32.2 C
Jakarta
25 April 2024, 18:10 PM WIB

Bukan Lagi Ketua AMPG, Golkar Bali Klaim Tak Lakukan Penyimpangan Dana

DENPASAR – DPD I Partai Golkar Bali menanggapi laporan Ketua Anak Muda Partai Golkar (AMPG) Gianyar Gusti Agung Ngurah Arika Sudewa ke DPP Golkar terkait adanya beberapa masalah di DPD II Golkar Gianyar. 

Seperti diberitakan, surat yang dilayangkan Arika Sudewa tertanggal 1 Juli tersebut sebagai bentuk protes agar Musda yang akan dilaksanakan 

dalam waktu dekat ini ditunda untuk fokus pada pembenahan sejumlah masalah di internal partai Golkar. Khususnya soal peruntukan dana. 

Terkait surat Arika Sudewa, Tim Verifikasi DPD I Golkar Bali langsung memberikan tanggapan, Rabu (29/7) sore.

Tim verifikasi terdiri dari Nyoman Arjawa, Wayan Muntra, Muammar Khadafi, Dewa Made Suamba Negara dan Noor Hilyin Handayani ini turun melakukan 

verifikasi dan mencari fakta-fakta kebenaran termasuk menanyakan langsung maupun tertulis kepada Ketua DPD II Golkar Gianyar Made Dauh Wijana dari laporan surat tersebut pada tanggal 20 Juli lalu. 

“Kami konfirmasi kepada jajaran pengurus Partai Golkar di Gianyar atas enam poin yang dilaporkan saudara Arika Sudewa ini dalam surat tersebut,” tutur Ketua Tim Verifikasi DPD Golkar Bali, Dewa Made Suamba Negara.

Dari enam poin yang menjadi laporan dalam surat tersebut, Dewa Suamba merinci beberapa poin. Misalnya pengelolaan dan transparansi dana saksi. 

Kata dia. dalam hal ini ada dua dana saksi pertama dana saksi yang dikelola dari DPD Golkar Gianyar atas iuran calon. 

“Jadi, semua calon tidak hanya di Gianyar tapi di seluruh Bali, ketika terjadi pileg 2019 lalu, semua calon yang sudah definitif berkumpul untuk memikirkan dana saksi. 

Di Gianyar muncul kesepakatan bahwa dana saksi ditanggung sebagian oleh calon incumbent. Waktu itu jumlahnya ada tujuh calon incumbent. 

Setiap incumbent dikenakan dana saksi Rp 30 juta dengan total Rp 210 juta. Sementara calon-calon yang baru tidak ditarget, 

tapi secara sukarela. Tetapi memang hanya Rp 210 juta itu saja yang terkumpul tidak ada tambahan dana,” jelasnya.

Sementara untuk dana saksi di Gianyar, total memerlukan dana senilai Rp 580 juta. Sehingga dari dana Rp210 juta ini kurang. 

Untuk menutupi kekurangan tersebut, anggota fraksi Golkar melakukan peminjaman uang di LPD dengan menggunakan jaminan milik Ketua DPD II Golkar Gianyar yakni Made Dauh Wijana. 

“Pinjamnya Rp 300 juta. Dana saksi itu kemudian terkumpul sebagaimana perlunya. Dari pinjaman uang Rp 300 juta itu diendapkan Rp 50 juta sebagai cadangan 

untuk keperluan lain-lain. Sehingga terkumpul Rp 460 juta. Ini masih kurang, kemudian ada dana bantuan dari anggota fraksi DPR RI, datangnya belakangan. 

Selanjutnya dananya dipergunakan oleh Dauh untuk menutupi kekurangan. Sisanya dikelola partai dan sudah dipertanggungjawabkan pengurus dan digunakan renovasi. Ada laporan tertulisnya juga,” imbuh Dewa Suamba Negara.

Dewa Suamba Negara menambahkan, untuk dana Bantuan Keuangan Partai Politik (Banpol) telah dilaporkan ke Pemkab Gianyar. 

Selama laporan tersebut diterima berdasar audit berarti dana tersebut sudah dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya dan telah disahkan melalui sidang pleno.

“Bisa dicek ke Kesbangpol kalau memang dirasa tidak transparan buktinya laporan itu diterima,” paparnya. 

Dia juga menjawab mengenai tudingan kisruhnya pencalonan Cok Ibah yang tidak dicalonkan oleh Golkar. 

