MANGUPURA – Kendati angka pasien positif Covid-19 di Badung mencapai seribu orang lebih, persisnya 1.129 orang, Pemkab Badung sementara belum mau menutup objek wisata.
Kabupaten terkaya di Bali itu lebih memilih membatasi jumlah pengunjung atau kapasitas objek wisata. Wajar jika Pemkab Badung bersikap hati-hati.
Sebab, pariwisata memang menjadi tumpuan pendapatan asli daerah Badung. Tahun ini APBD Badung ikut babak belur akibat sepinya pariwisata.
“Dalam SE Gubernur Bali yang terbaru jelas poinnya, yaitu menyebutkan mengatur atau membatasi aktivitas pada DTW atau objek wisata.
Jadi, bukan penutupan,” terang Plt Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Badung, Cokorda Raka Darmawan, kemarin.
Lebih lanjut dijelaskan, merujuk pada Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 487/GugusCovid19/IX/2020 tentang Penguatan Pencegahan Dan Pengendalian Covid-19 di Bali.
Dalam SE yang diterbitkan 17 September itu tertuang pembatasan aktivitas masyarakat akibat dampak dari adanya Covid-19. Bukan penutupan.
Terkait tindaklanjut SE Gubernur Nomor 487/GugusCovid19/IX/2020 di Kabupaten Badung, Cok Darmawan menyebut akan mengatur kapasitas pengunjung, yakni 25 persen dari luas wilayah daya Tarik wisata (DTW).
Dalam SE Gubernur Bali juga disebutkan pegawai atau pekerja perkantoran yang boleh masuk kerja jumlahnya 25 persen.
Cok Darmawan menegaskan, meski tidak menutup objek wisata, pihaknya memperketat standar protokol kesehatan.
Semua pengelola objek wisata atau daya tarik wisata (DTW) di Badung wajib menegakkan protokol kesehatan.
Raka Darmawan berharap para pengelola objek wisata di Kabupaten Badung memahami kondisi pandemi Covid-19 dengan memperhitungkan daya tampung, sehingga protokol kesehatan dapat diterapkan dengan baik.
“Pengelola objek wisata harus paham kapasitas atau daya tampungnya berapa. Cukup menerima 25 persen saja, termasuk social distancing juga harus harus diatur. Itu yang harus dipahami,” tandas Asisten Administrasi Umum Setda Badung itu.
Kendati demikian, pihaknya masih menunggu keputusan Bupati Badung menindaklanjuti SE Gubernur Bali tentang Penguatan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Bali.
“Kami masih menunggu dari Bapak Bupati, nanti Satgas Covid yang akan mengeluarkan surat baru kami tidaklanjuti ke lapangan untuk sosialisasi,” tukas pejabat asal Gianyar itu.
Seperti diketahui, Gubernur Koster mulai menginjak rem secara perlahan dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor: 487/GugasCovid/IX/2020 tentang Penguatan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Bali.
SE tersebut ditujukan kepada bupati/wali kota se-Bali, pimpinan lembaga/unit kerja isntansi vertikal, kepala perangkat daerah, Direktur BUMN/BUMD, pimpinan perusahaan swasta, hingga pimpinan LSM dan ormas.
Ada delapan poin dalam surat tersebut. Beberapa poin penting di antaranya membatasi kegiatan upacara panca yadnya dan keramaian di Bali sesuai SE Bersama PHDI Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat (MDA).
Poin penting berikutnya menguatkan penerapan kebijakan pembatasan aktivitas di luar rumah, mengoptimalkan pelaksanaan pengerjaan tugas perkantoran dengan bekerja dari rumah bagi instansi pemerintah maupun swasta.
Jumlah pegawai yang bekerja atau berkantor 25 persen dari total pegawai. Selain itu, belajar dan beribadah juga ditekankan tetap di rumah.
Poin penting lainnya terkait pembatasan aktivitas keramaian pada objek dan daya Tarik wisata, pusat perbelanjaan, pasar, dan tempat/fasilitas umum.
Penguatan pelacakan kontak/kasus (contact tracing), pengujian (testing) dan karantina. Sementara untuk kapasitas penanganan medis antara lain melakukan relaksasi rumah sakit,
menambah jumlah ruang perawatan khusus Covid-19, menyiapkan rumah sakit darurat, dan meningkatkan pengjuan bagi rumah sakit yang telah dilengkapi peralatan pengujian.