29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:34 AM WIB

Jadikan Singaraja Kota Pusaka, Didesak Bentuk Tim Ahli Cagar Budaya

SINGARAJA – Pemerintah Kabupaten Buleleng didesak segera membentuk tim ahli cagar budaya.

Pembentukan tim ahli ini dianggap penting, sehingga tinggalan-tinggalan sejarah dalam bentuk benda maupun tak benda, dapat dilestarikan dengan lebih baik.

Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk “Singaraja Kota Pusaka?” yang digelar Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB) di Gedung MR. I Gusti Ketut Pudja, Jumat (20/12) lalu.

Agenda itu dihadiri Direktur Eksekutif Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) Nanang Asfarinal, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, akademisi, dan budayawan.

Menurut Nanang, Singaraja sebenarnya sudah masuk dalam keanggotaan Jaringan Kota Pusaka sejak 2011 lalu, bersama dengan Kota Denpasar.

Hanya saja, perkembangan dan komitmen dalam pelestarian warisan budaya benda dan tak benda, masih kalah bila dibandingkan dengan Gianyar dan Karangasem.

Padahal, dua kabupaten itu baru masuk dalam keanggotaan baru-baru ini. Nanang juga menyebut Buleleng sebenarnya memiliki beberapa potensi yang besar di bidang sejarah dan budaya.

Di antaranya tari wayang wong yang telah diakui sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) oleh UNESCO.

Belum lagi sejumlah tradisi lain yang telah diakui sebagai WBTB oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Untuk pelestarian itu, Nanang menyebut dibutuhkan komitmen dari kepala daerah. “Kalau kepala daerah punya komitmen, langkah kedepan sudah enak.

Selanjutnya, hal-hal yang berkaitan dengan pusaka harus ada legalisasinya. Untuk itu kami mendorong agar Buleleng punya tim ahli cagar budaya yang telah disertifikasi oleh kementerian,” kata Nanang.

Kota Singaraja sendiri, ujar Nanang, memiliki potensi besar bila digarap secara serius sebagai Kota Pusaka. Sebab, pada masa kolonial, Kota Singaraja merupakan jalur rempah.

Jalur rempah ini pun rencananya akan digodog menjadi kawasan budaya oleh pemerintah pusat.

“Bupati harus mengambil langkah strategis untuk itu. Bagaimana menetapkan kawasan, batasan, garis delinasi, dan zona pusakanya. Kalau bisa harus tercantum dalam tata ruang wilayah.

Jadi kalau mengajukan program ke pusat, enak. Karena kementerian itu melihat, siapa yang punya kemauan, itu yang dipilih,” tegasnya.

Sementara itu Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengatakan, pihaknya akan mendiskusikan masukan tersebut. Sebab pelestarian tinggalan sejarah di Buleleng, harus disesuaikan dengan karakteristik wilayahnya.

“Kalau bicara Kota Singaraja, harus kolonial. Karena potensinya itu. Nanti kami akan diskusikan bersama dan membuat tim dulu. Mana yang masih ada tinggalan-tinggalan kolonial, akan dilestarikan,” kata Bupati Agus.

Selain itu, sejumlah kawasan juga dianggap memiliki potensi. Mengingat tinggalan sejarah yang cukup kuat.

Seperti kawasan Julah-Sembiran yang memiliki jejak Bali Mula, Catur Desa Adat Dalem Tamblingan, dan kawasan Bali Aga di Kecamatan Banjar. 

SINGARAJA – Pemerintah Kabupaten Buleleng didesak segera membentuk tim ahli cagar budaya.

Pembentukan tim ahli ini dianggap penting, sehingga tinggalan-tinggalan sejarah dalam bentuk benda maupun tak benda, dapat dilestarikan dengan lebih baik.

Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk “Singaraja Kota Pusaka?” yang digelar Komunitas Jurnalis Buleleng (KJB) di Gedung MR. I Gusti Ketut Pudja, Jumat (20/12) lalu.

Agenda itu dihadiri Direktur Eksekutif Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) Nanang Asfarinal, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, akademisi, dan budayawan.

Menurut Nanang, Singaraja sebenarnya sudah masuk dalam keanggotaan Jaringan Kota Pusaka sejak 2011 lalu, bersama dengan Kota Denpasar.

Hanya saja, perkembangan dan komitmen dalam pelestarian warisan budaya benda dan tak benda, masih kalah bila dibandingkan dengan Gianyar dan Karangasem.

Padahal, dua kabupaten itu baru masuk dalam keanggotaan baru-baru ini. Nanang juga menyebut Buleleng sebenarnya memiliki beberapa potensi yang besar di bidang sejarah dan budaya.

Di antaranya tari wayang wong yang telah diakui sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) oleh UNESCO.

Belum lagi sejumlah tradisi lain yang telah diakui sebagai WBTB oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Untuk pelestarian itu, Nanang menyebut dibutuhkan komitmen dari kepala daerah. “Kalau kepala daerah punya komitmen, langkah kedepan sudah enak.

Selanjutnya, hal-hal yang berkaitan dengan pusaka harus ada legalisasinya. Untuk itu kami mendorong agar Buleleng punya tim ahli cagar budaya yang telah disertifikasi oleh kementerian,” kata Nanang.

Kota Singaraja sendiri, ujar Nanang, memiliki potensi besar bila digarap secara serius sebagai Kota Pusaka. Sebab, pada masa kolonial, Kota Singaraja merupakan jalur rempah.

Jalur rempah ini pun rencananya akan digodog menjadi kawasan budaya oleh pemerintah pusat.

“Bupati harus mengambil langkah strategis untuk itu. Bagaimana menetapkan kawasan, batasan, garis delinasi, dan zona pusakanya. Kalau bisa harus tercantum dalam tata ruang wilayah.

Jadi kalau mengajukan program ke pusat, enak. Karena kementerian itu melihat, siapa yang punya kemauan, itu yang dipilih,” tegasnya.

Sementara itu Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengatakan, pihaknya akan mendiskusikan masukan tersebut. Sebab pelestarian tinggalan sejarah di Buleleng, harus disesuaikan dengan karakteristik wilayahnya.

“Kalau bicara Kota Singaraja, harus kolonial. Karena potensinya itu. Nanti kami akan diskusikan bersama dan membuat tim dulu. Mana yang masih ada tinggalan-tinggalan kolonial, akan dilestarikan,” kata Bupati Agus.

Selain itu, sejumlah kawasan juga dianggap memiliki potensi. Mengingat tinggalan sejarah yang cukup kuat.

Seperti kawasan Julah-Sembiran yang memiliki jejak Bali Mula, Catur Desa Adat Dalem Tamblingan, dan kawasan Bali Aga di Kecamatan Banjar. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/