29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:40 AM WIB

Pokdarwis Gianyar: Program “Doktor Masuk Desa” UB Keren

DENPASAR – Seminar nasional bertajuk Digital User Experience (pengalaman pengguna digital, red) yang diprakarsai Universitas Brawijaya Malang

di Prime Plaza Hotel, Sanur serangkaian Harteknas 2019 memiliki kesan khusus di hati masyarakat Desa Mas, Ubud, Gianyar.

Pasalnya, Desa Mas menjadi pilot project soft launching aplikasi desa wisata Go Village oleh universitas yang berdiri sejak tahun 1963 itu.

Aplikasi yang merupakan sumbangsih mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya ini diyakini akan mensejahterakan penduduk setempat.

Ketua Kelompok Desa Sadar Wisata (Pokdarwis) Kabupaten Gianyar Nyoman Mangku Kandia menilai program doktor masuk desa Universitas Brawijaya sangat keren.

Lebih-lebih aplikasi Go Village. Terangnya, baru pertama kali ada program doktor yang terjun ke desa, yakni yang diprakarsai Universitas Brawijaya berkolaborasi dengan Politeknik Negeri Bali.

“Kita memang butuh para akademisi terjun langsung ke desa melihat situasi sebenarnya; tidak sekadar textbook. Harus ada praktik langsung.

Bila perlu menginap dan survei di desa untuk mengetahui kehidupan desa yang senyata-nyatanya,” ucapnya.

Program pengabdian pada masyarakat Universitas Brawijaya, imbuh Kandia membuatnya sadar bahwa pokdarwis di Bali masih membutuhkan para akademisi, khususnya dalam hal kajian-kajian ilmiah atau akademik.

Kandia juga memaparkan program doktor masuk desa itu sejalan atau bersinergi dengan aktivitas wisata yang dikemas masyarakat Desa Mas Ubud.

Dirinya menyadari sejatinya desa wisata merupakan integrasi antara atraksi, akomodasi, dan penunjang lain yang berhubungan dengan tradisi dan budaya.

“Kami di desa sangat peduli untuk melestarikan budaya sesuai imbauan Presiden Jokowi dan Gubernur Bali bahwa kami harus membangun dari pinggiran atau desa,” tandasnya.

Keseriusan pemerintah pusat membangun dari desa, sambungnya memberi peluang bagi para warga desa untuk berkembang.

Kandia menyebut sejak dikeluarkannya UU Desa No. 6 Tahun 2014, desa menjadi merdeka dan mendapat kesempatan secara otonom untuk berbenah.

“Menjadi subjek pembangunan. Lama sekali desa-desa (perekonomian, red) mati suri. Begitu Pak Jokowi dilantik sebagai presiden perhatian besar tercurah ke desa, antara lain lewat gelontoran dana desa,” ungkap kandidat doktor IHDN itu.

Kandia berharap dana desa, khususnya di Bali dikelola dan diperuntukkan demi kesejahteraan masyarakat.

“Desa dinas yang ada di Bali berjumlah 636. Sementara desa adat berjumlah 1.493. Desa wisata terakhir Bapak Gubernur Bali menyebut berjumlah 250-an.

Tapi, perlu diingat dari 636 desa dinas ini tidak semua bisa dikelola menjadi desa wisata,” tegasnya sembari menyebut Desa Kutuh merupakan desa wisata tersukses di Pulau Dewata.

Lebih lanjut, Direktur Desa Wisata Academy, Desa Mas, Ubud, Gianyar itu menyebut chief operasional desa wisata yang ideal adalah kepala desa atau perbekel.

Pucuk pimpinan di desa tegasnya harus memiliki visi dan misi mengembangkan wilayahnya menjadi desa wisata.

Inisiatif tersebut, terangnya tentu akan “dimatangkan” lewat peraturan desa (perdes) melalui musrenbang.

“Bila serius tentu akan ditelurkan master plan dan selanjutnya menggunaka dana desa untuk mengembangkan desa,” pungkasnya.

Terkait desa wisata Mas Ubud, Kandia menyebut dirintis sejak 2014. “Kami membangun homestay yang memanfaatkan rumah-rumah penduduk. Kini ada lebih dari 30 homestay.