Dewa Suamba menyampaikan alasan dari Golkar tidak mencalonkan Cok Ibah lantaran usulan calon di tingkat kecamatan tidak ada satupun yang mencalonkan Cok Ibah. 

“Semestinya beliau kan dicalonkan ke Provinsi karena sebelumnya adalah calon provinsi. Tidak satupun usulan dari kecamatan memunculkan nama Cok Ibah. 

Jadi, karena tidak muncul, ya tidak ditindaklanjuti oleh Golkar Gianyar. Tidak serta merta menjadi kesalahan ketua karena itu kan kolektif sifatnya. 

Di samping masalah tersebut sudah berakhir saat kepengurusan waktu lalu. Kenapa baru dipermasalahkan sekarang,” ucapnya heran.

Sisi lain pihaknya juga menanggapi soal adanya rangkap jabatan oleh Dauh Wijana. Pihak DPD I Golkar Bali ketika surat edaran dari DPP itu turun bahwa 

perpanjangan masa bakti kepengurusan DPD II dan I semestinya sudah harus melakukan Musda. Namun karena kondisi Covid-19 ini kepengurusan diperpanjang. 

“Itu ada surat instruksi dari DPP. Pak Dauh juga statusnya bukan Plt. Dia Ketua definitif. Karena dia dianggap mampu dia ditarik ke Provinsi. 

Kan tidak mungkin menurunkan karena ketua definitif ini kan harus melalui proses Musda,” jelas Muntra menimpali. 

“Kalau rangkap jabatan ia. Kami sudah menyurati DPP jauh sebelum surat yang dilayangkan Arika Sudewa ini. 

Sehubungan dengan adanya perpanjangan masa bakti karena tidak bisa musda akibat covid, kami bertanya ke DPP, kaitan dengan saudara Dauh yang merangkap jabatan. 

Kebetulan belum dijawab oleh DPP sampai saat ini. Oleh karena itu sikap kami Dauh tidak salah kami juga tidak salah,” terangnya.

Dalam kesempatan itu, Dewa juga menyebut bahwa Arika Sudewa kecewa lantaran Dauh Wijana selaku Ketua Golkar Gianyar 

tidak menginstruksikan dukungan saat bertarung dalam ajang Pemilihan Perbekel 2019 lalu yang menyebabkan ia gagal terpilih sebagai perbekel.

“Gimana bisa Partai Golkar menginstruksikan masyarakat untuk memilih beliau sebagai kepala desa. Kan tidak bisa,” ujarnya menanyakan. 

Dia juga mengungkapkan fakta bahwa Arika Sudewa sudah tidak lagi tercatat sebagai pengurus partai ataupun Ketua AMPG Gianyar. 

Ini setelah adanya surat pengunduran diri Arika sebagai pengurus partai Golkar untuk persyaratan maju dalam ajang kontestasi Pilkel 2019 lalu. 

Hingga saat ini pucuk pimpinan AMPG Gianyar kosong dan belum ada pergantian. “Jadi, sebenarnya dia (Arika) tidak berhak melayangkan 

surat dengan menggunakan kop AMPG. Karena dia sudah mengundurkan diri. Secara legal standing tidak boleh. 

Kecuali dia berstatus pengurus aktif dan kedua melakukan rapat di jajaran AMPG. Ketika dia sudah bertindak sebagai bakal calon kepala desa,

dia kan tidak lagi tercatat sebagai pengurus partai aktif. Bagaimana ceritanya dia bisa menyatakan diri kemudian menjadi oknum pengurus partai. 

Kalau itu dipersoalkan dan bilang masih berstatus pengurus aktif, berarti waktu maju jadi calon kepala desa dia menyalahi ketentuan. 

Karena itu kan sebagai persyaratan maju pilkel, harus tidak boleh aktif di parpol. Surat pemberhentian sudah diberikan kok ke yang bersangkutan. 

Surat pemberitahuan tidak lagi sebagai pengurus partai ini diajukan sebagai syarat maju pilkel. Kalau tidak menyertakan itu ya gugur,” bebernya.

Untuk itu dari hasil investgasi dan pencarian fakta yang dilakukan oleh tim ini, pihaknya tidak menemukan adanya pelanggaran atau permasalahan di DPD II Golkar Gianyar. 

