DENPASAR– Kejari Karangasem resmi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar atas putusan kasus korupsi masker Dinas Sosial Kabupaten Karangasem. “Memori banding sudah kami kirim ke PT Denpasar, Kamis (4/8) lalu,” ujar Kasi Intel Kejari Karangasem, I Dewa Gede Semara Putra kepada Jawa Pos Radar Bali, Sabtu lalu (6/8).
Semara Putra menyebutkan sejumlah pertimbangan melakukan banding. Di antaranya majelis hakim yang mengadili perkara ini yakni Putu Gde Novyartha (hakim ketua), Nelson (hakim anggota 1) dan Soebekti (hakim anggota 2) tidak sepakat bulat. “Hakim anggota satu mempunyai perbedaan pendapat (dissenting opinion),” jelasnya.
Pertimbangan lain yakni dalam fakta persidangan, JPU menilai perbuatan para terdakwa memenuhi unsur melawan hukum, di mana perbuatan terdakwa I Gede Basma dan I Gede Sumartana tidak cermat dalam membuat serta menyusun identifikasi kebutuhan masker pada masa pandemi Covid-19. Hal itu bisa dilihat dari masker yang dibeli bukan masker medis atau bedah, tapi masker skuba. “Para terdakwa tidak menggunakan kajian staf Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem dan Surat Edaran (SE) Menkes RI tanggal 9 April 2022,” bebernya.
Menurut JPU, akibat perbuatan terdakwa Basma selaku PPK dan Sumartana selaku PPTK telah mengakibatkan saksi Ni Nyoman Yessi Anggani selaku Direktur Duta Panda Konveksi menjadi kaya Rp 1,5 miliar dan saksi I Kadek Sugiantara selaku Direktur Addicted Ivanders menjadi kaya Rp 1 miliar lebih. Hal itu yang kemudian menjadi kerugian keuangan negara.
Selain mengajukan banding, Kejari Karangasem juga mengajukan kasasi terhadap lima terdakwa yang diputus bebas. Namun, untuk memori kasasi belum dikirim.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tipikor Denpasar membebaskan lima dari tujuh terdakwa kasus korupsi masker skuba di Dinsos Karangasem. Sedangkan dua terdakwa lain, yakni I Gede Basma, 58, (eks Kepala Dinas Sosial Karangasem), dan Gede Sumartana, 57, (Kabid Linjamsos) terbukti bersalah melanggar Pasal 3 UU Tipikor.
Karena terbukti melanggar Pasal 3 (dakwaan subsider), bukan Pasal 2 (dakwaan primer) sebagaimana tuntutan JPU, maka hukuman yang dijatuhkan hakim I Putu Gde Novyartha dkk terhadap terdakwa Basma dan Sumartana pun tergolong ringan.
Basma diganjar 1,5 tahun penjara. Sebelumnya Basma dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider delapan bulan kurungan. Sementara Sumartana yang juga menjabat Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) divonis 1 tahun penjara. Putusan itu anjlok dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut 7,5 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. (san)