RadarBali.com – Hotel Pan Pasific Nirwana Bali Resort, Tanah Lot, Kediri, akhirnya berhenti beroperasi Senin (31/7) kemarin siang.
Hotel milik Harry Tanoesoedibjo itu pun melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 873 pekerja. Namun, dalam perhitungan pesangon, Serikat Pekerja Pariwisata (SP-Par) SPSI Unit Pan Pasific keok.
Menyerah dengan kemauan perusahaan. Akibatnya, pekerja dirugikan sekitar Rp 3,1 miliar lebih.
Sebelumnya, SP Par Unit Pan Pasific mengajukan perhitungan pesangon, penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak mencapai 45 kali upah, bagi pekerja dengan masa kerja antara 18 sampai 21 tahun.
Diketahui, mayoritas di hotel tersebut bekerja dari berdirinya hotel tersebut tahun 1997 silam. Dalam negosiasi, pihak perusahaan sebelumnya hanya mau memberikan pesangon dan lain-lain itu sebesar 28,75 kali upah.
Selain itu, SP Par juga sebelumnya meminta upah yang dijadikan patokan dalam perhitungan upah adalah upah tahun 2017, atau minimal mengikuti UMK tahun 2017.
Pasalnya, di tahun 2017 ini, Hotel Pan Pasific tidak menaikkan upah pekerja, alias masih menggunakan upah tahun 2016.
Kedua hal tersebut sempat disampaikan pihak perwakilan SP-Par Unit Pan Pasific ke Kantor Disnakertrans Tabanan pada 12 Juni lalu. Namun, Ketua SP-Par Unit Pan Pasific Ketut Sunarwa mengaku hal itu sudah disepakati.
“Pesangon sesuai Undang-Undang. Sebanyak 28,75 kali upah,” kata Sunarwa. Ketika ditanya upah tahun berapa yang dijadikan patokan untuk perhitungan pesangon, Sunarwa mengaku pakai upah terakhir.
Dia pun tak menampik upah terakhir yang dimaksud adalah tahun 2016. Padahal, ketika mendatangi Disnaker Tabanan bulan lalu, dia menyebutkan dari 873 pekerja Hotel Pan Pasific, sebanyak 698 upahnya masih sebesar UMK tahun 2016.
Sedangkan tahun 2017 tidak ada kenaikan mengikuti UMK 2017. Sekadar diketahui, UMK Tabanan Tahun 2016 sebesar Rp1.902.970, sedangkan UMK Tabanan 2017 sebesar Rp2.059.965, atau selisih Rp156.995.
Disinggung bahwa upah terakhir masih menggunakan upah 2016, yang sebagian besar masih menggunakan UMK 2016, dia mengatakan untuk selisihnya (Rp 156.995) akan dibayar perusahaan dengan cara dirapel.
Yakni untuk tujuh bulan atau Januari-Juli 2017. Yang aneh, meski mau membayar selisih kurang upah tersebut, kembali soal perhitungan pesangon, tetap mengacu upah tahun 2016.
Berdasar perhitungan koran ini, pesangon dan lain-lain sebesar 28,75 kali upah untuk pekerja yang masa kerjanya 18-21 tahun, tidak lebih dari ketentuan Pasal 156 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Alias sesuai normatif saja. Hitungannya, pesangon sebesar 9 kali upah per bulan dikali dua, sama dengan 18 kali upah. Perkalian dua itu mengingat PHK bukan karena kesalahan pekerja.
Penghargaan masa kerja sebesar 7 kali upah, untuk masa kerja 18-21 tahun. Dan, uang penggantian hak berupa perumahan, pengobatan, dan perawatan sebesar 15 persen dari pesangon.
Mengingat pesangon sebesar 18 kali upah, maka uang penggantian hak itu menjadi 3,75 kali upah. Dalam upah yang digunakan mestinya minimal sesuai UMK 2017.
Selisih UMK 2016 dengan 2017 sebesar Rp156.995 terlihat kecil. Namun, bila dikali 28,75 kali, per pekerja minimal dirugikan Rp 4.513.606. Bila dikalikan dengan 698 pekerja yang upahnya masih di bawah UMK Tabanan Tahun 2017, maka nilai kerugian pekerja sekaligus penghematan Harry Tanoe mencapai Rp3.150.496.988.
“Ya itu (pengusaha untung dan pekerja rugi, Red) kan sisi lain. Yang penting teman-teman (pekerja) di sini sudah sepakat (dengan nilai pesangon yang diberikan perusahaan),” jelas Sunarwa.