25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 6:36 AM WIB

Rakyat Menemui Arya Wedakarna sebagai Wakilnya Adalah Fitrah Demokrasi

DENPASAR – Pengamat sosial, I Gede Kamajaya mengatakan ricuh dalam demo bisa disebabkan banyak hal, tergantung konteks yang memicu aksi demo itu. Dalam kasus Arya Wedakarna konteksnya adalah banyak pihak merasa dilecehkan tidak terima dengan penjelasan AWK dalam video ceramahnya tempo hari.

Juga karena akumulasi kemarahan massa mungkin karena AWK dianggap terlalu kontroversial dan menyinggung pihak lain.

Katanya, rakyat itu menemui wakilnya adalah fitrah demokrasi, diterima dengan baik, dibicarakan masalahnya apa, terima keluhan publik dan ditindaklanjuti.

Di samping itu, Koordinator aksi harus mampu mengkoordinasikan di lapangan, apa yg menjadi tujuan demo agar tersampaikan, tapi di lapangan memang sering kali sulit mengendalikan massa.

“Saya bukan pendukung AWK atau pihak manapun tapi secara pribadi memang saya tidak begitu respect dengan politisi ini karena seringkali membawa isu identitas dan ini sangat berbahaya,” ucap sosiolog Universitas Udayana ini.

Menurutnya, tindakan kekerasan juga tidak bisa dibenarkan. Solusi terbaiknya, menurut dia, membuka ruang-ruang dialog karena begitulah demokrasi yang dewasa sepanjang kanal untuk itu memungkinkan.

Soal AWK melaporkan pihak yang memukul dirinya nanti biar pihak kepolisian yang menentukan bagaimana kelanjutannya.

“Mereka yang merasa menjadi korban, ya, wajar saja melaporkan karena UU memungkinkan untuk itu. Yang dituduh juga berhak membela diri di depan hukum karena memang begitulah proses hukum berjalan,” katanya.

Seharusnya, lanjut dia, DPD RI menjalankan tugas sebagaimana mestinya, sesuai dengan bidangnya, menerima semua masukan publik atau konstituennya, punya kepekaan sosial jika dirasanya ucapannya menimbulkan polemik jangan diulangi.

“Terlepas dari kontroversialnya seorang yang mengaku konon raja ini, tapi tindakan kekerasan juga tak bisa dibenarkan,” pungkasnya.

DENPASAR – Pengamat sosial, I Gede Kamajaya mengatakan ricuh dalam demo bisa disebabkan banyak hal, tergantung konteks yang memicu aksi demo itu. Dalam kasus Arya Wedakarna konteksnya adalah banyak pihak merasa dilecehkan tidak terima dengan penjelasan AWK dalam video ceramahnya tempo hari.

Juga karena akumulasi kemarahan massa mungkin karena AWK dianggap terlalu kontroversial dan menyinggung pihak lain.

Katanya, rakyat itu menemui wakilnya adalah fitrah demokrasi, diterima dengan baik, dibicarakan masalahnya apa, terima keluhan publik dan ditindaklanjuti.

Di samping itu, Koordinator aksi harus mampu mengkoordinasikan di lapangan, apa yg menjadi tujuan demo agar tersampaikan, tapi di lapangan memang sering kali sulit mengendalikan massa.

“Saya bukan pendukung AWK atau pihak manapun tapi secara pribadi memang saya tidak begitu respect dengan politisi ini karena seringkali membawa isu identitas dan ini sangat berbahaya,” ucap sosiolog Universitas Udayana ini.

Menurutnya, tindakan kekerasan juga tidak bisa dibenarkan. Solusi terbaiknya, menurut dia, membuka ruang-ruang dialog karena begitulah demokrasi yang dewasa sepanjang kanal untuk itu memungkinkan.

Soal AWK melaporkan pihak yang memukul dirinya nanti biar pihak kepolisian yang menentukan bagaimana kelanjutannya.

“Mereka yang merasa menjadi korban, ya, wajar saja melaporkan karena UU memungkinkan untuk itu. Yang dituduh juga berhak membela diri di depan hukum karena memang begitulah proses hukum berjalan,” katanya.

Seharusnya, lanjut dia, DPD RI menjalankan tugas sebagaimana mestinya, sesuai dengan bidangnya, menerima semua masukan publik atau konstituennya, punya kepekaan sosial jika dirasanya ucapannya menimbulkan polemik jangan diulangi.

“Terlepas dari kontroversialnya seorang yang mengaku konon raja ini, tapi tindakan kekerasan juga tak bisa dibenarkan,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/