SINGARAJA – DPRD Buleleng meminta pemerintah mencari persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),
sebelum melanjutkan pembahasan Rancangan Perda perubahan status BPR Buleleng 45 dari Perusahaan Daerah (PD) ke Perseroan Daerah (Perseroda).
Dewan menilai persetujuan mutlak dibutuhkan, sehingga perda tak dianulir oleh Kemendagri. Ranperda perubahan status itu, hingga kini masih dalam pembahasan internal di Pansus III DPRD Buleleng.
Selain persoalan naskah akademik yang belum tuntas, ada juga persoalan izin dari Kemendagri. Dewan berharap pemerintah segera mengajukan izin pada Kemendagri, sehingga pembahasan bisa dilakukan dengan optimal.
Ketua Pansus III DPRD Buleleng Putu Tirta Adnyana mengatakan, pemerintah wajib menyampaikan usulan pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada Menteri Dalam Negeri.
Klausul itu tercantum secara jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.
Selain mengajukan permohonan, pemerintah daerah juga wajib melampirkan kebutuhan daerah, analisa kelayakan usaha, ringkasan laporan keuangan pemerintah daerah tiga tahun terakhir, serta dokumen Perda APBD tiga tahun terakhir.
“Usulan tersebut akan dinilai menteri. Paling lambat 15 hari setelah usulan itu diajukan, akan ada jawaban dari menteri. Kalau usulan diterima, pemerintah dapat menyusun perda.
Nah kami ini belum tahu, persetujuan itu sudah ada belum,” kata Tirta saat ditemui di Gedung DPRD Buleleng kemarin.
Politisi Golkar itu menilai persetujuan mutlak dibutuhkan. Ia tak ingin perda yang telah dibahas, akhirnya mentok di Kemendagri hanya karena dokumen usulan belum diterima.
Alhasil pencatatan perda dalam dokumen perundang-undangan pun dapat tertunda. “Penyusunan perda ini kan makan biaya besar. Makanya kami harap semua proses dilalui dulu.
Baik itu persetujuan menteri maupun nota akademik. Biar tidak seperti daerah lain yang perdanya bermasalah setelah ditetapkan,” tegas Tirta.