34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 12:54 PM WIB

Saking Cintanya dengan Seni, Banting Setir Dari Kontraktor Ke Musik

Hidup adalah pilihan. Begitulah kiranya prinsip perjalan hidup Gede Mahardika. Sempat sukses di bisnis kontraktor, mendadak Mahardika memilih bating setir menjadi pemain musik.

 

Bahkan saking cintanya di dunia seni musik, kini pria 40 tahun itu lebih memilih focus dan membentuk sebuah grup band bernama D’yash Souiling. Seperti apa?

 

 

JULIADI, Buleleng

 

 

“Bermusik bukan mencari sebuah materi. Tetapi bermusik adalah ngayah. Apapun penghargaan yang diberikan oleh orang kepada kami. Maka itu sudah sesuai dan setimpal dengan hasil dan karya seni yang kami pentaskan,” ucap Mahardika saat ditemui Jawa Pos Radar Bali, Kamis (9/5).

 

Bahkan pria yang kini memiliki usaha toko modern Adi Rama di Desa Pemuteran, Gerogak, Buleleng ini juga mengaku, meski sudah membentuk group band yang memadukan alat musik tradisional dengan alat musik modern. Gede Mahardika memiliki cita-cita yang mulia.

 

Ia ingin membuat sebuah komunitas atau paguyuban seni.

 

Paguyuban inilah sebagai wadah untuk saring dan berdiskusi dari seluruh para musisi seni dan pencita seni di Buleleng.

 

“Wadah inilah bisa menciptakan generasi penerus seni musik yang ada di Buleleng bagian barat,” ucapnya.

 

Meski D’yash Souling baru terbentuk selama setahun lebih, namun job-job dari panggung ke panggung pun diakui sudah mulai berdatangan.

 

Terutama dari hotel ke hotel. “Kami memiliki ciri khas dengan memainkan alat-alat tradisional nusantara,” jelasnya.

 

Disinggung perihal seruling yang dimainkan, kata Mahardika nadanya mirip dengan seniman Gus Teja.

Gede Mahardika tak menampik jika sebagian orang akan berkata hal serupa. Namun jika audiance telah mendengar secara utuh, maka banyak perbedaan yang ada.

 

“Ini musik khas Buleleng, pemilihan nada dan irama ya Buleleng banget deh. Kami lebih kepada rasa bukan sekedar sebuah nada yang kami mainkan,” tukasnya. 

 

Hidup adalah pilihan. Begitulah kiranya prinsip perjalan hidup Gede Mahardika. Sempat sukses di bisnis kontraktor, mendadak Mahardika memilih bating setir menjadi pemain musik.

 

Bahkan saking cintanya di dunia seni musik, kini pria 40 tahun itu lebih memilih focus dan membentuk sebuah grup band bernama D’yash Souiling. Seperti apa?

 

 

JULIADI, Buleleng

 

 

“Bermusik bukan mencari sebuah materi. Tetapi bermusik adalah ngayah. Apapun penghargaan yang diberikan oleh orang kepada kami. Maka itu sudah sesuai dan setimpal dengan hasil dan karya seni yang kami pentaskan,” ucap Mahardika saat ditemui Jawa Pos Radar Bali, Kamis (9/5).

 

Bahkan pria yang kini memiliki usaha toko modern Adi Rama di Desa Pemuteran, Gerogak, Buleleng ini juga mengaku, meski sudah membentuk group band yang memadukan alat musik tradisional dengan alat musik modern. Gede Mahardika memiliki cita-cita yang mulia.

 

Ia ingin membuat sebuah komunitas atau paguyuban seni.

 

Paguyuban inilah sebagai wadah untuk saring dan berdiskusi dari seluruh para musisi seni dan pencita seni di Buleleng.

 

“Wadah inilah bisa menciptakan generasi penerus seni musik yang ada di Buleleng bagian barat,” ucapnya.

 

Meski D’yash Souling baru terbentuk selama setahun lebih, namun job-job dari panggung ke panggung pun diakui sudah mulai berdatangan.

 

Terutama dari hotel ke hotel. “Kami memiliki ciri khas dengan memainkan alat-alat tradisional nusantara,” jelasnya.

 

Disinggung perihal seruling yang dimainkan, kata Mahardika nadanya mirip dengan seniman Gus Teja.

Gede Mahardika tak menampik jika sebagian orang akan berkata hal serupa. Namun jika audiance telah mendengar secara utuh, maka banyak perbedaan yang ada.

 

“Ini musik khas Buleleng, pemilihan nada dan irama ya Buleleng banget deh. Kami lebih kepada rasa bukan sekedar sebuah nada yang kami mainkan,” tukasnya. 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/