Desa wisata kami telah di-booking oleh agen Inggris. Mereka datang setiap 2 minggu sekali membawa rombongan 100 orang

untuk melakukan kerja relawan. Salah satu yang menghidupkan market desa wisata ini adalah para relawan,” terangnya. (rba)

DENPASAR – Seminar nasional bertajuk Digital User Experience (pengalaman pengguna digital, red) yang diprakarsai Universitas Brawijaya Malang

di Prime Plaza Hotel, Sanur serangkaian Harteknas 2019 memiliki kesan khusus di hati masyarakat Desa Mas, Ubud, Gianyar.

Pasalnya, Desa Mas menjadi pilot project soft launching aplikasi desa wisata Go Village oleh universitas yang berdiri sejak tahun 1963 itu.

Aplikasi yang merupakan sumbangsih mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya ini diyakini akan mensejahterakan penduduk setempat.

Ketua Kelompok Desa Sadar Wisata (Pokdarwis) Kabupaten Gianyar Nyoman Mangku Kandia menilai program doktor masuk desa Universitas Brawijaya sangat keren.

Lebih-lebih aplikasi Go Village. Terangnya, baru pertama kali ada program doktor yang terjun ke desa, yakni yang diprakarsai Universitas Brawijaya berkolaborasi dengan Politeknik Negeri Bali.

“Kita memang butuh para akademisi terjun langsung ke desa melihat situasi sebenarnya; tidak sekadar textbook. Harus ada praktik langsung.

Bila perlu menginap dan survei di desa untuk mengetahui kehidupan desa yang senyata-nyatanya,” ucapnya.

Program pengabdian pada masyarakat Universitas Brawijaya, imbuh Kandia membuatnya sadar bahwa pokdarwis di Bali masih membutuhkan para akademisi, khususnya dalam hal kajian-kajian ilmiah atau akademik.

Kandia juga memaparkan program doktor masuk desa itu sejalan atau bersinergi dengan aktivitas wisata yang dikemas masyarakat Desa Mas Ubud.

Dirinya menyadari sejatinya desa wisata merupakan integrasi antara atraksi, akomodasi, dan penunjang lain yang berhubungan dengan tradisi dan budaya.

“Kami di desa sangat peduli untuk melestarikan budaya sesuai imbauan Presiden Jokowi dan Gubernur Bali bahwa kami harus membangun dari pinggiran atau desa,” tandasnya.

Keseriusan pemerintah pusat membangun dari desa, sambungnya memberi peluang bagi para warga desa untuk berkembang.

Kandia menyebut sejak dikeluarkannya UU Desa No. 6 Tahun 2014, desa menjadi merdeka dan mendapat kesempatan secara otonom untuk berbenah.

“Menjadi subjek pembangunan. Lama sekali desa-desa (perekonomian, red) mati suri. Begitu Pak Jokowi dilantik sebagai presiden perhatian besar tercurah ke desa, antara lain lewat gelontoran dana desa,” ungkap kandidat doktor IHDN itu.

Kandia berharap dana desa, khususnya di Bali dikelola dan diperuntukkan demi kesejahteraan masyarakat.

“Desa dinas yang ada di Bali berjumlah 636. Sementara desa adat berjumlah 1.493. Desa wisata terakhir Bapak Gubernur Bali menyebut berjumlah 250-an.

Tapi, perlu diingat dari 636 desa dinas ini tidak semua bisa dikelola menjadi desa wisata,” tegasnya sembari menyebut Desa Kutuh merupakan desa wisata tersukses di Pulau Dewata.

Lebih lanjut, Direktur Desa Wisata Academy, Desa Mas, Ubud, Gianyar itu menyebut chief operasional desa wisata yang ideal adalah kepala desa atau perbekel.

Pucuk pimpinan di desa tegasnya harus memiliki visi dan misi mengembangkan wilayahnya menjadi desa wisata.

Inisiatif tersebut, terangnya tentu akan “dimatangkan” lewat peraturan desa (perdes) melalui musrenbang.

“Bila serius tentu akan ditelurkan master plan dan selanjutnya menggunaka dana desa untuk mengembangkan desa,” pungkasnya.

Terkait desa wisata Mas Ubud, Kandia menyebut dirintis sejak 2014. “Kami membangun homestay yang memanfaatkan rumah-rumah penduduk. Kini ada lebih dari 30 homestay.

Desa wisata kami telah di-booking oleh agen Inggris. Mereka datang setiap 2 minggu sekali membawa rombongan 100 orang

untuk melakukan kerja relawan. Salah satu yang menghidupkan market desa wisata ini adalah para relawan,” terangnya. (rba)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/