25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:39 AM WIB

Akhir Pandemi Covid-19 Tak Bisa Diprediksi, Terima Saja Liga 1 Distop

DENPASAR – Entah sampai kapan pandemic Covid-19 ini akan berakhir. Bisa akhir Mei sesuai prediksi awal, bisa bulan Juli seperti kata para ahli, atau bisa juga lebih lama lagi.

Jika lebih lama lagi, otomatis Liga 1 2020 dan Liga 2 2020 berhenti total. Wacana untuk menggelar kompetisi pada bulan September pun bisa saja semakin kencang untuk digaungkan.

Apa yang terjadi sekarang ini bukan hanya dirasakan oleh para pemain dan pelatih di klub kontestan kasta tertinggi kompetisi di Indonesia.

Apa yang dirasakan sekarang ini juga sempat dirasakan oleh Ketum Asprov PSSI Bali I Ketut Suardana.

Pria yang akrab disapa Pak Tut tersebut sudah berkecimpung di dunia sepak bola khususnya di Bali sejak tahun 80an. Itu artinya, dia menjadi saksi sejarah bagaimana liga dihentikan sebanyak tiga kali.

Yang pertama terjadi pada tahun 1998. Kala itu Galatama dihentikan karena krisis moneter. Di era Galatama inilah, Gelora Devata menjadi wakil Pulau Dewata satu-satunya.

Yang kedua terjadi saat tahun 2015 di era QNB League akibat dualisme kepengurusan PSSI yang berbuntut dihentikannya liga oleh Menpora dan PSSI diberikan sanksi oleh FIFA.

Dari pengalamannya inilah Pak Tut mengungkapkan jika apa yang terjadi sekarang bisa lebih buruk dari dua penghentian sebelumnya.

Ketika era Galatama, dia menuturkan jika kompetisi masih menyisakan beberapa pertandingan dan liga musim berikutnya kembali bergulir hanya sekitar dua sampai tiga bulan berselang.

Saat QNB League 2015 dihentikan, turnamen-turnamen juga banyak digelar sebagai pengganti QNB League.

Pria asal Ubud tersebut juga sempat membantu Bali United agar tetap kokoh berada di Gianyar.

“Apapun bisa terjadi. Seperti sekarang ini karena force majeure. Kondisi saat ini sudha tidak memungkinkan lagi,” ucapnya.

“Kalau tidak bisa lagi digulirkan tahun ini, mau bagaimana lagi kan? Itulah kenyataan yang harus kita semua terima. Pandemi Covid-19 ini tidak bisa diprediksi kapan selesainya.

Kecuali semua orang mengikuti anjuran pemerintah untuk memutus rantai penyebaran virus ini. Pada akhirnya, kompetisi yang dihentikan. Bukan di sepak bola saja, tetapi semua kegiatan di olahraga lain,” tutupnya.

DENPASAR – Entah sampai kapan pandemic Covid-19 ini akan berakhir. Bisa akhir Mei sesuai prediksi awal, bisa bulan Juli seperti kata para ahli, atau bisa juga lebih lama lagi.

Jika lebih lama lagi, otomatis Liga 1 2020 dan Liga 2 2020 berhenti total. Wacana untuk menggelar kompetisi pada bulan September pun bisa saja semakin kencang untuk digaungkan.

Apa yang terjadi sekarang ini bukan hanya dirasakan oleh para pemain dan pelatih di klub kontestan kasta tertinggi kompetisi di Indonesia.

Apa yang dirasakan sekarang ini juga sempat dirasakan oleh Ketum Asprov PSSI Bali I Ketut Suardana.

Pria yang akrab disapa Pak Tut tersebut sudah berkecimpung di dunia sepak bola khususnya di Bali sejak tahun 80an. Itu artinya, dia menjadi saksi sejarah bagaimana liga dihentikan sebanyak tiga kali.

Yang pertama terjadi pada tahun 1998. Kala itu Galatama dihentikan karena krisis moneter. Di era Galatama inilah, Gelora Devata menjadi wakil Pulau Dewata satu-satunya.

Yang kedua terjadi saat tahun 2015 di era QNB League akibat dualisme kepengurusan PSSI yang berbuntut dihentikannya liga oleh Menpora dan PSSI diberikan sanksi oleh FIFA.

Dari pengalamannya inilah Pak Tut mengungkapkan jika apa yang terjadi sekarang bisa lebih buruk dari dua penghentian sebelumnya.

Ketika era Galatama, dia menuturkan jika kompetisi masih menyisakan beberapa pertandingan dan liga musim berikutnya kembali bergulir hanya sekitar dua sampai tiga bulan berselang.

Saat QNB League 2015 dihentikan, turnamen-turnamen juga banyak digelar sebagai pengganti QNB League.

Pria asal Ubud tersebut juga sempat membantu Bali United agar tetap kokoh berada di Gianyar.

“Apapun bisa terjadi. Seperti sekarang ini karena force majeure. Kondisi saat ini sudha tidak memungkinkan lagi,” ucapnya.

“Kalau tidak bisa lagi digulirkan tahun ini, mau bagaimana lagi kan? Itulah kenyataan yang harus kita semua terima. Pandemi Covid-19 ini tidak bisa diprediksi kapan selesainya.

Kecuali semua orang mengikuti anjuran pemerintah untuk memutus rantai penyebaran virus ini. Pada akhirnya, kompetisi yang dihentikan. Bukan di sepak bola saja, tetapi semua kegiatan di olahraga lain,” tutupnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/