26.2 C
Jakarta
26 April 2024, 2:06 AM WIB

Jadi WBTB, Lukis Wayang Kaca di Nagasepaha Buleleng Terancam Punah

SINGARAJA – Tradisi lukis wayang kaca di Desa Nagasepaha, Kecamatan Buleleng, terancam punah. Penyebabnya para perajin lukisan wayang kaca sudah tidak intens lagi berproduksi.

Sejak pandemi, para perajin terpaksa beralih profesi. Ketua Kelompok Lukis Kaca Desa Nagasepaha, Kadek Suradi mengatakan, sejak masa pandemi berlangsung puluhan anggotanya terpaksa beralih profesi.

Total ada 20 orang anggota di kelompoknya yang terpaksa beralih profesi. Profesi yang digeluti para pelukis saat ini beraneka macam.

Ada yang beralih menjadi buruh bangunan, penjual batu akik, ada pula yang hanya berdiam diri di rumah.

“Sekarang yang ada di pikiran teman-teman itu bagaimana caranya biar bisa makan. Karena selama pandemi ini hampir tidak ada lagi yang beli lukisan kaca,” kata Suradi.

Dulunya pada masa pandemi para perajin biasanya bisa mendapat pesanan antara 20-40 buah lukisan dalam sebulan.

Dengan pesanan sebanyak itu, perajin bisa saja mendapat penghasilan hingga Rp 4,5 juta sebulan. Kini pada masa pandemi, dalam sebulan belum tentu perajin dapat mendapat pesanan dari warga.

Kondisi itu pun diakui dosen Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha (FBS Undiksha), Hardiman.

Menurutnya pada masa pandemi ini, minat terhadap lukisan kaca menurun secara drastis. Dampak yang timbul ialah para perajin beralih pada profesi lain yang dapat memberi penghidupan pada keluarga mereka.

“Kalau tidak berkarya dalam waktu lama, pasti mereka mencari sumber penghidupan lain. Profesi lama mereka akan ditinggalkan,

karena tidak memberi penghidupan. Kalau pekerjaan lain lebih menjanjikan, praktis lukis kaca ini akan diabaikan,” kata Hardiman.

Hardiman berharap pemerintah dapat memberi stimulant pada para perajin. Sehingga mereka bisa tetap berkarya.

Meski dalam jumlah terbatas. Dengan memberi kesempatan berkarya, maka teknik-teknik lukis akan tetap lestari.

Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara tak menampik kondisi tersebut.

Ia mengaku tengah menyiapkan solusi terkait masalah tersebut. Salah satunya meminta dukungan para pimpinan instansi di Buleleng.

“Kami harap pimpinan instansi lain juga bisa memberikan dukungan. Setidaknya ini bisa menjaga mereka bisa tetap berpoduksi,” kata Dody.

Sekadar diketahui, pada sidang yang dilangsungkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, ada 3 tradisi yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

Ketiganya adalah permainan rakyat Megoak-Goakan di Desa Panji, tradisi Ngusaba Bukakak di Desa Adat Sangsit Dangin Yeh,

dan teknik lukis wayang kaca Desa Nagasepaha. Penetapan itu dilakukan lewat sidang tim ahli WBTB pada Jumat siang. 

SINGARAJA – Tradisi lukis wayang kaca di Desa Nagasepaha, Kecamatan Buleleng, terancam punah. Penyebabnya para perajin lukisan wayang kaca sudah tidak intens lagi berproduksi.

Sejak pandemi, para perajin terpaksa beralih profesi. Ketua Kelompok Lukis Kaca Desa Nagasepaha, Kadek Suradi mengatakan, sejak masa pandemi berlangsung puluhan anggotanya terpaksa beralih profesi.

Total ada 20 orang anggota di kelompoknya yang terpaksa beralih profesi. Profesi yang digeluti para pelukis saat ini beraneka macam.

Ada yang beralih menjadi buruh bangunan, penjual batu akik, ada pula yang hanya berdiam diri di rumah.

“Sekarang yang ada di pikiran teman-teman itu bagaimana caranya biar bisa makan. Karena selama pandemi ini hampir tidak ada lagi yang beli lukisan kaca,” kata Suradi.

Dulunya pada masa pandemi para perajin biasanya bisa mendapat pesanan antara 20-40 buah lukisan dalam sebulan.

Dengan pesanan sebanyak itu, perajin bisa saja mendapat penghasilan hingga Rp 4,5 juta sebulan. Kini pada masa pandemi, dalam sebulan belum tentu perajin dapat mendapat pesanan dari warga.

Kondisi itu pun diakui dosen Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha (FBS Undiksha), Hardiman.

Menurutnya pada masa pandemi ini, minat terhadap lukisan kaca menurun secara drastis. Dampak yang timbul ialah para perajin beralih pada profesi lain yang dapat memberi penghidupan pada keluarga mereka.

“Kalau tidak berkarya dalam waktu lama, pasti mereka mencari sumber penghidupan lain. Profesi lama mereka akan ditinggalkan,

karena tidak memberi penghidupan. Kalau pekerjaan lain lebih menjanjikan, praktis lukis kaca ini akan diabaikan,” kata Hardiman.

Hardiman berharap pemerintah dapat memberi stimulant pada para perajin. Sehingga mereka bisa tetap berkarya.

Meski dalam jumlah terbatas. Dengan memberi kesempatan berkarya, maka teknik-teknik lukis akan tetap lestari.

Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara tak menampik kondisi tersebut.

Ia mengaku tengah menyiapkan solusi terkait masalah tersebut. Salah satunya meminta dukungan para pimpinan instansi di Buleleng.

“Kami harap pimpinan instansi lain juga bisa memberikan dukungan. Setidaknya ini bisa menjaga mereka bisa tetap berpoduksi,” kata Dody.

Sekadar diketahui, pada sidang yang dilangsungkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, ada 3 tradisi yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

Ketiganya adalah permainan rakyat Megoak-Goakan di Desa Panji, tradisi Ngusaba Bukakak di Desa Adat Sangsit Dangin Yeh,

dan teknik lukis wayang kaca Desa Nagasepaha. Penetapan itu dilakukan lewat sidang tim ahli WBTB pada Jumat siang. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/