SEMARAPURA – Sebanyak enam orang saksi didatangkan ke dalam persidangan atas kasus dugaan penipuan dan penggelapan perekrutan CPNS
dengan terdakwa mantan anggota DPRD Klungkung, I Wayan Kicen Adnyana, di Pengadilan Negeri Semarapura kemarin.
Dalam persidangan dengan agenda Pemeriksaan Saksi itu terungkap bahwa Kicen mengenakan tarif sebesar Rp 180 juta untuk setiap orang yang akan dibantunya lolos dalam perekrutan CPNS.
Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua, I Putu Gede Astawa dengan Hakim Anggota, Ni Nyoman Mei Melianawati dan Andrik Dewantara,
dihadirkan sebanyak enam orang saksi, yaitu I Wayan Suda yang juga selaku korban, I Nyoman Mustika, Ni Luh Eny Martiawati, Ni Kadek Ita Listiadewi, I Made Hendra Katika Yuda, dan Muksan.
Dalam persidangan itu juga tampak hadir I Wayan Kicen Adnyana yang didampingi kuasa hukumnya, yakni Anak Agung Gede Parwata.
I Wayan Suda yang pertama kali diperiksa mengungkapkan awalnya mula kasus itu bergulir ketika ia mengutarakan
keinginan untuk menjadikan dua orang putrinya, yakni Ni Luh Eny Martiawati, dan Ni Kadek Ita Listiadewi sebagai PNS.
Untuk itu pihaknya mencari orang yang bisa membantu mewujudkan keinginan itu.
Oleh rekannya sesama guru di salah satu SMP Negeri di Bangli, yakni I Nyoman Mustika, ia disarankan untuk menemui Kicen sebab istri Mustika dahulu juga dibantu oleh Kicen.
“Saya dan Mustika akhirnya mendatangi rumah Kicen pada bulan Oktober 2014. Waktu pertengahan tahun 2014 memang ada bukaan CPNS,” ungkapnya.
Setelah bertemu dengan Kicen, pihaknya pun dijanjikan akan dibantu Kicen dengan syarat nantinya ketika dua orang anak Suda
telah lolos tes CPNS dan SKnya sudah keluar, Suda berkewajiban membayar uang sebesar Rp 180 juta per orangnya.
Namun belum juga mengikuti tes, Suda diminta untuk menyetorkan dana sebesar Rp 100 juta agar anak-anaknya itu lebih mudah untuk dibantu oleh orang kenalan Kicen di pemerintahan pusat.
Namun sebelum pengumuman dilakukan, Suda kembali dimintai uang sehingga total mencapai Rp 275 juta.
“Katanya sebelum SKnya keluar, diminta untuk dikomplitkan uangnya,” bebernya. Namun ternyata anak-anak Suda dinyatakan tidak lolos.
Padahal tidak hanya sudah membayar, anak-anak Suda juga diminta mengikuti simulasi.
“Kemudian saya mendatangi rumah Pak Kicen. Oleh Pak Kicen saya diminta untuk menunggu. Katanya, siapa tahu dengan kebijakan pusat, SK anak saya keluar. Setelah lima bulan menunggu, tidak juga ada kejelasan,” jelas PNS asal Bangli ini.
Atas kondisi itu, pihaknya meminta agar Kicen mengembalikan seluruh uangnya. Akhirnya oleh Kicen, uang Suda dikembalikan sebesar Rp 100 juta pada bulan April 2015.
Setelah itu, Kicen tidak kunjung mengembalikan sisa uangnya. Sehingga ia terus menghubungi Kicen melalui sambungan telepon namun tidak kunjung dijawab, sekalinya dijawab mengaku berada di luar daerah.
Pihaknya pun beberapa kali mendatangi rumah Kicen, namun Kicen jarang ada di rumah.
“Padahal saya tidak meminta harus dibayarkan semuanya. Bisa diangsur sedikit-demi sedikit. Itu sebabnya saya langsung melapor,” kata pria yang hingga saat ini masih menjalani hukuman penjara kasus korupsi itu.