifikasi pada komisioner KPU Buleleng.
Mulai dari Ketua KPU Komang Dudhi Udiyana, dan para anggota seperti Nyoman Gede Cakra Budaya, Gede Sutrawan, Gede Bandem Samudra, dan Made Sumertana. Bawaslu juga sempat meminta Sekretaris KPU Buleleng I Putu Aswina.