32.4 C
Jakarta
13 Desember 2024, 16:02 PM WIB

Kacau! Jalur Zonasi Bikin Siswa Pintar Malah Tak Dapat Sekolah Negeri

GIANYAR – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA yang menggunakan jalur zonasi terus menuai protes.

 

Kali ini, protes saat PPDB itu menyusul dengan banyaknya siswa dengan Nilai Ujian Nasional (NUN) yang tinggi justru tidak bisa masuk sekolah negeri.

 

Hal ini terjadi karena siswa berprestasi itu rumahnya jauh dari sekolah.

 

Anggota DPRD Gianyar, I Wayan Sudiartana, menyatakan dengan adanya sistem zonasi ini, banyak penduduk di pedesaan tak kebagian sekolah negeri. Padahal mereka sudah berupaya giat belajar hingga meraih nilai tinggi. “Namun akhirnya tidak diterima hanya karena berasal dari pedesaan yang jauh dari sekolah negeri,” keluh Sudiartana, Selasa (2/7).

 

Dampak domino dari sistem, banyak yang berlomba menggunakan surat domisili. “Surat domisili perlu dicek itu, apa dengan gampang dikeluarkan. Harus ada data dan survey apa benar tinggal disana, jangan sampai sekarang dengan mudahnya mencari ketrangan domisili,” terangnya.

 

Sudiartana menambahkan, sistem baru ini membuat daya saing anak jadi lemah. “Karena ada yang punya prestasi sampai segudang piagam tapi malah tidak diterima,” keluh politisi asal Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh itu.

 

Sudiartana sebetulnya mengapresiasi tujuan awal pemerintah pusat menerapkan sistem ini. Yaitu untuk menghapuskan sekolah favorit demi mewujudkan pemerataan pendidikan. Namun menurutnya pemerintah pusat belum mempertimbangkan bahwa infrastruktur untuk menjalankan sistem ini belum terpenuhi.

 

 “Sebelum menjalankan program ini minimal pemeritnah seharusnya membangun sekolah tambahan di perkampungan,” tukasnya.

Sementara itu, Kepala SMAN 1 Blahbatuh, I Ketut Sulatra mengaku hanya bisa menjalankan perintah dari Dinas Pendidikan Provinsi Bali terkait proses PPDB ini. Sekolah tetap mengacu aturan, yakni jalur zonasi sebanyak 90 persen dan sisanya jalur prestasi dan jalur perpindahan orangtua. “Semua sudah menggunakan sistem online. Kami di sekolah tidak bisa berbuat apa,” jelasnya.

Di sekolah yang dipimpinnya itu, hingga kemarin, sudah ada 474 siswa yang mendaftar.

 

Dari jumlah itu, sesuai situs PPDB Disdik Provinsi Bali, sudah muncul 292 nama siswa yang lolos lewat jalur zonasi. Namun hasil itu belum final karena akhir waktu pendaftaran Rabu (3/7) hari ini. “Nama 292 siswa untuk jalur zonasi itu masih bergerak hingga batas akhir pendaftaran, hingga akhirnya kami akan menerima siswa sesuai kuota 324,” terangnya.

 

Mengenai keterangan domisili, diakui pihaknya menerima 8 orang pendaftar dengan menyertakan surat domisili. Data para siswa itu pun sudah dicek langsung oleh petugas di SMA N 1 Blahbatuh. Rata-rata siswa yang menyertakan surat domisili itu sudah tinggal lebih dari setahun.

Hal ini pun sudah sesuai dengan surat yang ditanda tangani oleh kelian dinas dan kepala desa setempat.

 

“Untuk domisili, kami datangi calon siswa. Kami juga mendatangi kelian dinas dan kepala desanya untuk konfirmasi langsung, mengantisipasi ada surat domisili palsu atau semacamnya,” terangnya.

 

Dari proses itu diakui dari 8 yang mengajukan surat domisili, ada satu yang tidak lolos dalam verifikasi lapangan. Itu karena sebelumnya memang tinggal dan bersekolah menengah pertama di luar Kabupaten Gianyar.

