DENPASAR – Hari Raya Galungan dan Kuningan memiliki makna khusus bagi Togar Situmorang.
Puluhan kali melewati perayaan umat Hindu yang menggunakan perhitungan kalender Bali, yakni Budha Kliwon Dungulan itu,
advokat yang berkantor di Jalan By Pass Ngurah Rai No.407, Sanur, Denpasar Selatan Kota Denpasar mengaku sangat tersentuh.
Togar menilai masyarakat Bali sudah mencapai tataran spiritualitas yang membumi. Spirit atau napas agama Hindu yang dianut mayoritas masyarakat Bali mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Saya bahagia tinggal di Bali karena aspek religi masih sangat kental di tanah ini. Dalam hal beradaptasi, sosialisasi, saya sebagai minoritas
diterima sangat welcome,” ungkap pria yang dikenal sebagai panglima hukum karena kerap membantu masyarakat tanpa meminta bayaran.
Togar yang kini berstatus Caleg DPRD Provinsi Bali dapil Denpasar nomor urut 7 dari Partai Golkar mengaku juga mendapatkan segalanya di Pulau Dewata.
Mulai dari ketentraman hidup antar umat beragama, kesempatan mengais rezeki, hingga kesempatan mengenyam pendidikan tinggi.
Merespons sikap intoleransi yang kian mengancam di beberapa wilayah di tanah air, Togar mengatakan kewaspadaan terhadap ancaman tersebut wajib dilakukan.
Infrastruktur adat atau desa pakraman di Bali, imbuhnya, sangat memadai dalam rangka menangkal radikalisme.
“Kita masih bisa saling menghargai. Sikap ini yang harus dijaga. Baik penduduk Bali maupun pendatang harus sama-sama membela Bali,” tegasnya.
Togar tidak memungkiri makin sempitnya lapangan pekerjaan serta persaingan global membuat sejumlah “pergeseran” terjadi. Salah satu problem yang sangat mudah memantik konflik adalah rebutan lapangan pekerjaan.
Di samping kasus-kasus tanah di Bali yang dominan merugikan penduduk asli Bali. “Bila di tingkat nasional sedang marak dibahas mafia sepakbola, di Bali yang marak beroperasi adalah mafia tanah.
Saya sebagai advokat tidak nyaman melihat kondisi ini. Bali telah memberi saya banyak hal dan sekarang waktunya saya untuk membalas semasih Tuhan memberi kesempatan,” tandasnya.
Kesempatan dimaksud adalah perang melawan mafia tanah lewat kursi legislatif. Kepada Jawa Pos Radar Bali, Sabtu (5/1) Togar berharap
Galungan dan Kuningan yang bersamaan dengan hari Natal dan pergantian tahun 2018 menuju 2019 mampu memberi pencerahan bagi masyarakat.
Sembari berkata selalu mendapat jotan (parcel ala Bali, red) dari semeton Hindu saat hari raya, Togar menegaskan bahwa kebudayaan itu harus dilestarikan. “Ini sangat penting. Konsep menyama braya di Bali sangat luar biasa,” tegasnya.
Merespons jagat media sosial yang semakin gaduh jelang Pemilu Presiden dan Pileg April 2019 mendatang, Togar memilih santai.
Dikatakannya masyarakat Bali relatif cerdas bermedia sosial. Sekaligus memiliki sikap toleransi yang tinggi. “Yang ribut-ribut di media sosial itu kebanyakan akun medsos palsu.
Biarkan saja. Yang penting di kehidupan nyata kita masih menyama braya,” tutupnya sembari mengucapkan selamat hari raya Kuningan kepada sameton Bali. (rba)