“Jadi, hasilnya tidak benar apa yang disampaikan saudara Arika ini soal hal yang dilaporkan dalam surat tersebut,” tandasnya. 

DENPASAR – DPD I Partai Golkar Bali menanggapi laporan Ketua Anak Muda Partai Golkar (AMPG) Gianyar Gusti Agung Ngurah Arika Sudewa ke DPP Golkar terkait adanya beberapa masalah di DPD II Golkar Gianyar. 

Seperti diberitakan, surat yang dilayangkan Arika Sudewa tertanggal 1 Juli tersebut sebagai bentuk protes agar Musda yang akan dilaksanakan 

dalam waktu dekat ini ditunda untuk fokus pada pembenahan sejumlah masalah di internal partai Golkar. Khususnya soal peruntukan dana. 

Terkait surat Arika Sudewa, Tim Verifikasi DPD I Golkar Bali langsung memberikan tanggapan, Rabu (29/7) sore.

Tim verifikasi terdiri dari Nyoman Arjawa, Wayan Muntra, Muammar Khadafi, Dewa Made Suamba Negara dan Noor Hilyin Handayani ini turun melakukan 

verifikasi dan mencari fakta-fakta kebenaran termasuk menanyakan langsung maupun tertulis kepada Ketua DPD II Golkar Gianyar Made Dauh Wijana dari laporan surat tersebut pada tanggal 20 Juli lalu. 

“Kami konfirmasi kepada jajaran pengurus Partai Golkar di Gianyar atas enam poin yang dilaporkan saudara Arika Sudewa ini dalam surat tersebut,” tutur Ketua Tim Verifikasi DPD Golkar Bali, Dewa Made Suamba Negara.

Dari enam poin yang menjadi laporan dalam surat tersebut, Dewa Suamba merinci beberapa poin. Misalnya pengelolaan dan transparansi dana saksi. 

Kata dia. dalam hal ini ada dua dana saksi pertama dana saksi yang dikelola dari DPD Golkar Gianyar atas iuran calon. 

“Jadi, semua calon tidak hanya di Gianyar tapi di seluruh Bali, ketika terjadi pileg 2019 lalu, semua calon yang sudah definitif berkumpul untuk memikirkan dana saksi. 

Di Gianyar muncul kesepakatan bahwa dana saksi ditanggung sebagian oleh calon incumbent. Waktu itu jumlahnya ada tujuh calon incumbent. 

Setiap incumbent dikenakan dana saksi Rp 30 juta dengan total Rp 210 juta. Sementara calon-calon yang baru tidak ditarget, 

tapi secara sukarela. Tetapi memang hanya Rp 210 juta itu saja yang terkumpul tidak ada tambahan dana,” jelasnya.

Sementara untuk dana saksi di Gianyar, total memerlukan dana senilai Rp 580 juta. Sehingga dari dana Rp210 juta ini kurang. 

Untuk menutupi kekurangan tersebut, anggota fraksi Golkar melakukan peminjaman uang di LPD dengan menggunakan jaminan milik Ketua DPD II Golkar Gianyar yakni Made Dauh Wijana. 

“Pinjamnya Rp 300 juta. Dana saksi itu kemudian terkumpul sebagaimana perlunya. Dari pinjaman uang Rp 300 juta itu diendapkan Rp 50 juta sebagai cadangan 

untuk keperluan lain-lain. Sehingga terkumpul Rp 460 juta. Ini masih kurang, kemudian ada dana bantuan dari anggota fraksi DPR RI, datangnya belakangan. 

Selanjutnya dananya dipergunakan oleh Dauh untuk menutupi kekurangan. Sisanya dikelola partai dan sudah dipertanggungjawabkan pengurus dan digunakan renovasi. Ada laporan tertulisnya juga,” imbuh Dewa Suamba Negara.

Dewa Suamba Negara menambahkan, untuk dana Bantuan Keuangan Partai Politik (Banpol) telah dilaporkan ke Pemkab Gianyar. 

Selama laporan tersebut diterima berdasar audit berarti dana tersebut sudah dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya dan telah disahkan melalui sidang pleno.

“Bisa dicek ke Kesbangpol kalau memang dirasa tidak transparan buktinya laporan itu diterima,” paparnya. 

Dia juga menjawab mengenai tudingan kisruhnya pencalonan Cok Ibah yang tidak dicalonkan oleh Golkar. 

