DENPASAR – Viralnya Bali Sex Ban membuat Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace mendukung
keputusan Presiden Joko Widodo yang meminta DPR RI menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP).
Wakil Gubernur Bali ini menegaskan, insan pariwisata Bali tidak sekedar mendukung penundaan tersebut. Namun sekaligus akan mengajukan penolakan secara tertulis terhadap sejumlah pasal yang dinilai mengganggu kepariwisataan Bali.
Apalagi, menurut Wagub Cok Ace, hal itu telah memunculkan sejumlah warning atau peringatan dari luar negeri agar warga negara mereka menghindari mengunjungi Bali.
Misalnya dari Australia, dan tidak menutup kemungkinan disusul negara lainnya. “Kami insan pariwisata sangat konsen menjaga pariwisata Bali.
Untuk itu kami akan mengajukan usulan revisi tertulis kepada parlemen (DPR RI) atas beberapa pasal yang dinilai berdampak negatif kepada pariwisata Bali khususnya,” ujar Cok Ace.
Sejumlah pasal yang sementara akan diusulkan untuk ditinjau kembali itu di antaranya bab pasal perzinahan, yakni pasal 417 dan 419 RUU KUHP.
Pasal ini implementasinya akan sangat menyentuh ranah private masyarakat. Ini tentu mengkhawatirkan wisatawan asing karena KUHP Indonesia menganut azas teritorial seperti yang termaktub dalam pasal 2 KUHP yang berlaku saat ini.
“Yang artinya setiap orang tidak peduli warga negara apapun yang diduga melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia, otomatis akan tunduk pada hukum Pidana Indonesia.
Hal ini tentu akan membuat para wisatawan berpikir dua kali untuk berwisata ke Indonesia. Karena bila RUU KUHP berlaku tentunya pasal-pasal seperti yang disebutkan tadi dapat saja akan menjadi ancaman bagi mereka,” terangnya.
Selain itu juga pasal 432 RUU KUHP. Bunyi pasal itu, “Wanita pekerja yang pulang malam bisa dianggap sebagai gelandangan….dan seterusnya”.
Padahal, lanjut dia, dalam dunia industri pariwisata tidak tertutup kemungkinan pekerja wanita pulang malam karena tuntutan pekerjaan dan pelayanan dalam dunia pariwisata.
“Tentu saja ini sangat mengganggu bisnis pariwisata, karena akan terbatas pada jam malam,” tegas Cok Ace lagi.
Hal ini, kata dia, juga secara hukum bertentangan dengan Undang -Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kesetaraan Gender, dan pula bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamakan Gender dalam Pembangunan Nasional.
“Keberatan detailnya akan diajukan secara rinci dan khusus kepada parlemen oleh insan pariwisata dalam waktu dekat ini,” sebutnya.
Seperti diberitakan, Pemerintah bersama DPR akhirnya sepakat mengusulkan untuk menunda pengesahan RUU KUHP
karena banyaknya pasal yang kontroversial dan dinilai oleh sejumlah kalangan bisa mengancam demokratisasi di Indonesia.
Tak hanya itu, sejumlah pasal dalam RUU KUHP juga dinilai dapat mengganggu kepariwisataan Bali.
Bahkan, sebelum diberlakukan telah muncul sejumlah warning atau peringatan dari pemerintah negara asing agar warga negaranya berhati-hati berkunjung ke Bali dengan kemungkinan disahkannya RUU KUHP.
Misalnya situs peringatan perjalanan yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT).
Bahkan sejumlah media massa terkemuka dari Negeri Kangguru dalam pemberitaan mereka menyarankan warga Australia agar menghindari untuk mengunjungi Pulau Dewata.