Pengajuan domisili ini dilakukan lantaran mengikuti orang tua yang bekerja pada salah satu perusahaan swasta di Gianyar

GIANYAR – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA yang menggunakan jalur zonasi terus menuai protes.

 

Kali ini, protes saat PPDB itu menyusul dengan banyaknya siswa dengan Nilai Ujian Nasional (NUN) yang tinggi justru tidak bisa masuk sekolah negeri.

 

Hal ini terjadi karena siswa berprestasi itu rumahnya jauh dari sekolah.

 

Anggota DPRD Gianyar, I Wayan Sudiartana, menyatakan dengan adanya sistem zonasi ini, banyak penduduk di pedesaan tak kebagian sekolah negeri. Padahal mereka sudah berupaya giat belajar hingga meraih nilai tinggi. “Namun akhirnya tidak diterima hanya karena berasal dari pedesaan yang jauh dari sekolah negeri,” keluh Sudiartana, Selasa (2/7).

 

Dampak domino dari sistem, banyak yang berlomba menggunakan surat domisili. “Surat domisili perlu dicek itu, apa dengan gampang dikeluarkan. Harus ada data dan survey apa benar tinggal disana, jangan sampai sekarang dengan mudahnya mencari ketrangan domisili,” terangnya.

 

Sudiartana menambahkan, sistem baru ini membuat daya saing anak jadi lemah. “Karena ada yang punya prestasi sampai segudang piagam tapi malah tidak diterima,” keluh politisi asal Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh itu.

 

Sudiartana sebetulnya mengapresiasi tujuan awal pemerintah pusat menerapkan sistem ini. Yaitu untuk menghapuskan sekolah favorit demi mewujudkan pemerataan pendidikan. Namun menurutnya pemerintah pusat belum mempertimbangkan bahwa infrastruktur untuk menjalankan sistem ini belum terpenuhi.

 

 “Sebelum menjalankan program ini minimal pemeritnah seharusnya membangun sekolah tambahan di perkampungan,” tukasnya.

Sementara itu, Kepala SMAN 1 Blahbatuh, I Ketut Sulatra mengaku hanya bisa menjalankan perintah dari Dinas Pendidikan Provinsi Bali terkait proses PPDB ini. Sekolah tetap mengacu aturan, yakni jalur zonasi sebanyak 90 persen dan sisanya jalur prestasi dan jalur perpindahan orangtua. “Semua sudah menggunakan sistem online. Kami di sekolah tidak bisa berbuat apa,” jelasnya.

Di sekolah yang dipimpinnya itu, hingga kemarin, sudah ada 474 siswa yang mendaftar.

 

Dari jumlah itu, sesuai situs PPDB Disdik Provinsi Bali, sudah muncul 292 nama siswa yang lolos lewat jalur zonasi. Namun hasil itu belum final karena akhir waktu pendaftaran Rabu (3/7) hari ini. “Nama 292 siswa untuk jalur zonasi itu masih bergerak hingga batas akhir pendaftaran, hingga akhirnya kami akan menerima siswa sesuai kuota 324,” terangnya.

 

Mengenai keterangan domisili, diakui pihaknya menerima 8 orang pendaftar dengan menyertakan surat domisili. Data para siswa itu pun sudah dicek langsung oleh petugas di SMA N 1 Blahbatuh. Rata-rata siswa yang menyertakan surat domisili itu sudah tinggal lebih dari setahun.

Hal ini pun sudah sesuai dengan surat yang ditanda tangani oleh kelian dinas dan kepala desa setempat.

 

“Untuk domisili, kami datangi calon siswa. Kami juga mendatangi kelian dinas dan kepala desanya untuk konfirmasi langsung, mengantisipasi ada surat domisili palsu atau semacamnya,” terangnya.

 

Dari proses itu diakui dari 8 yang mengajukan surat domisili, ada satu yang tidak lolos dalam verifikasi lapangan. Itu karena sebelumnya memang tinggal dan bersekolah menengah pertama di luar Kabupaten Gianyar.

Pengajuan domisili ini dilakukan lantaran mengikuti orang tua yang bekerja pada salah satu perusahaan swasta di Gianyar

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/