Dewa Suamba menyampaikan alasan dari Golkar tidak mencalonkan Cok Ibah lantaran usulan calon di tingkat kecamatan tidak ada satupun yang mencalonkan Cok Ibah. 

“Semestinya beliau kan dicalonkan ke Provinsi karena sebelumnya adalah calon provinsi. Tidak satupun usulan dari kecamatan memunculkan nama Cok Ibah. 

Jadi, karena tidak muncul, ya tidak ditindaklanjuti oleh Golkar Gianyar. Tidak serta merta menjadi kesalahan ketua karena itu kan kolektif sifatnya. 

Di samping masalah tersebut sudah berakhir saat kepengurusan waktu lalu. Kenapa baru dipermasalahkan sekarang,” ucapnya heran.

Sisi lain pihaknya juga menanggapi soal adanya rangkap jabatan oleh Dauh Wijana. Pihak DPD I Golkar Bali ketika surat edaran dari DPP itu turun bahwa 

perpanjangan masa bakti kepengurusan DPD II dan I semestinya sudah harus melakukan Musda. Namun karena kondisi Covid-19 ini kepengurusan diperpanjang. 

“Itu ada surat instruksi dari DPP. Pak Dauh juga statusnya bukan Plt. Dia Ketua definitif. Karena dia dianggap mampu dia ditarik ke Provinsi. 

Kan tidak mungkin menurunkan karena ketua definitif ini kan harus melalui proses Musda,” jelas Muntra menimpali. 

“Kalau rangkap jabatan ia. Kami sudah menyurati DPP jauh sebelum surat yang dilayangkan Arika Sudewa ini. 

Sehubungan dengan adanya perpanjangan masa bakti karena tidak bisa musda akibat covid, kami bertanya ke DPP, kaitan dengan saudara Dauh yang merangkap jabatan. 

Kebetulan belum dijawab oleh DPP sampai saat ini. Oleh karena itu sikap kami Dauh tidak salah kami juga tidak salah,” terangnya.

Dalam kesempatan itu, Dewa juga menyebut bahwa Arika Sudewa kecewa lantaran Dauh Wijana selaku Ketua Golkar Gianyar 

tidak menginstruksikan dukungan saat bertarung dalam ajang Pemilihan Perbekel 2019 lalu yang menyebabkan ia gagal terpilih sebagai perbekel.

“Gimana bisa Partai Golkar menginstruksikan masyarakat untuk memilih beliau sebagai kepala desa. Kan tidak bisa,” ujarnya menanyakan. 

Dia juga mengungkapkan fakta bahwa Arika Sudewa sudah tidak lagi tercatat sebagai pengurus partai ataupun Ketua AMPG Gianyar. 

Ini setelah adanya surat pengunduran diri Arika sebagai pengurus partai Golkar untuk persyaratan maju dalam ajang kontestasi Pilkel 2019 lalu. 

Hingga saat ini pucuk pimpinan AMPG Gianyar kosong dan belum ada pergantian. “Jadi, sebenarnya dia (Arika) tidak berhak melayangkan 

surat dengan menggunakan kop AMPG. Karena dia sudah mengundurkan diri. Secara legal standing tidak boleh. 

Kecuali dia berstatus pengurus aktif dan kedua melakukan rapat di jajaran AMPG. Ketika dia sudah bertindak sebagai bakal calon kepala desa,

dia kan tidak lagi tercatat sebagai pengurus partai aktif. Bagaimana ceritanya dia bisa menyatakan diri kemudian menjadi oknum pengurus partai. 

Kalau itu dipersoalkan dan bilang masih berstatus pengurus aktif, berarti waktu maju jadi calon kepala desa dia menyalahi ketentuan. 

Karena itu kan sebagai persyaratan maju pilkel, harus tidak boleh aktif di parpol. Surat pemberhentian sudah diberikan kok ke yang bersangkutan. 

Surat pemberitahuan tidak lagi sebagai pengurus partai ini diajukan sebagai syarat maju pilkel. Kalau tidak menyertakan itu ya gugur,” bebernya.

Untuk itu dari hasil investgasi dan pencarian fakta yang dilakukan oleh tim ini, pihaknya tidak menemukan adanya pelanggaran atau permasalahan di DPD II Golkar Gianyar. 

“Jadi, hasilnya tidak benar apa yang disampaikan saudara Arika ini soal hal yang dilaporkan dalam surat tersebut,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/