25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:51 AM WIB

Terdampak Erupsi Gunung Agung, Kunjungan ke Puri Ubud Merosot Tajam

UBUD – Jalanan di kawasan wisata Ubud beberapa hari terakhir tampak lengang tidak seperti biasanya.

Pemandangan dari jalur Monkey Forest ke Puri Ubud yang biasanya padat merayap, kemarin tidak terlihat. Begitu pula dengan puri Ubud yang merupakan jantung Ubud, kunjungan turun drastis.

Salah satu petugas jaga di Puri Ubud, Pak Eka, mengakui ada penurunan jumlah kunjungan wisata ke Ubud.

“Sejak bandara ditutup, turis tidak ada yang datang ke sini,” ujar pria asal Desa Taro, Kecamatan Tegalalang, kemarin. Dia menjelaskan, setelah bandara dibuka kembali, turis bukannya kembali ke Bali.

“Dikira akan terus meletus, padahal sekarang gunung sudah normal,” ujarnya. Saat berjaga kemarin di office puri, atau di areal luar puri, dia hanya melihat segelintir turis.

“Dari pagi sampai siang ini, saya cuma lihat sekitar 10 orang saja. Sepertinya di bawah 20 orang ini yang masuk,” ujarnya.

Biasanya, jika siang hari, apalagi menjelang tahun baru, gelombang turis menuju puri sangat padat. Halaman luar puri biasanya sudah penuh dengan turis.

“Biasanya musim ini, turis dari Tiongkok datang kemari. Tapi sekarang nyaris tidak ada bus masuk Ubud,” jelasnya.

Sebagai petugas di puri, dia sendiri tidak bisa menghitung jumlah kunjungan turis. Itu karena masuk puri tidak dikenakan karcis.

“Bahkan di sini tidak ada sumbangan,” ujarnya. Jadi jumlah yang bisa dilihat hanya kasat mata dan hitungan kasar saja.

Walau masuk puri gratis, namun turis tidak bisa sembarangan ketika berada di areal puri. “Sudah ada papan larangan, tidak boleh naik dan sebagainya. Masuk boleh tapi ada batasannya,” jelasnya.

Diakui, kunjungan ke puri merupakan barometer geliat turis di kawasan wisata Ubud. “Karena turis baru datang ke puri dulu. Baru keliling, ada ke museum, monkey forest atau mencari makan siang,” jelasnya.

Dengan turunnya turis ke puri, menandakan kunjungan ke destinasi lain juga kendor. Eka menjelaskan, setiap malam di wantilan Puri Ubud

ada pertunjukan tarian yang biasa ditonton sebanyak 200-an tamu dengan tiket Rp 100 ribu per orang. “Tadi malam hanya 30-an orang yang menonton,” tukasnya.

Turunnya tingkat kunjungan turis ke Ubud juga tampak pada lengangnya rumah makan yang ada di sepanjang jalanan Ubud.

Manager Bebek Tepi Sawah, Iwan, merasakan dampak tersebut. “Dampaknya terasa sekali, ada penurunan signifikan,” jelasnya.

Yang lebih parah, Iwan mengaku ada beberapa restoran di Ubud sudah mulai melangsungkan rotasi karyawan.

“Jadi ada restoran yang karyawannya masuk gantian, karena tidak ada tamu,” tandasnya. 

UBUD – Jalanan di kawasan wisata Ubud beberapa hari terakhir tampak lengang tidak seperti biasanya.

Pemandangan dari jalur Monkey Forest ke Puri Ubud yang biasanya padat merayap, kemarin tidak terlihat. Begitu pula dengan puri Ubud yang merupakan jantung Ubud, kunjungan turun drastis.

Salah satu petugas jaga di Puri Ubud, Pak Eka, mengakui ada penurunan jumlah kunjungan wisata ke Ubud.

“Sejak bandara ditutup, turis tidak ada yang datang ke sini,” ujar pria asal Desa Taro, Kecamatan Tegalalang, kemarin. Dia menjelaskan, setelah bandara dibuka kembali, turis bukannya kembali ke Bali.

“Dikira akan terus meletus, padahal sekarang gunung sudah normal,” ujarnya. Saat berjaga kemarin di office puri, atau di areal luar puri, dia hanya melihat segelintir turis.

“Dari pagi sampai siang ini, saya cuma lihat sekitar 10 orang saja. Sepertinya di bawah 20 orang ini yang masuk,” ujarnya.

Biasanya, jika siang hari, apalagi menjelang tahun baru, gelombang turis menuju puri sangat padat. Halaman luar puri biasanya sudah penuh dengan turis.

“Biasanya musim ini, turis dari Tiongkok datang kemari. Tapi sekarang nyaris tidak ada bus masuk Ubud,” jelasnya.

Sebagai petugas di puri, dia sendiri tidak bisa menghitung jumlah kunjungan turis. Itu karena masuk puri tidak dikenakan karcis.

“Bahkan di sini tidak ada sumbangan,” ujarnya. Jadi jumlah yang bisa dilihat hanya kasat mata dan hitungan kasar saja.

Walau masuk puri gratis, namun turis tidak bisa sembarangan ketika berada di areal puri. “Sudah ada papan larangan, tidak boleh naik dan sebagainya. Masuk boleh tapi ada batasannya,” jelasnya.

Diakui, kunjungan ke puri merupakan barometer geliat turis di kawasan wisata Ubud. “Karena turis baru datang ke puri dulu. Baru keliling, ada ke museum, monkey forest atau mencari makan siang,” jelasnya.

Dengan turunnya turis ke puri, menandakan kunjungan ke destinasi lain juga kendor. Eka menjelaskan, setiap malam di wantilan Puri Ubud

ada pertunjukan tarian yang biasa ditonton sebanyak 200-an tamu dengan tiket Rp 100 ribu per orang. “Tadi malam hanya 30-an orang yang menonton,” tukasnya.

Turunnya tingkat kunjungan turis ke Ubud juga tampak pada lengangnya rumah makan yang ada di sepanjang jalanan Ubud.

Manager Bebek Tepi Sawah, Iwan, merasakan dampak tersebut. “Dampaknya terasa sekali, ada penurunan signifikan,” jelasnya.

Yang lebih parah, Iwan mengaku ada beberapa restoran di Ubud sudah mulai melangsungkan rotasi karyawan.

“Jadi ada restoran yang karyawannya masuk gantian, karena tidak ada tamu,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/